X
theAsianparent Indonesia Logo
theAsianparent Indonesia Logo
kemendikbud logo
Panduan ProdukMasuk
  • Kehamilan
    • Kalkulator perkiraan kelahiran
    • Tips Kehamilan
    • Trimester Pertama
    • Trimester Kedua
    • Trimester Ketiga
    • Melahirkan
    • Menyusui
    • Kehilangan bayi
    • Project Sidekicks
  • Artikel Premium
  • Breastfeeding Week 2023
  • Cari nama bayi
  • Perawatan Ibu dan Bayi
  • Kulit Bayi
  • Rangkaian Edukasi
    • Pengasuhan Anak
    • Edukasi Prasekolah
    • Edukasi Sekolah Dasar
    • Edukasi Remaja
  • TAPpedia
  • TAP Rekomendasi
  • Anak
    • Bayi Baru Lahir
    • Bayi
    • Balita
    • Prasekolah
    • Anak
    • Praremaja & Remaja
  • Parenting
    • Keluarga
    • Pernikahan
    • Seks
    • Berita Terkini
  • Kesehatan
    • COVID-19
    • Info Sehat
    • Penyakit
    • Vaksinasi
    • Kebugaran
  • Gaya Hidup
    • Korea Update
    • Hiburan
    • Travel
    • Fashion
    • Kebudayaan
    • Kecantikan
    • Keuangan
    • Marvelous Asian Mums Special 2021
  • Nutrisi
    • Resep
    • Makanan & Minuman
    • Sarapan Bergizi
  • Belanja
  • Ayah manTAP!
    • Kesehatan Ayah
    • Kehidupan Ayah
    • Aktivitas Ayah
    • Hobi
  • VIP
  • Awards
    • TAP x Tokopedia Awards 2023

Mengenal Hikikomori, Budaya Isolasi Diri Ekstrim Generasi Muda Jepang

Bacaan 5 menit
Mengenal Hikikomori, Budaya Isolasi Diri Ekstrim Generasi Muda Jepang

Terkenal tak hanya kedisiplinan, anak muda Negeri Sakura punya cara sendiri dalam menyikapi kegagalan.

Mendengar Jepang, kebanyakan orang akan langsung terbayang kulinernya yang menggiurkan dan kedisiplinan masyarakat tinggi. Faktanya, budaya Jepang juga unik. Hikikomori adalah salah satu budaya yang mengakar sekaligus menjadi sorotan karena dinilai ekstrim.

Fenomena ini bahkan sudah dikategorikan ‘penyakit’ sosial yang mewabah populasi di Jepang. Mirisnya, sebagian besar penderitanya adalah anak muda. Seperti apa budaya ini sebenarnya?

Hikikomori adalah Budaya Jepang yang Diwaspadai

Mengutip laman The Conversation, hikikomori merupakan fenomena menarik diri ekstrim yang bermula pada 1990 silam. Momen ini adalah periode ketika Jepang tengah mengalami kesulitan ekonomi, sehingga banyak anak muda yang terhambat mencapai impiannya.

Hikikomori adalah Budaya Jepang yang Diwaspadai

Tidak ingin menanggung rasa malu, mereka pun memilih ‘menghilang’ dari muka bumi. Oleh psikiater Jepang Profesor Tamaki Saito, fenomena ini disebut hikikomori (hiki berarti menarik dan komori bermakna berada di dalam).

Kala itu, fenomena tersebut masih dianggap wajar dan tidak dikategorikan sebagai penyimpangan kondisi mental. Merujuk data yang ada, setidaknya terdapat 1,2% populasi di Jepang yang melakukannya. Besar kemungkinan, angka ini telah meningkat terlebih tengah pandemi seperti sekarang ini.

Bahkan, fenomena ini telah merambah ke belahan dunia lain. Mereka sebagai pelaku hikikomori memiliki beberapa ciri. Yaitu menarik diri dari kehidupan sosial, bahkan mengisolasi diri di kamar bertahun-tahun lamanya. 

Seorang pakar hikikomori, Dr Takahiro Kato pernah mengalami masalah ini pada masa remajanya. Hal itu yang memicu Dr. Kato tertarik meneliti dan ingin menyingkirkan fenomena ini dari generasi muda Jepang.

Dr Kato mempelajari hikikomori di Universitas Kyushu, Fukuoka. Ia telah melihat beberapa kasus parah yang diderita para pria berusia 50-an yang sudah menarik diri dari kehidupan sosial selama 30 tahun!

Para penderitanya tidak hanya menolak kontak dengan teman dan keluarga, tetapi lebih dari itu. Menyedihkan karena orang yang melakoni gaya hidup seperti ini adalah orang yang cerdas dan memiliki intelektualitas tinggi.

