X
TAP top app download banner
theAsianparent Indonesia Logo
theAsianparent Indonesia Logo
kemendikbud logo
Panduan Produk
Keranjang
Masuk
  • Kehamilan
    • Kalkulator perkiraan kelahiran
    • Tips Kehamilan
    • Trimester Pertama
    • Trimester Kedua
    • Trimester Ketiga
    • Melahirkan
    • Menyusui
    • Kehilangan bayi
    • Project Sidekicks
  • Anak
    • Bayi Baru Lahir
    • Bayi
    • Balita
    • Prasekolah
    • Anak
    • Praremaja & Remaja
  • Cari nama bayi
  • Rangkaian Edukasi
    • Pengasuhan Anak
    • Edukasi Prasekolah
    • Edukasi Sekolah Dasar
    • Edukasi Remaja
  • TAPpedia
  • TAP Rekomendasi
  • Parenting
    • Keluarga
    • Doa Islami
    • Pernikahan
    • Seks
    • Berita Terkini
  • Kesehatan
    • COVID-19
    • Info Sehat
    • Penyakit
    • Vaksinasi
    • Kebugaran
  • Gaya Hidup
    • Korea Update
    • Hiburan
    • Travel
    • Fashion
    • Kebudayaan
    • Kecantikan
    • Keuangan
  • Nutrisi
    • Resep
    • Makanan & Minuman
    • Sarapan Bergizi
  • Ayah manTAP!
    • Kesehatan Ayah
    • Kehidupan Ayah
    • Aktivitas Ayah
    • Hobi
  • VIP

Pernah Berpikir untuk Childfree, Air Mata Suami Berhasil Mengubah Mindset Saya

Bacaan 4 menit
Pernah Berpikir untuk Childfree, Air Mata Suami Berhasil Mengubah Mindset Saya

Saya pernah berpikir untuk childfree, namun menjalani pernikahan dengan suami meruntuhkan semua ego saya. Inilah sepenggal kisah saya.

Saya pernah berpikir untuk childfree, namun menjalani pernikahan dengannya meruntuhkan semua ego saya.

Pro dan kontra chlidfree yang mengemuka ketika seorang influencer mengumumkan pilihan hidupnya membawa ingatan saya kembali ke beberapa tahun lalu. Saat itu saya masih seorang mahasiswa yang supergalau, dalam hal apapun termasuk perencanaan masa depan.

Mendengar kembali istilah childfree mengingatkan saya pada pilihan hidup saya waktu itu. Saya pernah enggan memikirkan pernikahan, apalagi sampai harus memiliki anak.

Alasan sempat berpikir untuk childfree

berpikir untuk childfree

Jika ditilik kembali, keputusan saya untuk childfree bukan tanpa alasan, melainkan didasari trauma yang terjadi sebelumnya. Orang tua saya yang baru saja lepas dari ambang perpisahan membuat saya khawatir dengan kemampuan saya untuk menjadi orang tua yang baik.

Belum lagi kegagalan hubungan percintaan membuat saya makin meragu untuk memiliki anak. Saya takut tidak memiliki kapasitas mumpuni sebagai orang tua baik dari sisi psikologis maupun finansial.

Keputusan untuk tidak memiliki anak atau childfree waktu itu memang hanya didasari ketakutan-ketakutan tanpa pertimbangan logis lainnya. Namun diakui waktu itu saya cukup serius memegang pemikiran ini.

Artikel terkait: Inilah yang Perlu Dipersiapkan Saat Mau Memiliki Anak

Membahas pilihan childfree dengan calon pasangan

berpikir untuk childfree

Merasa keputusan saya sudah bulat, waktu itu saya sempat membahasnya dengan teman dan juga calon pasangan. Kebetulan teman saya juga memiliki pengalaman dan pendapat yang sama yaitu enggan memiliki anak karena trauma dikecewakan pasangan.

Apalagi kami berdua sama-sama sepaham soal hak tubuh perempuan. Bukan mau sok feminis, namun dalam proses memiliki anak, menurut kami perempuan akan memiliki resiko lebih tinggi selama menjalani proses kehamilan, apalagi jika hanya untuk ditinggal dan dikecewakan.

Hal berbeda saya tangkap dari calon pasangan saya. Buat dia, laki-laki harus memiliki keturunan yang bisa meneruskan darahnya dan mewarisi nama keluarganya. Saya yang mendengarnya hanya tertawa, menurut saya hal itu terdengar kolot sekali.

Artikel terkait: 7 Cobaan Awal Menikah, Parents pernah mengalaminya?

Menikah mengubah mindset saya soal childfree

berpikir untuk childfree

Saya menikah dengan terburu-buru karena orang tua takut saya dilangkahi. Memproses perubahan status menjadi seorang istri bukan hal mudah waktu itu. Saya sempat lupa soal pemikiran childfree, sejak awal menikah saya tidak pernah menggunakan kontrasepsi.

Di tahun ketiga pernikahan, kami belum juga dikaruniai keturunan. Saya masih agak santai dan tidak terlalu memikirkan soal kehadiran anak karena sibuk bekerja. Tapi diakui kegamanangan melihat orang tua yang terus mengharap ada celoteh si kecil di rumah tangga kami mulai membuat saya goyah.

Sampai pada saat suami meneteskan air mata, keinginan saya untuk childfree seketika runtuh. Setelah malam harinya kami membahas soal keinginan memiliki anak, pagi itu saya bangun dengan suasana berbeda. Suami saya yang cuek, selalu santai bahkan kadang terlihat dingin itu menangis mengingat kami belum juga dikaruniai keturunan.

Artikel terkait: Risiko Sering Hamil dan Melahirkan, Bisa Ancam Keselamatan Ibu serta Bayi

Saya menjadi paham, bahwa keputusan untuk memiliki atau tidak memiliki anak saat ini bukan cuma milik saya sendiri. Dalam rumah tangga ini ada juga suami yang harus diajak mengambil keputusan bersama.

Hari ini kami masih berusaha untuk mendapatkan keturunan. Namun ada yang baru dari mindset saya soal memiliki anak, serta komitmen kami untuk sama-sama jadi orang tua yang bertanggung jawab.

Bahwasannya ketakutan-ketakutan saya mungkin bisa ia atasi, dan harapan-harapannya terhadap rumah tangga kami juga bisa saya penuhi. Melepas rencana untuk childfree tidak semata-mata mengorbankan diri saya untuk nantinya melahirkan dan membesarkan anak. Namun juga membangun komitmen baru akan masa depan rumah tangga kami.

Sampai momen itu hadir, saya dan suami akan belajar jadi pribadi terbaik, agar menjadi ayah dan bunda terhebat untuk putra-putri kami. Dan apabila nantinya mereka memutuskan untuk chlidfree, saya akan ceritakan lagi kisah saya ini untuk mereka.

Ditulis oleh Puspa Sari, UGC Contributor theAsianparent.com

Artikel UGC Contributor lainnya:

Tak Hanya dengan Suami, