Parents tentu sudah mendengar tentang kepribadian ekstrovert dan introvert, di mana kedua kepribadiaan ini memiliki perbedaan yang bertolak belakang. Umumnya, seseorang yang ekstrovert, mereka lebih menyukai lingkungan yang interaktif.
Orang-orang dengan kepribadian ekstrovert cenderung antusias jika bertemu dengan hal baru, serta lebih mudah bergaul. Sementara introvert, justru sebaliknuya. Dikenal sebagai sosok dengan kepribadian ini menyukai lingkungan tenang.
Dari pada bergaul dengan orang banyak, atau bahkan berinteraksi dengan orang baru, orang intorvert lebih senang menyendiri. Mereka cenderung menarik diri dari keramaian, karena merasa tidak nyaman.
Pembentukan kepribadian ekstrovert dan introvert ternyata dipengaruhi juga oleh pola asuh orangtua pada anak semasa kecil. Namun, bisa juga karena faktor genetik orangtua.
Menurut Elizabeth T. Santosa, M.Psi, Psi, SFP, ACC., bisa saja seorang ibu yang ekstrovert memiliki anak yang introvert. Kemungkinan itu terjadi karena sang ayah yang merupakan seorang introvert.
“Tapi, bagaimana pun juga genetik anak, kita sebagai orangtua wajib memberikan stimulasi. Kesalaannya, kalau orangtua tidak pernah memberikan stimulasi, tidak melakukan apa-apa,” jelas psikolog yang akrab dipanggil Lizi ini.
Bisakah kepribadian ekstrovert dan introvert berganti kepribadian pada suatu hari?
Tidak ada yang salah dan benar dari kepribadiaan seseorang yang ekstrovert dan introvert. Dua kepribadian ini hanya berbeda saat ingin meraih kenyamanan diri.
Walau demikian, ada kemungkinan di mana seorang anak yang ekstrovert bisa menjadi introvert, begitu juga sebaliknya. Tentu saja, hal ini dipengaruhi oleh lingkungan terdekat, misalnya orangtua.
“Bisa jadi anak ekstrovert dan ceria, lalu mengalami masalah buruk atau pengalaman buruk, tiba-tiba menjadi introvert, karena tidak pernah mencari solusi. Kemudian, anak introvert dari kecil pemalu, tiba-tiba dia masuk OSIS, timbul percaya diri dan jadi ekstrovert, semua bisa terjadi,” ucap Lizi.
“Semuanya itu dari garda orang terdekat anak-anak. Yaitu orangtua dan siapa pun pengasuh terdekatnya,” lanjut Lizi yang ditemui di acara Nestle Lactagrow pada Rabu, 25 September 2019.
Benarkah anak ekstrovert lebih bahagia dari anak introvert?
Mengingat karena ekstrovert lebih mudah bergaul dengan lingkungan, muncul anggapan jika mereka lebih bahagia dari introvert. Namun, Lizi tidak membenarkan itu, anak esktrovert tidak selalu lebih bahagia dari anak introvert.
Umumnya, rasa bahagia yang dicari adalah ketentraman dan kesejahteraan diri. Selama dia bisa beradaptasi dengan lingkungan, maka mereka bisa meraih kebahagiaan dengan cara masing-masing.
“Orang yang terlalu tertutup, tidak membuka diri dan banyak ketakukan, secara mental itu tidak stabil. Itu yang bermasalah,” kata Lizi.
“Yang terpenting adalah bukan ekstrovert dan introvert, melainkan bisa berdaptasi dengan lingkungan. Memiliki teman-teman yang harmonis dan lingkungan yang aman,” imbuhnya.
Lagi pula, anak ekstrovert yang berlebihan justru yang harus diwaspadai. Pasalnya, bisa jadi mereka mengalami masalah dalam cara berkomunikasi.
“Esktrovert terlalu berlebihan, marah, terlalu bahagia, tertawa terbahak-bahak pada saat pemakaman, itu ekstrovert tidak pada tempatnya. Ini harus dikhawatirkan,” ujar Lizi.
Oleh karena itu, kepribadian ekstrovert dan introvert pada anak itu tidak masalah. Justru, Parents harus terlibat dalam membimbing anak untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Baca juga :
7 tanda anak memiliki karakter introvert dan bagaimana menghadapinya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.