Pelaksanaan imunisasi diberikan orangtua pada buah hati dengan tujuan si kecil terlindungi dari beragam penyakit. Secara medis, imunisasi terbukti efektif mencegah infeksi akibat penyakit menular yang rentan menyerang anak. Kendati begitu, tak menutup kemungkinan munculnya reaksi tubuh setelah imunisasi atau yang dikenal dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), seringkali membuat sejumlah orangtua khawatir.
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi atau KIPI merupakan reaksi yang tidak diinginkan pada tubuh seseorang, setelah pemberian vaksin atau imunisasi. Reaksi KIPI ini tergolong sangat jarang terjadi. Seringkali gejalanya ringan, namun juga ada yang mengalami gejala berat hingga menimbulkan dampak yang serius.
Adalah Muhammad Atharrazka Ashauqi, bayi berusia 2 bulan yang harus kehilangan nyawa akibat kondisi yang menyerang tubuhnya setelah mendapat imunisasi. Seorang Bunda membagikan kisah ini dalam forum aplikasi theAsianparent dan menarik perhatian Parents lainnya.
‘Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) merenggut nyawa bayiku’
“Hari itu pada 15 Januari 2020, pagi itu jam 07.30 ayah, ibu dan kakak Atthar (nama panggilan anak) membawa Atthar ke bidan untuk melakukan imunisasi polio dan DPT 1. Sampai di sana, Atthar ditimbang dengan berat badan 6,8 kg dan ditidurkanlah dia di kasur untuk diberi vaksin,” demikian cerita ini bermula.
Biasanya sebelum diimunisasi, anak akan dicek dulu suhu tubuh dan detak jantungnya. Tetapi kali ini tidak, vaksin langsung disuntikkan ke kaki kanan anakku. Aku tidak menaruh curiga. Semua berubah saat aku membawa pulang Atthar ke rumah dan ia menangis karena kakinya bengkak.
Keesokan harinya, bintik merah mulai timbul di perut anakku yang biasanya ceria ini. Aku hanya berpikir ini biang keringat biasa, jadinya tidak aku hiraukan.
“Siang harinya nenek dan kakaknya ibu Atthar datang. Saat itulah mereka heran kok bintik merahnya semakin banyak. Akhirnya, keluarga memutuskan membawa Atthar ke bidan. Waktu ibu melepas popok, kakinya muncul lebam merah dan biru. Ketika itu panik langsung menyeruak di benakku, aku bergegas menelepon suamiku. Aku segera membawa Atthar dan bidan bilang anakku alergi. Memang, aku mengasihi anakku diselingi susu formula, tetapi itu pun kalau aku sedang keluar rumah.
Saat itu bidan menyarankan agar Atthar dibawa ke dokter spesialis anak. Suamiku memastikan apakah kondisi anak kami ini masih oke, dan diiyakan oleh bidan. Aku memutuskan untuk membawanya kembali ke rumah karena hari itu sudah kemalaman.
Esok harinya, bintik kok semakin menjalar ke muka sehingga aku memutuskan membawa Atthar ke RS Sekarwangi dan mengunjungi dokter spesialis anak.
“Giliran Atthar tiba, ibu langsung masuk ke ruangan periksa dan menemui dokter. Ibu juga menanyakan apa iya ini alergi. Kata dokter bukan, karena alergi nggak akan seperti ini. Karena khawatir, ibu memutuskan untuk cek laboratorium. Kala itulah yang biasanya anakku tersenyum jika disuntik, Atthar menangis.
Setelahnya, aku membawa hasil lab ke dokter. Ketika itulah aku melihat raut wajah dokter kurang mengenakkan. Dokter mengatakan Atthar terkena ITP (Immun Trombositophenic purpura) yang membuat trombositnya menurun drastis.
Dokter juga menganjurkan donor darah agar trombositnya naik. Langsung kutanyakan apakah Atthar sakit karena imunisasi. Saat itu dokter mengiyakan, namun ia bilang kejadian seperti ini jarang terjadi.
Aku mengabarkan pada bidan kondisi anakku, tetapi bidan lagi-lagi mengelak dan menyalahkanku karena kualitas ASI ku rendah. Tak mau menunggu terlalu lama, keluarga bergegas mencari relawan yang mau mendonorkan darahnya untuk Atthar karena stok di PMI kabupaten kosong.
Sembari menunggu donor, perawat menyuntikkan jarum infus pada Atthar. Masalah datang karena ia masih terlalu kecil sehingga urat nadinya sulit dicari. Ia menjerit kesakitan karena suntikan selalu gagal.
“Perawat mengambil alat laser untuk mencari uratnya, saat dilaser perawat bilang uratnya sudah gak karuan. Akhirnya berhasilah Atthar diinfus di kaki kanan dan saat itu keadaannya semakin memburuk. Tubuh semakin lebam dan Atthar terlihat lemas”.
Kondisi anakku semakin menurun
“Donor kantong pertama, Atthar sempat tertidur pulas. Masuk kantong kedua, dipasangkanlah kantong kedua dan baru setengahnya anakku menangis sejadi-jadinya. Aku tersentak, belum pernah aku melihat anakku menangis seperti itu.
Aku ikut lemas. Kubisikkan ke telinganya, ‘nak, sembuh ya. Maafin mbu ya dek. Kuat ya, adek harus sehat’. Aku masih menggendongnya. Setelah itu Atthar menjerit seperti kejang, lalu keluarlah darah dari hidung dan mulutnya. Atthar lalu dibaringkan untuk mendapatkan oksigen.”
