Kekerasan atau KDRT pada anak yang dilakukan oleh orangtua kandung terjadi di Singapura. Akibat perbuatan tersebut, Ridzuan Rahman (27) dan istrinya yang bernama Azlin Arujunah (27) dibawa ke Pengadilan Tinggi pada Selasa, 12 November lalu, untuk diadili.
Pasangan muda tersebut diduga telah berbuat berbagai kekerasan seperti menyiram anak mereka dengan air panas hingga mengurungnya di sebuah kandang kucing.
KDRT pada anak: Mengapa orangtua bisa melakukan kekerasan pada anak kandung?
Ridzuan dan Azlin sebenarnya sudah menjadi terdakwa dan melakukan percobaan pembunuhan pada anak laki-lakinya pada Oktober 2016 lalu. Jaksa memberikan argumen bahwa pasangan tersebut mulai melakukan kekerasan pada Juli, 2016 lalu.
Anak laki-laki berusia 5 tahun yang menjadi korban kekeran mereka pada akhirnya meninggal karena luka parah pada tanggal 23 Oktober di tahun yang sama.
Menurut data yang dipaparkan oleh pihak kejaksaan, pasangan tersebut diduga telah menyiram anak mereka dengan air panas pada bagian kaki, tangan, dada, serta perutnya. Tak hanya itu, mereka juga diduga telah melakukan penyiksaan dengan mengurung bocah malang tersebut di kandang kucing yang sempit.
Sumber foto: Dokumentasi pengadilan/straitstimes.com
Data tersebut selaras dengan kesaksian dokter yang menangani kondisi anak malang itu. Dokter tersebut menemukan bahwa sepertiga tubuh anak itu ditutupi oleh luka bakar.
Tak hanya itu, ditemukan juga tanda-tanda penganiayaan fisik berupa luka di kepala dan wajah, patahnya tulang hidung, serta beberapa memar di anggota tubuh korban.
Wakil Jaksa Penuntut Umum Tan Wen Hsien mengatakan kepada pengadilan bahwa ini merupakan kasus yang perlu ditindak tegas.
“Ini adalah kekerasan yang tragis dan orang-orang yang melakukan hal ini perlu diadili. Ini bukan saja menyakiti fisiknya, tapi juga keadaan psikologis anak,” ungkap Tan Wen.
Sempat terlilit masalah finansial
Ketika berusia satu bulan, bocah malang tersebut sempat dirawat dan dibesarkan oleh teman sang ibu kandung yang bernama Zufarina. Pasalnya, Azlin dan Ridzuan tidak sanggup merawat anak kandung mereka karena kesulitan ekonomi. Keduanya merasa tidak sanggup menghidupi buah hati mereka karena tidak memiliki pekerjaan sebagai sumber pemasukan.
Menurut data dari pengadilan, Zufarina merawat bocah tersebut seperti anaknya sendiri dan terkadang mempertemukan anak tersebut dengan Azlin dan Ridzuan. Pada 2015, Zufarina mengembalikan anak laki-laki tersebut untuk hidup bersama dengan kedua orangtua kandungnya lagi.
Telat dibawa ke rumah sakit
Ada banyak perlakukan kasar yang diberikan pasangan muda tersebut pada anak kandungnya. Sekitar 21 dan 22 Oktober, bocah malang itu diduga dikurung di kandang kucing.
Pada pukul 12 di tanggal 22, Azlin ingin memandikan anaknya tetapi ia menolak melepas celana pendek. Puncaknya, mereka pun melakukan kekerasan. Ridzuan menyiram bocah tersebut dengan air panas, hingga korban terjatuh dan tidak sadarkan diri di lantai kamar mandi.
Jaksa penuntut menduga, Ridzuan dan Azlin tidak segera membawa anak mereka ke rumah sakit. Mereka takut ditangkap karena melakukan KDRT pada anak kandungnya. Setelah enam jam dibiarkan, akhirnya pasangan tersebut memutuskan membawa anaknya ke rumah sakit.
“Bahkan Azlin sempat mengakui bahwa jika ia tidak membawa anaknya ke rumah sakit, bocah tersebut akan meninggal. Tapi, kalau dia dan suaminya membawa anak mereka ke rumah sakit, merekalah yang akan ‘mati’ karena ketahuan melakukan kekerasan,” ungkap wakil jaksa penuntut seperti yang dilansir dari Mothership.
