Parents mungkin kerap dengar istilah meatless meal atau kebiasaan orang-orang yang jarang makan daging. Apakah itu?
Sebenarnya gaya hidup ini bukan hal yang khusus di masyarakat Indonesia yang mempunyai beragam sumber produk protein nabati (dari tumbuhan), mulai dari tempe, tahu, hingga beragam jamur lainnya.
Kita juga biasa memvariasikan menu makanan kita dengan sumber protein nabati lain seperti kacang-kacangan, lentil, lengkap dengan beragam sayuran. Protein nabati ini cenderung lebih murah dan menawarkan lebih banyak manfaat kesehatan daripada daging.
Namun, benarkah demikian? Mari kita simak beberapa fakta tentang meatless meal atau kebiasaan jarang makan daging ini.
Artikel terkait: 5 Bahaya Diet Tanpa Nasi, Benarkah Bisa Bikin Koma Seperti Juwita Bahar?
Kebiasaan Mengurangi Makan Daging, Baik Atau Buruk?
1. Jarang Makan Daging, Jantung Berpotensi Lebih Sehat
Sebagaimana disarikan dari Mayo Clinic, pola makan nabati akan mengedepankan konsumsi buah-buahan, sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, polong-polongan dan kacang-kacangan. Sumber makanan tersebut kaya akan serat, vitamin, dan nutrisi lainnya.
Orang yang jarang makan daging atau yang menerapkan gaya hidup vegetarian umumnya mengonsumsi lebih sedikit kalori dan lebih sedikit lemak, sehingga bisa mengontrol potensi obesitas, dan memiliki risiko penyakit jantung yang lebih rendah daripada yang sering makan daging.
Artikel terkait: Jangan lakukan! Ini 4 kesalahan yang sering dilakukan saat diet
2. Terlalu Banyak Makan Daging Merah, Tingkat Kematian Lebih Tinggi
Daging merah
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang makan daging merah memiliki peningkatan risiko kematian akibat penyakit jantung, stroke, atau diabetes. Daging olahan juga meningkatkan risiko kematian akibat penyakit ini.
3. Jarang Makan Daging, Sistem Pencernaan Lebih Lancar
Aviria Ermamilia, ahli gizi dari Universitas Gadjah Mada mengatakan sejumlah survei menyebutkan angka konsumsi daging sapi Indonesia hanya sekitar 2-3 kilogram per kapita per tahun.
Meski demikian, Aviria menilai konsumsi daging merah yang sedikit ini tidak selalu menjadi hal yang buruk, tergantung kondisi kesehatan seseorang.
Manfaat yang dirasakan jika jarang makan daging merah adalah pencernaan lebih lancar, menurunkan risiko peradangan dan potensi diabetes.
4. Yang Menarik dari Menjadi Flextarian
Foto: Instagram/mtwfood
Istilah “flexitarian” telah diciptakan untuk menggambarkan seseorang yang mengonsumsi sebagian besar makanan nabati, tetapi kadang-kadang masih makan daging, unggas dan ikan.
Gaya hidup sehat semacam itu juga merupakan inti dari diet Mediterania yang membatasi daging merah dan menekankan konsumsi buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian dan lemak sehat.
Gaya hidup ini telah terbukti mengurangi risiko penyakit jantung dan kondisi kronis lainnya.
Artikel terkait: Busui ingin diet yang aman? Ikuti tips dari pakar gizi berikut ini!
5. Daging Merah Tetap Penting untuk Anak
Meski demikian, konsumsi daging merah (daging kambing, sapi) tidak langsung menjadi hal buruk. Daging tetap dibutuhkan untuk pertumbuhan. Hal ini seturut dengan pedoman konsumsi gizi seimbang dari Kementerian kesehatan yang menyebutkan pentingnya mengonsumsi lauk pauk dengan kadar protein tinggi.
Pedoman gizi seimbang adalah semakin beragam lauk maka semakin baik. Daging merah memiliki kolestrol dan lemak yang diperlukan untuk anak, namun harus dibatasi pada orang dewasa.
6. Daging Putih Lebih Ramah untuk Tubuh
Daging putih, seperti ikan, daging ayam, bebek, burung, dan unggas lainnya mempunyai kandungan lemak dan lemak jenuh lebih rendah, serta lebih sedikit kalori dibanding daging yang berasal dari sapi dan domba. Hal ini yang menyebabkan daging putih lebih ramah kolesterol untuk tubuh manusia.
7. Daging Merah vs Daging Putih, Penting Mana?
Peran daging merah (kambing, sapi) adalah menjaga tubuh dari anemia. Sementara, fungsi daging putih (ikan, ayam) adalah untuk menjaga kolesterol tubuh. Keduanya tetap penting untuk jadi pertimbangan di menu sehari-hari.
Jadi, Parents tetap penting untuk memerhatikan menu masakan sehari-hari dengan variasi lauk dan sayur, baik daging merah, daging putih, atau juga sumber protein nabati, dalam rangka memenuhi dan melengkapi kebutuhan nutrisi sekeluarga.
Semoga bermanfaat!
Artikel telah ditinjau oleh:
dr. Gita Permatasari
Dokter Umum dan Konsultan Laktasi
Jika Parents ingin berdiskusi seputar pola asuh, keluarga, dan kesehatan serta mau mengikuti kelas parenting gratis tiap minggu bisa langsung bergabung di komunitas Telegram theAsianparent.
Baca juga:
Bahan kosmetik aman untuk ibu menyusui, catat baik-baik Bun!
Benarkah pakai KB bisa mengganggu produksi ASI? Ini kata dokter!
Dari Daun Torbangun Hingga Bunga Pisang, Ini Ragam Makanan Peningkat Produksi ASI yang Tak Banyak Diketahui
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.