“Melihat Athar diberi oksigen sambil menangis dari jam 10 sampai jam 1 malam, total 3 jam anak bayi merasakan sesak sambil menagis sangat membuat hancur hati siapa pun yang melihatnya.
Saat jam 1 napas anak tidak terlalu sesak dan terlihat baik sehingga membuat keluarga berpikir napasnya sudah stabil. Dan kami melihat jarak napasnya semakin pendek dan saat 2 napas terakhir, dia menghela napas dan saat napas terakhir Atthar mengeluarkan darah dari hidung dan mulut, jantungnya berhenti berdetak. Ibu bergegas memanggil semua perawat. Dokter pun datang dan memberi dia oksigen khusus. Saat di oksigen, yang keluar darah, darah, dan darah”.
Dokter menyerah, lalu berkata Atthar telah tiada. Seolah kehabisan airmata, hatiku sangat hancur dan kami membawa Atthar pulang. Saat suamiku mengurus semua administrasi, perawat dan dokter berkata sejak awal kecil kemungkinan anak kami untuk bertahan. Mereka sudah berusaha semaksimal mungkin melakukan yang terbaik.
Kendati anakku selamat pun, kedepannya ia harus terus menjalani donor darah. Nantinya saat tumbuh besar, ia pantang capek. Kepalanya pun tidak bisa terbentur karena sekali terjadi bisa mengakibatkan perdarahan otak.
Saat itu otakku seperti tak bisa berpikir.
Gejala yang perlu Anda ketahui
Dalam hal ini dr. Karlina Lestari, medical editor dari SehatQ memaparkan, bahwa dalam sebuah penelitan yang dipublikasikan di
National Center for Biotechnology Information memang telah dijelaskan jika salah satu efek samping vaksin atau disebut KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) adalah ITP.
“Mengapa bisa terjadi? Hal ini berkaitan dengan reaksi imunitas. Namun, kasus ini sangat jarang terjadi. ITP adalah penyakit yang menyebabkan tubuh rentan berdarah dan memar akibat rendahnya jumlah trombosit atau sel keping darah.
“Namun, jangan sampai kasus yang jarang terjadi ini malah membuat Bunda ragu untuk memvaksin anak. Justru ketika anak tidak divaksin, kerugiannya akan lebih banyak. Anak akan menderita sakit yang lebih parah bila dibandingkan dengan anak yang sudah menerima vaksin. Ikuti anjuran dokter mengenai apa saja hal yang harus dipantau setelah anak divaksin.”
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi atau KIPI merupakan salah satu reaksi tubuh yang tidak diinginkan dari seorang pasien, yang muncul setelah pemberian vaksin atau imunisasi.
Perlu diketahui, reaksi KIPI setelah imunisasi tidak selalu terjadi pada semua orang. KIPI yang sifatnya ringan ditandai dengan nyeri, kemerahan, dan bengkak di area tubuh yang diinjeksi.
Sementara itu, gejala berat dapat menimbulkan dampak serius dan menyebabkan reaksi alergi berat terhadap kandungan vaksin, menurunkan trombosit, menyebabkan kejang, dan hipotonia. Inilah yang dialami oleh Atthar. Namun, hal ini tergolong kondisi langka.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, terdapat beberapa faktor yang membuat seseorang mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi, antara lain:
- KIPI akibat reaksi produk – terjadi akibat reaksi imun terhadap salah satu atau beberapa kandungan yang ada dalam vaksin, contoh pembengkakan otot setelah vaksin DPT;
- KIPI akibat kecacatan produk – munculnya KIPI berkaitan dengan kualitas produk yang tidak sesuai dengan standar pembuatan vaksin oleh produsen vaksin. Misanya, vaksin polio dengan kandungan virus yang masih aktif sehingga dapat menimbulkan polio paralisis;
- KIPI akibat kesalahan proses imunisasi – gejala KIPI yang disebabkan kesalahan dalam proses penanganan, penyimpanan, dan penggunaan vaksin. Misalnya, adanya kuman yang ikut tercampur saat injeksi sehingga mengakibatkan infeksi;
- KIPI akibat respon kecemasan – terjadi saat seseorang yang akan diimunisasi terlalu cemas. Pada orang dewasa, efeknya tergolong ringan. Berbeda jika anak mengalami cemas akan membuat ia pusing, hiperventilasi, nyeri, sensasi tak nyaman pada mulut dan tangan, hingga pingsan;
- KIPI akibat kejadian koinsidental – merupakan kejadian yang diduga sebagai KIPI, tapi tidak berkaitan dengan vaksin ataupun proses pemberian imunisasi. Gejala tersebut kemungkinan sudah ada sebelum seseorang menerima imunisasi tapi baru menimbulkan gejala jelang pemberian imunisasi.
Setelah imunisasi, penting bagi Parents senantiasa memantau kondisi tubuh si kecil. Setiap anak memiliki reaksi berbeda yang muncul beberapa menit hingga jam setelah imunisasi. Segera konsultasikan dengan dokter jika buah hati Anda mengalami gejala serius.
Sumber: Aplikasi theAsianparent, The Immunisation Advisory Centre
Baca juga :
"Janinku hanya bertahan 11 minggu, aku merasa gagal," curahan hati ibu keguguran
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.