Tidak banyak anak yang menunjukkan potensi dan bakat yang ia miliki sejak usia dini, apalagi mendapatkan dukungan penuh dari kedua orangtuanya. Adalah Kiagus Mohammad Fazil, anak berusia 3,5 tahun yang telah mahir bermain bulutangkis meski masih sangat kecil.
Kiagus Mohammad Fazil Ingin sukses jadi pemain bulutangkis agar bisa membelikan Bundanya mobil
Berawal dari kebiasaan mengikuti ayahnya yang seorang pelatih dan pemilik klub Bulutangkis di Pagaralam, Fazil kecil memperhatikan bagaimana sang ayah melatih murid-muridnya.
Putra dari pasangan Kiagus Mohammad Nangyu dan Wensi Nopalasari ini sudah menunjukkan ketertarikannya pada bulutangkis sejak masih bayi. Fazil yang saat itu baru beberapa bulan suka merangkak ke dalam lapangan dan mengumpulkan bola shuttlecock.
Saat sudah bisa berjalan, Fazil meminta raket sendiri dari sang ayah. Nangyu dibuat kagum sekaligus terkejut ketika pertamakali mengajak Fazil main bulutangkis, Fazil yang masih balita bisa melakukan serve dengan timing yang sempurna.
Padahal, murid-murid Nangyu membutuhkan 1-2 bulan latihan untuk melakukannya. Sejak bisa memegang raket Fazil sering main bulutangkis setiap hari, bersama ayah dan juga teman-temannya.
Fazil sangat mengidolakan Muhammad Akhsan dan ingin suatu hari bisa seperti dirinya. Orangtua Fazil memang mengenalkannya pada pemain-pemain bulutangkis Indonesia yang telah mendunia sebagai motivasi untuknya.
“Bunda, doain Kakak sukses main bulutangkis nanti kakak beliin Bunda mobil.” Begitulah ucapan polos yang terlontar dari mulut Fazil kecil.
Kiagus Mohammad Fazil ingin melanjutkan cita-cita sang Ayah
Fazil kecil saat latihan bulutangkis. Foto: Doc Pribadi
Melihat ketertarikan dan bakat Fazil yang begitu besar di bidang bulutangkis, Nangyu pun berharap Fazil bisa menjadi pemain nasional. Melanjutkan cita-citanya yang tidak tercapai karena gagal masuk pelatnas.
Nangyu, ayah Fazil menjadi pemain bulutangkis sejak kelas 3 SD. Sempat menjuarai pertandingan bulutangkis tingkat provinsi dan tingkat nasional pada Porseni di Surabaya tahun 2006.
Nangyu mengasah kemampuannya di Sekolah Olahraga Sriwijaya Palembang, namun setelah gagal masuk Pelatnas, Nangyu dimasukkan ke sekolah umum oleh kedua orangtuanya.
Kini Nangyu memiliki klub Bulutangkis bernama Klub Dahlia di Pagaralam, ia melatih anak-anak bermain bulutangkis. Dari usia TK 6 tahun hingga usia SMA 16 tahun. Muridnya sekarang berjumlah tak kurang dari 70 orang.
Meski mereka berharap Fazil akan menjadi pemain bulutangkis profesional, baik Nangyu maupun Wensi, tidak ingin memaksakan keinginan mereka pada sang buah hati.
Nangyu memang berencana akan memasukkan Fazil ke sekolah olahraga di Jawa, tapi tentunya dengan catatan Fazil bersedia dipindahkan sekolahnya ke sana.
Nangyu saat ini belum membolehkan Fazil ikut latihan bersama murid-muridnya, karena masih terlalu kecil. Fazil masih dibiarkan main bulutangkis sesuka hatinya, biasanya Fazil akan bermain setelah pulang dari sekolah PAUD.
Saat bermain bulutangkis, Fazil seringkali lupa waktu sehingga harus diingatkan orangtuanya. “Main bulutangkis kan capek, jadi saya suruh berhenti. Tapi Fazil justru marah dan bilang belum capek,” ujar Wensi, sang ibu.
Latihan layaknya orang dewasa
Satu bentuk catatan dalam latihan yang diberikan Nangyu adalah ukuran raket yang diberikan pada Fazil harus berukuran normal sesuai yang digunakan oleh orang dewasa, tidak boleh raket mainan kecil untuk anak-anak.
Hal ini bertujuan agar Fazil terbiasa dengan ukuran raket yang normal, “Bapaknya tidak ingin memberikan raket ukuran kecil ke Fazil karena takut nanti ia kaget saat diberikan raket ukuran normal,” terang Wensi.
Jalan menjadi atlet adalah proses yang panjang penuh kedisiplinan, oleh karena itu Wensi dan Nangyu sudah menanamkan kedisiplinan soal waktu kepada Fazil kecil.
Mereka tegas soal waktu kapan Fazil bisa bermain bulutangkis, kapan ia harus istrahat, makan dan juga bangun. Dengan begitu Fazil akan terbiasa berdisiplin waktu.
Fazil termasuk anak yang beruntung karena terpilih sebagai satu dari tiga peserta Nutrilon Royal One Step Ahead yang diberangkatkan untuk mengikuti Camp Asia di Stamford American International School Singapura selama seminggu. Disana, Fazil mendapatkan pelatihan singkat yang akan mengasah dan mengembangkan potensi yang ia miliki.
Sosok Fazil mengingatkan kita bahwa anak bisa diarahkan kepada bakat dan potensinya sejak dini, dengan dukungan penuh dari orangtua. Disertai dengan kesadaran bahwa anak harus tetap dibiarkan memiliki pilihan untuk menjalani hidupnya tanpa harus dikekang oleh keinginan orangtua.
Baca juga:
Bikin bangga, 3 anak berbakat Indonesia ikuti pelatihan kelas dunia di Singapura
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.