Saat gaji suami lebih kecil, apa, sih yang Bunda lakukan?
Bukan mengeluh atau tidak bersyukur, namun terus terang saja saya kadang saat melihat story teman IRT sosialita ber-caption “belanja tas (branded mahal) idaman dengan uang suami”, atau bisa membelikan mainan anak yang canggih, beli sepeda seharga dua digit, jajan di luar tiap weekend yang katanya ‘family time’, kemudian dibagikan melalui akun media sosialnya terkadang bikin kepengin, ya.
Iri? Ya, mungkin saja. Sebagai perempuan yang ikut bekerja demi keluarga, kadang terbersit, “Wah, enak sekali yaaa… kapan bisa seperti itu ya….” Kemudian bertanya-tanya, kapan, ya, bisa duduk manis tapi apa-apa terpenuhi keinginannya, bla bla bla?
Ah! Jadi, berandai-andai terus jadinya. Sebuah hal yang sebenarnya malah bikin insecure tersendiri bagi saya.
Sementara, kenyataannya uang gaji suami hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan bulanan keluarga saja. Sisanya, mau tak mau saya harus ikut mengisi kekurangan itu dengan gaji bulanan saya. Tentunya bukan hal yang perlu didramatisir juga, sih, karena seharusnya bersyukur kebutuhan keluarga masih bisa terpenuhi.
Meski, ya dua-duanya harus bekerja banting tulang. Tapi tak mengapa. Rasanya, tak adil juga jika selalu membebankan semuanya pada suami.
Meski demikian, memang terkadang hasrat manusiawi membanding-bandingkan tentu saja mencuat. Padahal hal seperti itu tidak baik juga untuk rumah tangga kami. Jika memang pasangan suami istri sepakat, tidak mengutamakan ego, gaji suami lebih kecil, ya tidak akan jadi masalah,
Benar tidak?
Gaji Suami Lebih Kecil, Tak Melulu Memunculkan Konflik Besar
Supaya tidak memunculkan konflik, saya pun berupaya untuk mencari jalan keluar. Mencari tahu bagaimana cara agar hal-hal pemicu seperti ini tidak memantik sumbu pertengkaran dengan suami? Akhirnya, siasat-siasat ini yang kami lakukan.
1. Diskusikan Lagi Soal Finansial: Berhemat Demi Masa Depan
Berhemat adalah hal yang mau tak mau harus kami lakukan. Diet. Memangkas kebutuhan yang tidak penting-penting amat. Membedakan mana kebutuhan, mana keinginan sesaat.
Juga harus memikirkan efek manfaatnya jika membeli sebuah barang. Jangankan barang branded, asal fungsinya sama dan oke, ya sudah barang biasa itu saja yang dibeli.
Setiap akhir bulan juga mencatat kebutuhan yang pada bulan sebelumnya sisa atau tidak begitu diperlukan. Lalu, sisa pos itu ditaruh di pos cadangan. Seandainya pos cadangan itu tidak terpakai, barulah ditabung atau sepertiganya digunakan untuk hiburan tipis-tipis.
Voucher dan promo juga kami buru. Sabun dan pewangi pakaian juga tidak harus merek tertentu. Pokoknya cari yang sedang harga promo. Uang hematnya tersebut lumayan bisa dipakai untuk tambahan jajan anak atau reward untuk diri sendiri, misalnya.
Belanja sayur mingguan juga sebisa mungkin tidak bersisa. Khawatir karena makanan yang sisa akan terbuang sia-sia. Karenanya pada awal minggu, kami diskusi menu apa yang ingin dimakan. Kadang anak juga ikut sumbang ide makan apa.
Meski terkesan agak pelit, nyatanya menahan diri untuk tidak over belanja itu sangat bermanfaat. Anak-anak juga menahan diri untuk tidak minta jajan di luar menu yang mereka inginkan.
Untuk kebutuhan hiburan dan tabungan, tentu saja bukan menjadi pos prioritas wajib yang harus dipenuhi. Kalau sisa saja, barulah diisi pos itu. Sebuah finansial rumah tangga yang sepertinya memang harus dikaji ulang agar bisa lebih sehat ke depannya.
Pokoknya, harus irit dan hemat demi finansial masa depan yang sehat. Susah sih berhemat itu karena menahan diri dari “aktivitas belanja yang menyenangkan” itu cukup menguras energi dan pikiran.
