Parents, tahukah Anda bahwa angka kekerasan pada anak meningkat di era pandemi? Hal serupa terjadi pada jumlah kasus perdagangan anak. Peningkatan tersebut bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Ini diungkapkan oleh Faye Simanjuntak, founder Rumah Faye.
Lalu, perilaku seperti apa sih yang termasuk ke dalam kekerasan pada anak? Dan apakah kita bisa mendeteksi apabila anak menjadi salah satu korbannya. Berikut penjelasan selengkapnya.
Artikel terkait: 4 Langkah Mengoptimalkan Pendidikan Anak Broken Home
Definisi Kekerasan pada Anak
Dikutip dari KidsHealth, kekerasan pada anak terjadi ketika seseorang yang merawat anak (orang tua, pengasuh, anggota keluarga lainnya) menyakiti perasaan atau tubuh anak. Tentu saja, perilaku ini berlaku baik pada anak laki-laki atau perempuan dari latar belakang keluarga apa saja.
Perasaan terluka ini bisa bertahan lama bahkan setelah luka tubuh yang terlihat sudah sembuh. Kondisi ini dapat berkembang menjadi trauma emosional bagi anak. Mengetahui bahaya tindak kekerasan dan apa yang harus dilakukan jika Anda mencurigainya adalah kunci untuk menjaga semua anak tetap aman.
Jenis-Jenis Kekerasan pada Anak
Setiap kerusakan atau perlakuan buruk yang disengaja terhadap anak di bawah usia 18 tahun dianggap sebagai kekerasan pada anak. Kekerasan ini memiliki banyak bentuk yang tidak jarang bisa terjadi dalam waktu bersamaan.
Kekerasan Fisik
Ini terjadi ketika suatu tindakan menyebabkan tubuh anak terluka. Perlakuan seperti memukul keras dengan tangan atau benda seperti ikat pinggang dapat meninggalkan memar atau luka dan menyebabkan rasa sakit. Mengguncang, mendorong, mencekik, meninju, mencengkram dengan menyakitkan, dan menendang juga bisa menjadi kekerasan fisik.
Kekerasan Seksual
Kontak seksual (seperti tindakan seksual) atau aktivitas seksual non-kontak (seperti mengambil atau berbagi foto seksual dan pembicaraan seksual) termasuk ke dalam kekerasan seksual. Tindakan tersebut terjadi antara:
- Orang dewasa dan anak yang lebih muda dari 18 tahun
- Anak yang lebih tua atau remaja dan anak yang jauh lebih muda
- Satu orang yang memiliki kekuasaan atas orang lain, tidak peduli berapapun usianya
Sebagian besar kasus pelecehan seksual melibatkan orang dewasa atau anggota keluarga terdekat yang menyalahgunakan kepercayaan anak. Seringkali, anak ditekan atau diajak bicara, ditawari hadiah, atau diminta menyimpan rahasia, bukan dipaksa secara fisik.
Pengabaian
Mengabaikan anak yang masih memerlukan pendampingan dari orang dewasa termasuk ke dalam bentuk kekerasan. Ini terjadi ketika orang dewasa tidak melakukan apa yang diperlukan untuk merawat seorang anak. Pengabaian bisa berupa tidak tercukupinya hal-hal berikut:
- Makanan, tempat tinggal dan pakaian
- Perawatan medis
- Pengawasan
- Perhatian (disebut pengabaian emosional, ketika seorang anak diabaikan)
- Pendidikan
Kekerasan Emosional
Ini bisa juga disebut sebagai kekerasan psikologis. Kondisi ini terjadi ketika orang dewasa yang merawat seorang anak menghakimi, mengancam, merendahkan, menolak atau, menahan kasih sayang pada seorang anak atau remaja, sehingga ia merasa buruk atau tidak menghargai dirinya sendiri.
Penyalahgunaan Obat-Obatan
Orang dewasa yang menggunakan narkoba atau terlalu banyak minum alkohol sehingga dapat membahayakan anak termasuk dalam tindak kekerasan. Hal ini dapat menyebabkan orang dewasa mengabaikan, menyakiti secara fisik, seksual, atau emosional seorang anak.
