Setelah menikah, tak semua wanita beruntung bisa tinggal di rumah sendiri bersama suaminya. Beberapa wanita kadang merasa terpaksa harus jadi istri yang tinggal bersama mertua dengan berbagai alasan.
Mertua mestinya jadi pihak kedua setelah orangtua sendiri yang bisa memandu kita menjadi istri yang baik dengan rumah tangga yang harmonis. Namun, ada banyak wanita yang tak beruntung karena mendapatkan mertua yang kurang mendukung kelanggengan rumah tangga anak dan menantunya.
Sekalipun ada mertua yang baik hati dan pengertian, pasti selalu ada drama yang terjadi antara menantu dan mertua. Tak heran, saat seseorang memutuskan untuk berumah tangga, sikap calon ibu mertua padanya dan sifat calon menantu pada mertuanya jadi pertimbangan kuat jadi atau tidaknya pernikahan berlangsung.
Berikut ini 10 drama yang hanya dimengerti oleh istri yang tinggal bersama mertua:
1. Tidak bebas bersuara
Bagaimanapun mertua adalah orang lain di dalam rumah tangga. Kehadirannya membuat kebebasan jadi sedikit terganggu.
Misalnya, pada suami istri pengantin baru. Tinggal bersama mertua membuat Anda dan suami hanya dapat saling berbisik ketika berhubungan seksual di dalam kamar. Apalagi jika kamar belum mengadopsi sistem kedap suara.
2. Segan saat tampak habis keramas
Isu ini memang kerap dialami oleh para istri, terutama bagi mereka yang pemalu. Apalagi jika rumah yang ditinggali masih menggunakan prinsip berbagi kamar mandi untuk seluruh keluarga.
Sekalipun paham bahwa mertua juga akan mengerti kebutuhan biologis anaknya karena ia pernah mengalami hal yang sama, banyak suami istri yang malu terlihat rambutnya basah karena keramas tiap hari.
Solusinya, Beberapa suami istri mengendap-endap ke kamar mandi untuk keramas di pagi buta hanya demi menghindari pandangan mata mertua yang melihat seberapa sering anak dan menantunya keramas.
Pandangan mata tersebut seolah berkata, “kok keramasan setiap hari? Seks tiap hari juga ya?”
Anda tahu bahwa hal itu sangat wajar. Tapi Anda juga tak bisa menahan malu jika ada yang berpikir seperti itu. Dilema.
3. Pengeluaran lebih rumit
Tak semua suami istri membicarakan dari awal berapa jumlah uang yang harus diserahkan kepada mertua untuk membantunya, dan berapa jumlah keperluan bulanan seharusnya. Apalagi jika tak dibicarakan sejak awal tentang pembagian itu.
Beberapa mertua bisa menerima berapapun yang diberikan anaknya. Beberapanya lagi justru masih menyetir keuangan anaknya hingga timbul perdebatan dengan istrinya sendiri.
Permasalahan uang seringkali jadi pemicu keributan suami istri. Maka, membicarakan ini secara baik-baik dan terbuka seputar kesepakatan berapa banyak yang harus dibagi ke orangtua masing-masing akan dapat meminimalisir ketegangan yang ada.
4. Perbedaan soal cara mengasuh anak
Konon nenek akan lebih sayang ke cucunya dibanding ke anak sendiri. Sehingga seolah saat cucu bersama mertua, ia menjadi anak yang seba dituruti.
Misalkan, saat anak menolak makanan yang disiapkan agar ia mau memakannya, respon kita adalah membujuknya untuk makan apa adanya agar ia tak jadi seorang yang pilih-pilih makanan (picky eater). Namun, saat mertua mengetahuinya, anak kita bisa langsung ditururuti kemauan pilih-pilih makannya karena prinsip orangtua jaman dulu adalah: yang penting anak mau makan.
Perbedaan cara asuh ini membuat Anda uring-uringan, namun juga tak mau mengajak mertua ribut. Akibatnya, ada rasa tertekan yang timbul dan mengganggu komunikasi Anda dengannya.
5. Cerewet dan suka menceramahi
Kecerewetan mertua perempuan dan kesenangannya berceramah tentang segala sesuatu sering membuat para menantu tertekan. Mendengarkan apa yang dibicarakannya saja sudah melelahkan, apalagi melaksanakan semua hal yang dikomentarinya.
6. Pengontrol kebersihan
Punya anak kecil dan rumah berantakan sebenarnya adalah hal yang biasa. Namun mertua sering membuat menantu perempuannya kerja rodi karena ia menginginkan rumah yang selalu bersih.
Anda akan terpaksa memberesi rumah sekalipun sebenarnya juga memiliki pekerjaan lain selain bersih-bersih yang harus dilakukan. Hal ini akan sangat melelahkan.
7. Suka membanding-bandingkan
Mertua sering jadi orang yang menekan habis rasa kepercayaan diri menantunya dengan membanding-bandingkannya dengan orang lain. Kebanyakan, mertua yang melakukan ini tidak sadar bahwa ia bukan membuat menantunya berubah jadi lebih baik. Melainkan hanya menekan rasa kepercayaan dirinya saja.
8. Ikut campur
Beberapa perceraian bersumber dari mertua yang ikut campur masalah yang menimpa anak dan menantunya. Hal ini disebabkan karena sebagai istri yang tinggal bersama mertua, ada banyak hal yang sulit untuk dikompromikan.
Terutama saat mertua merasa harus ‘ikut berkontribusi’ dalam jalannya rumah tangga. Sehingga bukannya menjernihkan permasalahan, mereka malah jadi orang yang sering memperkeruh keadaan.
9. Membatasi gerak
Anda dan suami ingin punya satu hari malas-malasan. Di mana pada hari tersebut, Anda bisa bangun siang dan bermalas-malasan di rumah. Namun, karena Anda adalah istri yang tinggal bersama mertua, pekerjaan di pagi sampai sore hari terasa tak pernah berhenti.
10. Takut
Karena sikap ibu mertua yang selalu ikut campur soal rumah tangga, akhirnya menantu punya rasa takut dan trauma soal banyak hal dengannya. Perasaan tertekan luar biasa dari istri yang tinggal bersama mertua seringkali berdampak pada kesehatan fisiknya.
Menjadi menantu baik di depan mertua yang baik hati saja sudah cukup sulit. Apalagi jadi menantu dari mertua yang seringkali mempermasalahkan segala sesuatu.
Kompromikan dengan suami jika Anda merasa tertekan karena hal-hal di atas sehingga ia bisa ikut memikirkan solusinya. Jika ia ingin berbakti pada orangtua dengan merawat orangtuanya bersama-sama, negosiasikan beberapa hal yang akan membuat Anda merasa lebih baik.
Jangan sampai, rumah tangga Anda hancur karena mertua.
Baca juga:
Penelitian: Tinggal Bersama Mertua Berisiko Merusak Kesehatan Wanita
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.