Setiap tahunnya tanggal 2 April diperingati sebagai Hari Peduli Autisme Sedunia. Salah satu hari besar ini ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Melalui peringatan ini diharapkan autisme bisa mendapatkan perhatian lebih.
Autisme adalah sebuah kondisi yang mempengaruhi kerja otak atau neurologis, dan akan berlangsung selama seumur hidup. Masalah kesehatan ini dapat terjadi baik pada anak laki-laki maupun perempuan, ras dan status sosial ekonomi apapun.
Apa Itu Autisme?
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), autisme terjadi pada 1 dari 160 anak di seluruh dunia. Autisme pada umumnya dapat dideteksi sedari dini, bahkan ketika anak masih bayi. Namun gejala autis biasanya akan terlihat jelas pada rentang usia 2 hingga 4 tahun. Menurut organisasi Autism Speaks, gangguan ini cenderung terjadi lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan perempuan.
Mengutip dari Buku Pedoman Penanganan dan Pendidikan Autisme YPAC, istilah autisme sendiri pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943 oleh psikiater Leo Kanner.
Saat itu psikiater dari John Hopkins University itu tengah menangani sekelompok anak-anak yang mengalami kelainan perilaku sosial dan hambatan komunikasi. Kelompok anak-anak ini memiliki ciri khas menarik diri dari pergaulan, tak berbicara, memalingkan pandangan dari orang lain, dan melakukan aktivitas tertentu yang bersifat repetitif (berulang-ulang).
Autisme diambil dari bahasa Yunani ‘Auto’ yang bermakna diri dan ‘Isme’ yang berarti pemahaman/aliran. Dengan demikian, autisme memiliki arti seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri karena anak cenderung menghindari kontak sosial dan lebih senang menyendiri.
Leo sendiri meyakini bahwa anak-anak autis memiliki level kecerdasan yang normal dan berfungsi baik. Bahkan dalam sebuah penelitian, terbukti mereka cenderung memiliki IQ yang tinggi.
Apa yang sebenarnya terjadi pada otak anak autis? Mereka mengalami gangguan neurobiologis dengan adanya hambatan fungsi syaraf otak yang berhubungan dengan fungsi komunikasi, motorik sosial, dan perhatian.
Anak autis mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dan memahami perasaan baik dirinya sendiri maupun orang lain. Hal tersebut berhubungan erat juga dengan kemampuannya untuk membangun relasi atau hubungan dengan orang lain.
Sayangnya hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti apa penyebab dari autisme. Namun beberapa faktor seperti genetik dan lingkungan dipercaya berkaitan erat dengan gangguan kesehatan tersebut.
Penting untuk mendeteksi gejala-gejala autis sejak dini, contohnya tak mau melakukan kontak mata, tidak menoleh ketika dipanggil, terlambat berbicara, minat dan perilaku yang tidak biasa, hingga hiperaktivitas dan impulsitivas.
Jika dibesarkan dengan pola asuh dan pendidikan yang tepat, penyandang autisme dapat hidup mandiri dan produktif seperti selayaknya.
Sejarah di Balik Hari Kesadaran Autisme Sedunia
Peringatan Hari Peduli Autisme Sedunia atau World Autism Awareness Day setiap tanggal 2 April ditetapkan oleh PBB pada 18 Desember 2007.
Dengan peringatan ini, PBB menghimbau masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap autisme di kalangan masyarakat agar dapat dilakukan deteksi dan intervensi dini, serta bertujuan untuk memberikan edukasi mengenai autisme.
Mengutip dari Malayahati, peringatan Hari Peduli Autisme Sedunia disahkan melalui Resolusi Majelis Umum PBB 62/139 yang diinisiasi di Sidang Majelis Umum PBB ke-62 oleh perwakilan dari Negara Qatar. Resolusi tersebut juga didukung oleh seluruh negara anggota PBB sebagai salah satu bentuk untuk mendukung Hak Asasi Manusia.
Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hingga saat ini terus melakukan berbagai usaha untuk mencegah dan mengendalikan autisme dengan beberapa cara seperti melakukan edukasi dan sosialisasi serta pelatihan keterampilan kecakapan hidup bagi penyandang autisme dan pendampingnya.
Kemenkes juga berharap dapat memberdayakan peran keluarga, guru, dan masyarakat untuk mencegah dan mendeteksi dini tanda-tanda gangguan spektrum autisme agar dapat segera ditindaklanjuti.
Mereka dengan autisme seringkali dikucilkan atau menjadi korban perundungan karena perilaku mereka yang tidak biasa. Bullying dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan dan awareness masyarakat mengenai gangguan autisme. Alih-alih dirundung, anak autis sebaiknya dirangkul agar mereka mampu beradaptasi di dunia yang mereka anggap asing bagi dirinya sendiri.
Semoga dengan peringatan Hari Peduli Autisme Sedunia ini, penyandang autisme dapat menjadi lebih sejahtera lagi di berbagai aspek, dan tentunya bebas dari perundungan.
Baca Juga:
Kenali Gejala Autisme pada Anak Sejak Dini
Vaksin MMR dan Autisme
Mengenal tentang autisme lebih dekat agar tak salah kaprah dalam memahami
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.