Tindakan-tindakan berikut juga termasuk ke dalam kekerasan pada anak:
- Orang dewasa membiarkan seorang anak minum alkohol atau menggunakan obat-obatan terlarang
- Orang dewasa membuat, mengambil, atau menjual obat-obatan terlarang di hadapan seorang anak
- Seorang perempuan menggunakan obat-obatan terlarang saat hamil, sehingga dapat membahayakan janin yang dikandungnya.
Kekerasan Medis
Ini terjadi ketika pengasuh (orang tua, anggota keluarga dan lainnya) menyakiti seorang anak dengan terlalu banyak perawatan medis, seperti obat-obatan, operasi, atau tes laboratorium yang sebenarnya tidak diperlukan oleh anak. Bentuk lainnya adalah dengan memberikan informasi palsu tentang penyakit pada anak yang memerlukan perhatian medis dan menempatkan anak pada risiko cedera.
Artikel terkait: Ayah, Ini 7 Hal yang Bisa Dilakukan untuk Melatih Kedisiplinan Anak Tanpa Kekerasan
Pelaku Kekerasan pada Anak
Tidak ada tipe tertentu seseorang menyebabkan kekerasan terhadap anak. Sayangnya, anak berpotensi mendapatkan tindakan ini dari siapapun, tidak terkecuali dari orang terdekatnya. Dalam beberapa kasus, pelaku kekerasan ini juga mendapatkan perlakuan yang sama ketika ia masih kecil. Meski demikian, ini tidak bisa dijadikan pembenaran atas tindakan tersebut.
Pelaku kekerasan seringkali menunjukkan beberapa tanda. Misalnya saja, orang tua yang melakukan kekerasan pada anaknya sendiri dapat melakukan tindakan berikut:
- Selalu berbicara negatif tentang anaknya atau merendahkannya
- Mencoba untuk menjauhkan anaknya dari orang lain
- Kesulitan berbicara tentang cedera atau masalah perilaku yang dialami anaknya
- Menunjukkan sedikit perhatian atau kasih sayang kepada anak
Tanda-Tanda Anak Mengalami Kekerasan – Berdasarkan Jenis-Jenis Kekerasannya
Secara umum, anak yang mengalami kekerasan mungkin akan sering merasa bersalah, tidak percaya diri, malu atau kebingungan. Ia mungkin takut untuk menyampaikan apa yang dirasakan. Oleh karena itu, penting bagi kita memerhatikan tanda-tanda yang ditunjukkannya.
Tanda Kekerasan Fisik pada Anak
Kekerasan fisik mudah terlihat tandanya pada tubuh anak. Jika anak Anda memiliki setidaknya 1 dari tanda-tanda ini, segera ajak ia berkomunikasi lebih intens:
- Cedera yang tidak dapat dijelaskan, seperti memar, patah tulang atau luka bakar
- Cedera tidak sesuai dengan penjelasan yang diberikan
- Cedera yang tidak sesuai dengan kemampuan perkembangan anak
Tanda Kekerasan Seksual pada Anak
Tanda yang diakibatkan dari kekerasan seksual bisa berupa perubahan fisik hingga perilaku, berikut di antaranya:
- Perilaku atau pengetahuan seksual yang tidak sesuai dengan usia anak
- Kehamilan atau infeksi menular seksual
- Nyeri genital atau dubur, pendarahan, atau cedera
- Pernyataan oleh anak bahwa dia dilecehkan secara seksual
- Perilaku seksual yang tidak pantas dengan anak lain
Tanda Kekerasan Emosional pada Anak
Seringkali pelaku kekerasan ini tidak sadar telah melukai perasaan atau harga diri anak. Perhatikan apakah anak Anda memiliki tanda-tanda bahwa ia mendapatkan perlakuan kekerasan secara emosional sebagai berikut:
- Perkembangan emosional yang tertunda atau tidak sesuai
- Kehilangan kepercayaan diri atau harga diri
- Penarikan sosial atau kehilangan minat atau antusiasme
- Depresi
- Menghindari situasi tertentu, seperti menolak pergi ke sekolah atau naik bus
- Tampak putus asa mencari kasih sayang
- Penurunan prestasi sekolah atau kehilangan minat di sekolah
- Hilangnya keterampilan perkembangan yang diperoleh sebelumnya
Tanda Pengabaian pada Anak
Mengabaikan kebutuhan anak bisa memberikan dampak buruk pada perkembangannya. Berikut beberapa tanda anak mendapatkan pengabaian:
- Pertumbuhan yang buruk
- Berat badan berlebih dengan komplikasi medis yang tidak ditangani secara memadai
- Kebersihan pribadi yang buruk
- Kurangnya jumlah pakaian atau perlengkapan untuk memenuhi kebutuhan fisik
- Menimbun atau mencuri makanan
- Catatan kehadiran sekolah yang buruk
- Kurangnya perhatian yang tepat untuk masalah medis, gigi atau psikologis atau kurangnya perawatan lanjutan yang diperlukan.
