Dalam pernikahan, perceraian menjadi hal yang sangat penting untuk dihindari ya, Parents. Meski demikian, beberapa pasangan tidak dapat menghindari hal tersebut dan akhirnya mencari tahu bagaimana hukum perceraian di Indonesia.
Perceraian dikenal sebagai sebab utama putusnya ikatan pernikahan.
Namun, hal tersebut berbeda dengan putusnya ikatan pernikahan akibat kematian. Dengan kata lain, perceraian dilakukan berdasarkan alasan-alasan tertentu.
Selama proses perceraian dilakukan, baik itu di Pengadilan Agama atau Negeri, ada baiknya jika pihak penggugat dan tergugat didampingi advokat atau pengacara.
Berikut ini penjelasan singkat mengenai hukum perceraian di Indonesia serta prosesnya.
Artikel Terkait: Mau Mengurus Perceraian di Pengadilan Agama, Begini Caranya
Hukum Perceraian di Indonesia
Beberapa undang-undang yang mengatur perihal perceraian adalah UU Nomor 1 Tahun 1974 mengenai perkawinan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
Dari peraturan tersebut, dimungkinkan dari salah satu pihak untuk melakukan gugat cerai. Baik itu dari pihak suami atau bahkan istri.
Namun, ada perbedaan yang ditunjukkan dari penganut agama Islam dengan agama lainnya.
Untuk pasangan muslim, perceraian dapat dimulai dengan melakukan permohonan talak dari suami. Sedangkan dari pihak istri dapat mengajukan gugat cerai. Hal tersebut kemudian didaftarkan melalui pengadilan agama.
Sementara itu, untuk pasangan non muslim, dapat mengajukan gugat cerai pada pengadilan negeri.
Syarat Perceraian Berdasarkan Hukum di Indonesia
Karena perceraian termasuk dalam salah satu hal yang sangat vital bagi sebuah ikatan pernikahan. Tentunya syarat yang dibutuhkannya pun tercantum dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974. Lebih tepatnya pada pasal 39 :
1. Perceraian hanya dapat dilakukan pada sidang perceraian. Hal tersebut terjadi apabila pihak pengadilan tidak dapat mendamaikan kedua belah pihak.
2. Perceraian dapat dilakukan dengan alasan yang cukup kuat. Seperti halnya tidak dapat lagi menjalani hidup rukun sebagai pasangan.
3. Untuk tata cara dari sidang pengadilan pun diatur secara khusus melalui aturan perundang-undangan.
Dari penjelasan di bagian atas tadi dapat Parents lihat bahwa perceraian harus dilakukan secara langsung di depan pengadilan.
Baik itu untuk pasangan muslim di depan pengadilan agama dan pasangan non muslim di pengadilan negeri.
Meskipun keduanya dinyatakan sama dan tidak terlalu jauh berbeda.
Namun, tentunya ada beberapa syarat serta ketentuan yang membedakan keduanya. Baik itu pada pasangan muslim atau bahkan non muslim.
Pada PP Nomor 9 Tahun 1975 telah diatur mengenai tata cara perceraian.
Namun selain hal tersebut, ada pula penjelasan lainnya. Hal tersebut berkaitan dengan penjelasan dari alasan perceraian itu sendiri.
Berikut ini adalah beberapa alasan perceraian yang disebutkan dalam PP tersebut:
1. Baik istri atau bahkan suami telah berbuat zina atau menjadi sosok penjudi, pemabuk dan lainnya yang sulit untuk disembuhkan.
2. Meninggalkan pasangannya selama 2 tahun berturut-turut. Hal tersebut dilakukannya tanpa izin dan juga tanpa adanya alasan yang sah.
3. Mendapatkan hukuman penjara selama 5 tahun atau bahkan hukuman lainnya yang lebih berat setelah pernikahan dilakukan.
4. Melakukan kekejaman atau bahkan penganiayaan yang membahayakan salah satu pihak lainnya.
5. Mendapati cacat badan atau penyakit yang membuatnya tidak dapat menjalankan kewajibannya. Baik itu sebagai seorang suami atau bahkan istri.
6. Terjadi perselisihan atau bahkan pertengkaran secara terus menerus. Sehingga mengakibatkan tidak adanya kemungkinan untuk hidup rukun kembali.
Artikel terkait: Aturan Hukum Tentang Hak Asuh Anak dalam Perceraian
Perceraian Pada Pasangan Muslim
Foto: Umma.id
Untuk pasangan muslim, yang mana salah satu pihaknya ingin bercerai. Tentunya ia pun harus tunduk pada KHI atau Kompilasi Hukum Islam, Parents. Hal ini sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991.
Berdasarkan KHI terdapat dua istilah yang digunakan pada perceraian tersebut. Dua istilah tersebut adalah cerai talak serta cerai gugat.
Hal tersebut bahkan telah dipertegas dalam pasal 116 KHI.
Untuk cerai talak dikenal sebagai jenis cerai yang dijatuhkan pada istri di depan pengadilan.
Hal tersebut tentunya dilakukan sesuai dengan hukum Islam. Dalam pasal 117 KHI talak juga dinyatakan sebagai salah satu sebab putusnya ikatan pernikahan.