“Saya sangat khawatir karena kini sekitar satu persen dari populasi Jepang mengidap hikikomori atau gangguan sejenisnya. Sebagian besar dari mereka adalah lulusan universitas sehingga sangat berpengaruh terhadap perekonomian negeri ini. Sejumlah penderita adalah lulusan universitas ternama dan ini sangat menyedihkan,” tutur Dr. Kato.

Artikel terkait: Mengenal Konsep Ikigai, Filosofi Hidup Bahagia ala Orang Jepang

Hikikomori Adalah Sarana Menghilangkan Trauma

Hikikomori adalah Budaya Jepang yang Diwaspadai

Riset menunjukkan bahwa hikikomori dijadikan medium oleh anak muda Jepang untuk meredakan rasa malu akibat trauma. Sebut saja kegagalan dalam ujian, atau tidak mendapatkan pekerjaan idaman.

Hal ini disebabkan akar kuat di Jepang menekan orang yang ‘berbeda’ sehingga menimbulkan rasa malu mendalam. Contohnya adalah Yuto Onishi (18) asal Tokyo yang sudah mengurung diri di kamarnya selama hampir tiga tahun.

Ia akhirnya menyadari hal itu tidak benar dan mulai mencari pengobatan enam bulan lalu. Selama masa ‘menghilang’ tersebut, Yuto menghabiskan hari di kamar tidur berselancar di internet. Sisa waktu di malam hari ia gunakan untuk membaca komik manga Jepang.

Selama mengurung diri, Yuto tak pernah berbicara dengan orang lain. Saat memulai terapi, Yuto mengatakan bahwa kondisinya kemungkinan dipicu sebuah insiden saat dia duduk di bangku SMP yaitu gagal menjadi juara kelas.

Dr Kato menegaskan, lingkungan sekitar memberikan kontribusi terhadap munculnya hikikomori yang paling banyak menghinggapi keluarga kelas menengah.

“Kondisi ini sangat jarang menimpa keluarga miskin. Keluarga kelas menengah adalah kelompok yang paling rentan menderita hikikomori,” ujar Kato. Hal ini semakin diperparah dengan orangtua yang bukannya menarik anak ‘keluar’, namun mendukung keputusan anak-anak mereka.

“Jepang sangat berbeda dengan masyarakat Barat. Sebagai contoh, hubungan ibu dan anak sangat berbeda. Orangtua Jepang terlalu melindungi anak-anak mereka. Oleh karenanya, beberapa orang sangat sulit menjadi mandiri. Itulah mengapa jumlah kasus hikikomori di Jepang sangat tinggi,” imbuh Dr. Kato.

Artikel terkait: 7 Cara Orang Tua Jepang Menyiasati Anaknya yang Susah Makan

Kultur Keluarga Menjadi Kunci

Hikikomori adalah Budaya Jepang yang Diwaspadai

Sumber: The Japan Times

Dalam laman National Geographic, seorang fotografer Maika Elan mengulik budaya hikikomori lebih dalam. Ia menyebut selalu ada dua sisi koin di negeri manapun di dunia, termasuk Jepang yang menjadi destinasi impian banyak orang.

“Selalu ada dua sisi yang saling bertentangan. Modern dan tradisional, padat tapi juga kesepian. Restoran dan bar selalu penuh tapi jika Anda mengamati lebih dekat, kebanyakan orang makan sendiri-sendiri. Dan di jalanan, tidak peduli jam berapa, Anda selalu menemukan karyawan yang kelelahan.”

Elan yang berasal dari Vietnam pertama kali mendengar tentang hikikomori ketika ia tinggal di Jepang selama enam bulan. Ia kemudian bertemu dengan perempuan Jepang bernama Oguri Ayako yang bekerja sama dengan New Start, sebuah organisasi nonprofit yang berfokus pada hikikomori dan kehidupan terisolasi mereka. 

Membutuhkan waktu hingga berbulan-bulan untuk Ayako membujuk para hikikomori agar mau membuka diri. Setelah lima atau enam pertemuan, Elan baru diperbolehkan mengambil foto.

Cerita mitra kami
Di Tengah Kesibukan, Yuk Simak Bagaimana Cara Unstoppable Mothers Dapat Mengembangkan Bakat Natural Si Kecil!
Di Tengah Kesibukan, Yuk Simak Bagaimana Cara Unstoppable Mothers Dapat Mengembangkan Bakat Natural Si Kecil!
Parents Wajib Tahu, Ini 5 Cara Menciptakan Rasa Aman pada Si Kecil
Parents Wajib Tahu, Ini 5 Cara Menciptakan Rasa Aman pada Si Kecil
Pentingnya Resilient Parenting untuk Membentuk Anak yang Kuat dan Adaptif
Pentingnya Resilient Parenting untuk Membentuk Anak yang Kuat dan Adaptif
Anak susah minum air putih? 5 Trik ini bisa Parents lakukan
Anak susah minum air putih? 5 Trik ini bisa Parents lakukan

“Awalnya, aku pikir mereka pemalas dan egois. Di luar sana, banyak orang yang bekerja mati-matian. Hikikomori kebalikannya, membawa keseimbangan bagi Jepang,” lanjut Elan.