Tanda Kekerasan pada Anak Akibat Perilaku Orang Tua
Ini termasuk jika orang tua mengonsumsi obat-obatan terlarang di hadapan anak. Perhatikan jika Anda ataupun orang sekitar Anda melakukan hal berikut, berarti telah termasuk melakukan kekerasan pada anak:
- Menunjukkan sedikit perhatian pada anak
- Tampak tidak mampu mengenali tekanan fisik atau emosional pada anak
- Menyalahkan anak atas masalahnya
- Secara konsisten meremehkan atau mencaci maki anak, dan menggambarkan anak dengan istilah negatif, seperti “tidak berharga” atau “jahat”
- Mengharapkan anak untuk memberikan perhatian dan perawatan kepada orang tua dan tampak cemburu pada anggota keluarga lain yang mendapatkan perhatian dari anak
- Menggunakan disiplin fisik yang terlalu keras
- Menuntut tingkat kinerja fisik atau akademik yang tidak sesuai
- Sangat membatasi kontak anak dengan orang lain
- Menawarkan penjelasan yang bertentangan atau tidak meyakinkan untuk cedera anak atau tidak ada penjelasan sama sekali
- Berulang kali membawa anak untuk evaluasi medis atau meminta tes medis, seperti rontgen dan tes laboratorium, untuk masalah yang tidak terlihat selama pemeriksaan penyedia layanan kesehatan
Kekerasan pada Anak di Lingkup Keluarga dan Sekolah
Kembali mengutip Faye, kasus kekerasan pada anak sebagian besar terjadi di lingkup rumah dan bisa saja dialami oleh anak dari berbagai rentang usia.
Hal ini pun senada dengan data Kemen PPPA, berikut rincian selengkapnya:
- Usia 0-5 tahun: 665 kasus
- Usia 6-12 tahun: 1.676 kasus
- Kekerasan pada usia 13-17 tahun: 3.122 kasus
Sehingga apabila dijumlahkan, sudah terdapat 5.463 kasus kekerasan pada anak yang terjadi di lingkup rumah tangga atau yang dilakukan orang terdekat. Sementara, beberapa lainnya terjadi di sekolah dan fasilitas umum.
Fakta ini tentunya memilukan, ya, Parents. Anak seharusnya mendapat hak perlindungan dari orang-orang terdekatnya seperti keluarga, malah harus menerima kekerasan yang membuatnya trauma.
Dikutip dari Unicef Indonesia bahwa satu dari tiga perempuan dan anak perempuan pernah mengalami kekerasan dalam hidup mereka, sementara lebih dari sepertiga anak laki-laki pernah mengalami kekerasan fisik dalam hidupnya. Fakta yang ironis adalah bahwa kekerasan ini cenderung terjadi di lingkungan yang menawarkan rasa aman bagi anak yakni di rumah, sekolah maupun lingkungan sekitar.
Perilaku bullying dan mempermalukan menjadi hal biasa di sekolah. Situasi ini bisa memberikan pengaruh signifikan setidaknya pada 18 persen anak perempuan dan 24 persen anak laki-laki. Khususnya, anak laki-laki memiliki risiko yang lebih tinggi mendapatkan kekerasan fisik di sekolah.
Kekerasan di sekolah tidak hanya terjadi antarsiswa melainkan juga dari guru. Guru sering menggunakan bentuk hukuman kekerasan fisik dan emosional untuk mendisiplinkan anak. Seringkali, ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan keterampilan untuk mengenali bentuk kekerasan. Bila ini terjadi, siswa hanya direkomendasikan untuk melapor ke layanan untuk mengatasi kerugian yang mereka alami.