2. Family Time Murah di Akhir Pekan
Ini juga yang sering saya dan suami lakukan. Awal bulan kami merencanakan dan membuat jadwal apa yang akan kami lakukan tiap akhir pekan. Tidak perlu jauh dan mewah. Kalaupun ingin menghirup udara mall, ya harus ditekankan bahwa hanya cuci mata alias lihat-lihat tanpa membeli.
Beritahu anak soal ini agar tidak merengek-rengek minta mainan atau jajanan lainnya yang ujung-ujungnya malah bikin malu.
Anak juga bisa diajak untuk berkebun, bersepeda, memancing, dan petualangan mengenal alam sekitar. Game membuat peta tetangga sekitar sambil mengenal nama tetangga, misalnya, tentu akan sangat bermanfaat. Atau membaca buku sambil mempraktikkannya, sangat interaktif. Membuat karya-karya DIY (do it yourself) juga ide yang menarik.
Memasak dan membuat kue bersama juga oke. Atau menonton film dan berkaraoke bersama di rumah juga bisa dilakukan. Lagipula, selama PPKM yang harus jaga jarak ini itu dan aturan lainnya cukup membuat kita malas ribet dan akhirnya mending di rumah saja untuk cari amannya. Senang dapat, sehat dapat.
3. Sama-sama Mencari Penghasilan Tambahan
Ini juga kami sepakati untuk mencari tambahan penghasilan online. Kebetulan suami suka menggambar dan editing. Saya suka menulis dan kebetulan ada kemampuan bahasa asing. Meski belum terlalu menghasilkan, kami optimis suatu saat nanti akan berhasil sehingga bisa mengisi pos tabungan kami.
Kesepakatan lain adalah mengerjakannya pada saat anak sudah tidur. Jadi, anak juga tidak terbiasa melihat orang tuanya bermain gadget, sebuah hal yang paling kami hindari saat berkumpul keluarga.
Sebenarnya kalau jago membuat panganan alias jajanan, bisa juga dititipkan di warung-warung. Video cara membuat jajanan kekinian juga banyak dibuat di YouTube dan mudah untuk dilakukan. Peluang bisnis kecil-kecilan yang siapa tahu bisa menambah pundi-pundi tabungan.
Ikan cupang dan tanaman hias juga bisa menjadi alternatif seandainya suka dengan kedua hal tersebut. Hobi yang menguntungkan, katanya.
4. Mengurangi “Kepo” Rumah Tangga Orang Lain
Terakhir yang harus dilakukan adalah mengurangi melihat media sosial teman atau saudara yang suka pamer agar tidak terpancing untuk iri dan membanding-bandingkan. Kurangi kepo.
Kalau kesulitan, mereka juga jarang yang membantu kita. Memang benar suami wajib memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Seberapa besar itu wajib kita terima dengan lapang dada. Tetapi, pada saat kekurangan, tak ada salahnya juga istri ikut membantu perekonomian keluarga. Gajimu gajiku, gajiku gajimu juga, deh, jadinya.
5. Membuat Kesepakatan Bersama
Kedaulatan ekonomi sebuah rumah tangga tentu saja tergantung kesepakatan suami dan istri itu sendiri. Karena apapun yang terjadi di dalam rumah tangga kita sepenuhnya adalah tanggung jawab kita saja. Bisa jadi juga pengaturan finansial rumah tangga satu dan lainnya berbeda, atau sangat berbeda.
Kerjasama dan ikatan yang kuat antara suami istri, serta rasa saling menghormati dan menghargai seharusnya bisa menjadi tameng kuat untuk menangkis nyinyiran tetangga dan keluarga. Bukankah yang penting hidup kompak dan harmonis sebagai sebuah keluarga, serta tidak mengganggu kenyamanan orang lain? Urusan uang, bisa diaturlah.
Baca Juga:
Aku Masih Bisa Menabung dan Berinvestasi Meski Sudah Resign, Penasaran Bagaimana Caranya?
5 Pertanyaan Ini yang Perlu Dijawab Sebelum Menikah, Cek!
Pernah Berpikir untuk Childfree, Air Mata Suami Berhasil Mengubah Mindset Saya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.