Apa jadinya jika tiga bersaudara yang masih sangat belia harus kehilangan kedua orangtuanya? Inilah kisah sedih 3 anak yatim piatu asal Samarinda.
Tiga bersaudara ini terdiri dari 2 anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan. Mauliddin Noor (20), Muhammad Luthfi (17) dan Nurul Azkiya (11). Mereka ditinggalkan kedua orangtuanya 10 bulan lalu.
Sang ibu, Jumiati (43) meninggal akhir tahun lalu. Pilunya, ayah mereka Sirajuddin (58) juga dipanggil Yang Maha Kuasa tak lama berselang.
“Ibu meninggal 14 Desember 2019. Selang 4 hari kemudian, 19 Desember, Bapak juga meninggal,” tutur Mauliddin seperti dilansir dari Kompas.com.
Pasangan Sirajuddin dan Jumiati diketahui meninggal karena sakit. Jumiati mengidap komplikasi, lalu disusul Sirajuddin yang meninggal karena sakit paru.
“Ibu sakitnya baru-baru saja. Kalau Bapak sakit jantungnya sudah lama sejak 2012,” kenang Mauliddin.
Tinggal di Rumah Reyot, Kisah Sedih 3 Anak Yatim Piatu
foto: Kompas.com
Kondisi tiga anak yatim piatu di Samarinda, Kalimantan Timur ini sangat memprihatinkan. Mauliddin dan dua adiknya tinggal di sebuah rumah kayu peninggalan orangtua mereka. Bangunan rumah tersebut berukuran kira-kira 5 x 10 meter.
Bangunan yang sangat sederhana ini juga sudah cukup tua. Dinding rumah terlihat mulai lapuk. Sebagian dinding bahkan sudah terlepas dari ikatan yang dipaku.
Bagian dapur tampak nyaris roboh. Ruang tengah sempit, dialasi karpet kumal. Bagian tengah rumah dipenuhi tumpukan pakaian dan barang-barang lain.
Sejak kepergian kedua orangtuanya itu, ketiga bersaudara ini awalnya tinggal sendirian di rumah tua itu. Tadinya si sulung Mauluddin menjadi pengayom bagi kedua adiknya selepas ketiadaan ayah dan ibu mereka. Namun, akhirnya mereka meminta sang kakek dan nenek yang berada jauh untuk tinggal bersama.
“Karena kami sendirian, kami panggil Kai (kakek) dan nenek tinggal sama kami. Biar jadi orangtua kami. Ada yang membimbing kami,” ungkap Mauliddin.
Awalnya, sang kakek Misran (62) dan istri Ernawati (56) menetap di Sangkulirang, sebuah kecamatan di Kabupaten Kutai Timur. Kira-kira 200 kilometer dari Kota Samarinda. Prihatin dengan kondisi cucunya, pasangan usia senja ini akhirnya memutuskan ke Samarinda tinggal bersama ketiga cucunya.
Artikel terkait: Sedih, seorang anak meninggal kelaparan saat sang ayah dikarantina virus corona
Si Sulung Berhenti Bekerja, Berusaha Cari Beasiswa untuk Adiknya
Mauliddin merupakan seorang lulusan SMA. Ia sempat kerja menjadi sales, namun sejak pandemi merebak ia terpaksa berhenti bekerja. Sementara dua adiknya, Muh Luthfi masih duduk di bangku kelas tiga SMP dan Nurul Azkiya kelas 5 SD.
Kondisi tersebut menyebabkan tiga bersaudara tersebut tak punya sumber penghasilan. Untunglah, kehadiran sang kakek sedikit meringankan beban mereka.
Kini, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka hanya berharap penghasilan dari sang kakek mengurus kebun. Kadang juga dari hasil melaut.
Meski tak seberapa, penghasilan sang kakek digunakan untuk menghidupi ketiga cucunya.
“Kalau nenek (istri) tetap di sini. Tapi saya bolak-balik karena ada kebun di Sangkulirang enggak ada yang urus,” ucap sang kakek, Misran.
Untuk memenuhi kebutuhan sekolah adiknya, Mauliddin berusaha mencari pekerjaan. Ia juga mengurus beasiswa agar adik-adiknya bisa mengenyam pendidikan secara gratis.
“Saya selalu usahakan cari beasiswa. Tapi sejauh ini belum dapat. Kalau dapat info saya selalu usaha,” ujar Mauliddin.
Di tengah pandemi ini, Mauliddin kadang jualan online untuk menghidupi kebutuhan adik-adiknya. “Bantu-bantu kakek dan adik-adik,” kata dia.
Artikel terkait: “Papa Mama jangan sedih, aku kuat…” Kisah perjuangan korban bom Samarinda
Mendapat Bantuan Program Bedah Rumah
Akhirnya satu kabar baik menghampiri ketiga anak yatim piatu itu. Keluarga mereka mendapat bantuan program Bedah Rumah. Ketua RT 34 Kelurahan Sidodami, Kecamatan Samarinda Ulu, Dony Irawan mengatakan sejak awal keluarga tersebut memang hidup memprihatinkan.
Apalagi, ketika kedua orangtua mereka jatuh sakit. Nyaris tak ada topangan ekonomi keluarga. Ditambah lagi, kondisi rumah yang reyot.
“Saya dapat info dari kelurahan. Ada program bedah rumah dari Kementerian PUPR. Saya usulkan salah satu rumah mereka. Sekarang lagi pengerjaan sekitar 60 persen,” kata Dony.
Sebelum jatuh sakit dan meninggal, ayahnya, kata Dony, sempat kerja di Pertamina. Hanya dirinya tak tahu status pekerjaannya. Sejak sakit sudah tak lagi bekerja.
“Ibunya sakit meninggal, 4 hari kemudian, ayahnya meninggal. Kehidupan mereka memang susah,” tutup Donny.
****
Semoga sang kakak segera mendapat pekerjaan dan adik-adiknya segera mendapat bantuan untuk bersekolah ya, Parents.
Baca juga:
"Saya Selalu Memikirkan Ibu", Kisah Anak Adopsi yang Berjuang Mencari Orangtua Kandung
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.