Selain itu, kekerasan pada anak juga bisa berupa pernikahan di usia dini. Dalam hal ini, anak perempuan berisiko lebih tinggi mengalami perlakuan tersebut. Satu dari setiap sembilan anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun, dan anak perempuan dari rumah tangga termiskin lima kali lebih mungkin untuk menikah saat masih anak-anak dibandingkan mereka yang berasal dari keluarga kaya.
Artikel terkait: Cegah Bosan dan Stres, Begini Cara Hadapi Pandemi bersama Si Kecil
Tips Mengatasi Kekerasan pada Anak
Untuk mencegah anak mendapat berbagai bentuk kekerasan, orang tua perlu mawas diri dan memberikan perlindungan terbaik bagi mereka. Berikut beberapa tips dari Faye Simanjuntak yang bisa Parents terapkan ke anak:
1. Memberikan Arahan atau Pendidikan Seksual Sedini Mungkin
Merupakan bagian paling penting yang perlu dilakukan orangtua untuk melindungi anak dari kekerasan, baik fisik maupun seksual. Namun sayangnya, poin ini masih banyak diabaikan oleh kebanyakan orang.
Agar anak terlindungi dari kasus kekerasan dan pelecehan seksual, tentunya orang tua perlu mengajarkan pendidikan kesehatan reproduksi sejak dini berdasarkan usianya. Mengapa? Hal ini dilakukan agar anak tahu dan paham, mana bagian tubuhnya yang bersifat pribadi dan tidak boleh disentuh orang lain.
Faye menuturkan bahwa masih banyak orangtua yang masih menganggap tabu diskusi kesehatan seksual dengan anak sehingga berujung pada terlambatnya kasus pelecehan yang diketahui atau dilaporkan. Banyak anak yang sudah menjadi korban kekerasan selama bertahun-tahun, tetapi tidak tahu kalau sebenarnya mereka adalah korban. Ini dapat mempersulit laporan kasus.
“Kenapa bisa begitu? Hal ini juga dikarenakan banyaknya orang tua yang menganggap tabu pendidikan kesehatan reproduksi,” jelas perempuan kelahiran 2002 yang akrab disapa Kak Fey tersebut.
“Nah, inilah yang malah membuat anak jadi tidak paham. Sehingga ketika anak menjadi korban, mereka tidak bisa melaporkan, bercerita, atau meminta tolong pada orang terdekat bahwa apa yang dialami sudah termasuk ke dalam kekerasan seksual,” ujarnya.
2. Jalin Komunikasi yang Baik dengan Anak
Parents juga perlu menjalin komunikasi yang baik dengan anak. Buatlah ia percaya bahwa Anda adalah tempat aman yang akan senantiasa melindunginya.
Faye melanjutkan, “Banyak anak yang tidak melaporkan kasus kekerasan karena mereka takut disalahkan. Mereka berpikir ‘Wah, kalau aku lapor, gimana kalau nanti malah aku yang disalahkan?’
Maka, di sinilah orangtua perlu membangun kepercayaan anak dengan memberikan statement sederhana. Misalnya, bilang padanya bahwa kejadian atau kasus kekerasan itu tidak pernah menjadi salah korban. Serta, korban berhak mendapat perlindungan jika hal tersebut terjadi,” jelasnya.
Dengan begitu, anak-anak akan lebih nyaman bercerita dan melaporkan tentang apa yang dialaminya. Jika anak tidak kunjung mau melaporkan, Parents juga bisa langsung minta bantuan pada yayasan sosial seperti Rumah Faye untuk mendalami kasusnya. Namun, yang paling penting, dibutuhkan komunikasi yang baik agar anak merasa nyaman dan mau dilindungi oleh kita sebagai orangtuanya.
3. Bantu Anak untuk Merasa Aman dan Bahagia
Percayalah, saat anak merasa aman dan nyaman, ia pun bisa merasa bahagia. Perasaan bahagia ini faktanya juga memiliki peran yang besar bagi tumbuh kembang anak. Lalu bagaimana caranya untuk membantu anak merasa aman dan bahagia?
Hal utama yang perlu dilakukan tentu adalah kita, sebagai orang tua perlu lebih dulu merasa bahagia. Sebab, anak bahagia akan lahir dari orang tua yang bahagia. Selain itu, tentu saja dengan cara hadir secara utuh saat anak membutuhkan, dan banyak menghabiskan waktu bersama untuk bersenang-senang.