Hasil pemeriksaan
Bocah laki-laki itu kemudian dibawa ke KK Women’s and Childern’s Hospital. Setelah melalui beberapa tes, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa anak tersebut meninggal karena:
- Mengalami luka bakar pada sepertiga tubuhnya
- Dehidrasi
- Cedera ginjal akut
- Anemia dan defisiensi zat besi
Karena hal tersebut, Ridzuan ditangkap di hari yang sama ketika anaknya meninggal dunia. Sedangkan Azlin ditangkap sehari setelahnya, yakni pada 25 Oktober 2016.
Pemeriksaan kejiwaan
Kedua pasangan tersebut melakukan pemeriksaan kejiwaan dan Azlin dinilai sedang dalam kondisi mood depresif yang mengakibatkan ia melakukan tindakan kekerasan.
Di sisi lain, Ridzuan menderita beberapa kondisi seperti Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), Ganggguan Ezplosive Intermiten (IED), dan hypnotic use disorder.
Kondisi kejiwaan tersebut juga yang menjadi perdebatan selama proses peradilan. Pihak penuntut menyatakan bahwa kondisi Azlin tetap perlu bertanggung jawab atas kematian korban, serta hubungan sebab-akibat antara gangguan yang dialami Ridzuan dan perilaku menyimpangnya.
Proses hukum masih berlanjut. Jika keduanya dinyatakan bersalah karena melakukan KDRT pada anak, maka mereka akan menerima hukuman mati dan cambuk.
Penyebab orangtua melakukan KDRT pada anak
Penyebab orangtua melakukan kekerasan pada anak merupakan hal yang kompleks. Hal ini karena berkaitan dengan banyak faktor seperti faktor psikologis dan juga lingkungan, sehingga mungkin penyebabnya akan sulit terdeteksi.
Meski demikian, berikut merupakan beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko pada orangtua untuk menyakiti anaknya sendiri:
- Pengalaman masa kecil. Misalnya, pernah ditelantarkan atau menerima tindakan kekerasan juga semasa kecilnya.
- Terpengaruh minuman dan obat-obatan terlarang seperti narkoba.
- Keadaan psikologis atau penyakit mental seperti depresi, kecemasan, Post Traumatic Disorder (PTSD), dan sebagainya.
- Hubungan orangtua dan anak yang buruk.
- Tekanan sosial dan ekonomi.
- Kurangnya dukungan dari anggota keluarga lain.
- Kurangnya pemahaman mengenai pengasuhan anak.
- Merawat anak dengan cacat fisik atau pun mental.
- Stres akibat permasalahan keluarga lainnya seperti perceraian dan hubungan keluarga yang tidak harmonis.
Cara mencegah diri agar tidak melakukan KDRT pada anak
Tidak dapat dipungkiri, menjadi orangtua merupakan perjalanan hidup yang kadang terasa manis dan juga pahit. Pada saat-saat tertentu, mungkin Parents akan merasa lelah karena mengasuh anak.
Jika rasa lelah dan stres tersebut mendorong Anda untuk berniat melakukan kekerasan pada si kecil, cobalah lakukan beberapa langkah berikut ini:
- Pahami dan renungkan perasaan sendiri. Jika muncul rasa takut untuk menyakiti, tidak ada salahnya untuk menitipkan anak terlebih dahulu kepada keluarga terdekat dan berikan waktu untuk menenangkan diri.
- Cari bala bantuan dari keluarga atau kerabat terdekat. Ungkapkan perasaan dan apa yang membuat Anda stres sehingga ada pikiran menyakiti anak. Usahakan untuk tidak memendam masalah seorang diri.
- Hubungi ahli. Misalnya seperti psikolog, psikiater, atau bahkan organisasi perlindungan anak untuk mencari solusi.
Parents, anak merupakan anugrah yang Tuhan berikan kepada kita dalam kehidupan. Merawat serta mengasuh mereka tentunya bukanlah hal mudah.
Selalu ingat, Anda tidak perlu menjadi orangtua yang sepenuhnya sempurna, kok. Karena pada dasarnya, dengan menjadi orangtua, kita juga belajar untuk ikut bertumbuh bersama anak.
Oleh karena itu, jika Anda sudah merasa kesulitan dan tengah dalam tahap jenuh, tidak ada salahnya meminta bantuan pada orang-orang di sekitar. Hal ini akan sangat membantu dalam mencegah tindakan kekerasan pada anak.
Semoga kejadian kekerasan pada anak tidak terjadi lagi, ya!
***
Baca juga:
Membangun Benteng untuk Menghadapi Kekerasan pada Anak
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.