Elan kemudian berusaha menarik benang merah maraknya fenomena ini. Salah satunya kebanyakan keluarga Jepang hanya memiliki satu orang putra. Orangtua akhirnya menggantungkan banyak harapan kepada satu-satunya anak mereka. Ini menjadi tekanan tersendiri.

Alasan lainnya mungkin karena pergeseran budaya di Jepang dari masyarakat kolektif menjadi individualis.

“Di Jepang, di mana keseragaman sangat dihargai, reputasi dan penampilan luar menjadi hal yang sangat penting. Bagi sebagian orang, pemberontakan hadir dalam bentuk kebisuan.

Semakin lama hikikomori terpisah dari masyarakat, semakin mereka merasa gagal. Mereka akan kehilangan kepercayaan diri dan akhirnya semakin takut keluar dari rumah. Tinggal di dalam kamar akan membuat mereka merasa ‘aman’,” pungkas Elan.

 

***

Baca juga:

Mengenal Uniknya Mama-tomo, Circle Pertemanan Ibu-Ibu Jepang

Bisa Kita Contoh Nih Parents! Begini Aturan Bermain Anak-Anak Jepang

Tips Cantik ala Jepang, 9 Metode Perawatan Kecantikan yang Bisa Ditiru

Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.

img
Penulis

Erinintyani Shabrina Ramadhini

Diedit oleh:

Aulia Trisna

  • Halaman Depan
  • /
  • TAPpedia
  • /
  • Mengenal Hikikomori, Budaya Isolasi Diri Ekstrim Generasi Muda Jepang
Bagikan:
  • Bukan Hanya Menopause, Ini Penyebab Hot Flashes dan Cara Mengatasinya

    Bukan Hanya Menopause, Ini Penyebab Hot Flashes dan Cara Mengatasinya

  • Mengenal Inferiority Complex Beserta Kiat-kiat Mengatasinya

    Mengenal Inferiority Complex Beserta Kiat-kiat Mengatasinya

  • People Pleaser: Penyebab, Tanda, & Cara Berani Bilang "Tidak"

    People Pleaser: Penyebab, Tanda, & Cara Berani Bilang "Tidak"

  • Bukan Hanya Menopause, Ini Penyebab Hot Flashes dan Cara Mengatasinya

    Bukan Hanya Menopause, Ini Penyebab Hot Flashes dan Cara Mengatasinya

  • Mengenal Inferiority Complex Beserta Kiat-kiat Mengatasinya

    Mengenal Inferiority Complex Beserta Kiat-kiat Mengatasinya

  • People Pleaser: Penyebab, Tanda, & Cara Berani Bilang "Tidak"

    People Pleaser: Penyebab, Tanda, & Cara Berani Bilang "Tidak"

Daftarkan email Anda sekarang untuk tahu apa kata para ahli di artikel kami!
  • Kehamilan
    • Tips Kehamilan
    • Trimester Pertama
    • Trimester Kedua
    • Trimester Ketiga
    • Melahirkan
    • Menyusui
  • Tumbuh Kembang
    • Bayi Baru Lahir
    • Bayi
    • Balita
    • Prasekolah
    • Praremaja
    • Usia Sekolah
  • Parenting
    • Pernikahan
    • Berita Terkini
    • Seks
    • Keluarga
  • Kesehatan
    • Penyakit
    • Info Sehat
    • Vaksinasi
    • Kebugaran
  • Gaya Hidup
    • Keuangan
    • Travel
    • Fashion
    • Hiburan
    • Kecantikan
    • Kebudayaan
  • Lainnya
    • TAP Komuniti
    • Beriklan Dengan Kami
    • Hubungi Kami
    • Jadilah Kontributor Kami
    • Tag Kesehatan


  • Singapore flag Singapore
  • Thailand flag Thailand
  • Indonesia flag Indonesia
  • Philippines flag Philippines
  • Malaysia flag Malaysia
  • Sri-Lanka flag Sri Lanka
  • India flag India
  • Vietnam flag Vietnam
  • Australia flag Australia
  • Japan flag Japan
  • Nigeria flag Nigeria
  • Kenya flag Kenya
© Copyright theAsianparent 2023. All rights reserved
Tentang Kami|Tim Kami|Kebijakan Privasi|Syarat dan Ketentuan |Peta situs
  • Fitur
  • Artikel
  • Beranda
  • Jajak

Kami menggunakan cookie agar Anda mendapatkan pengalaman terbaik. Pelajari LagiOke, Mengerti

Kami menggunakan cookie agar Anda mendapatkan pengalaman terbaik. Pelajari LagiOke, Mengerti

theAsianparent heart icon
Kami ingin mengirimkan Anda informasi terbaru seputar gaya hidup.