Faye mengatakan anak korban kekerasan memang sering kali datang dari keluarga yang tidak ‘hangat’ di mana orang tua tidak memiliki hubungan yang sehat.
“Selain faktor ekonomi, anak-anak korban kekerasan ini juga banyak dari keluarga yang hubungannya nggak sehat. Jarang menghabiskan waktu bersama keluarga. Bahkan, banyak juga anak-anak yang belum pernah merasakan tiup lilin saat ulang tahun. Jangankan tiup lilin, bahkan banyak juga anak-anak yang nggak tau ulang tahunnya kapan, lhi,” ujarnya.
Padahal, seperti yang dikatakan seorang psikolog bernama Ayoe Sutomo, M. Psi, saat anak bisa merayakan ulang tahun, bisa memotong kue dan meniup lilin membuat anak merasa istimewa, merasa mendapatkan perhatian dan perasaan disayang.
“Perasaan seperti ini penting bagi anak karena merupakan bagian fundamental yang memengaruhi bagaimana anak memandang dirinya dalam relasinya dengan lingkungan sekitar, baik ketika mereka masih bertumbuh hingga ketika dewasa nanti,” ujarnya.
Hal inilah yang akhirnya menggerakan DORÉ by LeTAO membantu anak-anak di Rumah Faye memiliki memori indah pertambahan usia karena merayakan ulang tahun memiliki pengaruh positif bagi perkembangan diri anak.
“Senang sekali DORÉ mau membantu anak-anak di Rumah Aman Faye untuk merayakan ulang tahun. Mereka pun merasakan prosesi memotong kue, mengucapkan harapan serta mimpi mereka sebelum mereka tiup lilin. Anak-anak pun terlihat bahagia karena perayaan terasa lebih spesial,” ujar Faye.
4. Cari Bantuan Jika Ada Tindak Kekerasan pada Anak
Apabila terbukti ada kekerasan yang dialami oleh anak baik dari orang terdekat maupun bukan, jangan ragu juga untuk melaporkan. Seperti melapor ke kepolisian terdekat.
Atau, apabila masih ragu, bisa juga hubungi yayasan sosial yang bergerak di ranah perlindungan anak seperti Rumah Faye untuk mendapat bantuan. Umumnya, Parents akan didampingi dan diberikan arahan terkait pelaporan kasus yang dialami.
5. Jadilah Teman Dekat yang Bisa Dipercaya oleh Anak
Seperti yang sudah dijelaskan Faye, untuk bisa melindungi anak dari kekerasan, orang tua perlu terlebih dahulu menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak. Jadilah teman dekat yang selalu bisa dipercaya oleh anak.
Caranya? Tak lain adalah dengan selalu mendengarkan cerita anak serta hargai setiap pendapatnya. Jangan takut juga untuk membuka percakapan atau diskusi tentang apa pun dengannya.
Belajar juga untuk melihat segala hal dari sudut pandang anak. Upayakan untuk tidak cepat mengkritik atau menghakiminya.
“Cara memberikan perlindungan terbaik bagi anak adalah dengan menjadi teman diskusinya. Yang penting, anak bisa menjalin komunikasi, bisa berdiskusi, dan tentunya ia merasa disayangi oleh orangtuanya,” pungkas Faye.
Nah, Parents, itulah beberapa informasi dan tips yang bisa Anda lakukan untuk mengatasi kekerasan pada anak. Perlakuan tersebut kerap terjadi di lingkungan terdekat anak, baik keluarga maupun sekolah. Maka, apabila hal tersebut terjadi, jangan ragu dan takut untuk melaporkan hal tersebut kepada pihak berwajib, ya.
***
Artikel telah diupdate oleh: Anna Nurjanah
Baca Juga:
Curhatan Seorang Perempuan: Ketika Aku Harus Memilih Menjadi Ibu Rumah Tangga
Doa Malam Katolik, Ajar Anak Ucap Syukur kepada Tuhan Setiap Hari
Sibuk Urus Dua Anak, Rahne Putri: “Jangan Lupakan Mimpimu Sendiri Sebagai Individu”
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.