Sementara itu, mengacu pada aturan PP No. 9 di bagian atas tadi, bagi pihak suami yang menikah dengan cara Islam dan berniat untuk menceraikan istrinya.
Maka, ia harus mengajukan surat pemberitahuan disertai dengan alasannya.
Setelah itu, pihak pengadilan agama akan mempelajari surat tersebut. Dalam kurun waktu paling lambat selama 30 hari, pengadilan akan memanggil pasangan tersebut dan meminta penjelasan tentang maksud perceraian.
Sementara itu, jika dilihat dari kacamata Hukum Negara Indonesia, cerai talak tersebut hanya akan diakui apabila hal tersebut dilakukan di Pengadilan Agama.
Adapun bentuk ucapan talak yang dilakukan di luar Pengadilan Agama hanya dianggap sah berdasarkan hukum agama saja.
Merujuk pada hal tersebut, tentunya cerai talak yang dilakukan di luar dari pengadilan agama. Menjadikan ikatan perkawinan di antara suami dan istri tersebut masih terjalin. Dengan kata lain belum terputus, utamanya jika dilihat dari aturan negara.
Maka, untuk cerai gugat tentunya hanya dapat dilakukan oleh pihak istri. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang terdapat pada pasal 132 KHI. Aturan tersebut berkaitan dengan pihak yang meninggalkan tempat tinggal keduanya.
Artikel terkait: Waspada, Ini 10 Ciri-ciri Rumah Tangga di Ambang Perceraian
Perceraian pada Pasangan Non-Muslim
Sesuai dengan pasal 20 ayat 1 dari PP nomor 9 tahun 1975, bahwa gugat cerai bagi pasangan non muslim dapat dilakukan pada pengadilan negeri.
Hal tersebut juga harus dilakukan melalui pengadilan di sekitar tempat tinggalnya.
Artinya, bagi suami yang ingin menggugat cerai istrinya, ia harus mengajukan permohonan perceraian pada pengadilan yang berada di wilayah tempat tinggal istrinya.
Akan tetapi, apabila pihak tergugat tidak diketahui dengan pasti di mana keberadaannya, maka pihak penggugat dapat mengajukan permohonan tersebut pada pengadilan yang ada di kawasan sekitar rumahnya.
Karena proses permohonan perceraian ini dilakukan pada tingkat pertama, banyak orang yang bertanya mengenai lamanya proses perceraian tersebut. Proses tersebut umumnya dilakukan dalam kurun waktu sekitar 6 bulan.
Sementara itu, proses pemeriksaan umat cerai itu sendiri paling lambat akan diperiksa dalam waktu 30 hari.
Setelah itu, baru ditentukan tanggal persidangan untuk proses pemeriksaan gugat cerai tersebut.
Hal yang perlu diperhatikan adalah tenggang waktu dari proses pemanggilan hingga diterimanya surat tersebut.
Karena banyak pihak tergugat atau penggugat yang ada di luar negeri, tentunya proses pengadilan akan membutuhkan waktu lama dan paling lambat sekitar 6 bulan.
Syarat yang Wajib Ditaati Saat Menggugat Cerai
Syarat Administrasi
1. Surat nikah asli.
2. Fotokopi surat nikah 2 (dua) lembar, masing-masing dibubuhi materai, kemudian dilegalisasi.
3. Fotokopi kartu tanda penduduk (ktp) terbaru penggugat.
4. Fotokopi kartu keluarga (kk).
5. Surat gugatan cerai sebanyak tujuh rangkap.
6. Panjar biaya perkara.
Syarat Khusus
1. Surat keterangan tidak mampu dari kelurahan, atau kartu BLT/BLSM atau Askin, jika ingin berperkara secara prodeo (gratis/cuma-cuma).
2. Surat izin perceraian dari atasan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
3. Duplikat akta nikah, jika buku nikah hilang atau rusak (dapat diminta di KUA).
4. Fotokopi akta kelahiran anak dibubuhi materai, jika disertai gugatan hak asuh anak.
5. Jika tidak bisa beracara karena sakit parah atau harus berada di luar negeri selama persidangan, penggugat dapat menggunakan jasa advokat atau surat kuasa insidentil.
Kemudian, hal-hal lain yang perlu diantisipasi untuk perlengkapan persyaratan gugatan yaitu apabila bersamaan dengan gugatan perceraian diajukan juga gugatan terhadap harta bersama.
Untuk itu, perlu disiapkan bukti-bukti kepemilikan, seperti sertifikat tanah (apabila atas nama penggugat/pemohon), BPKB (Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor)/STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) untuk kendaraan bermotor, kuitansi, surat jual-beli, dan lain-lain atas nama penggugat.
Artikel Terkait: Memilih Pisah, Ini Aturan Hukum Tentang Hak Asuh Anak dalam Perceraian
Nah, itu dia penjelasan mengenai hukum perceraian hingga syaratnya yang berlaku di Indonesia.
Semoga bermanfaat!
***
Baca juga:
6 Syarat Mengajukan Perceraian, Ketahui Sebelum ke Pengadilan
Apakah Lama Berpisah Otomatis Cerai? Ini Penjelasan dalam Islam
Mantap Ingin Berpisah? 6 Langkah Mengajukan Cerai Beserta Biaya yang Diperlukan
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.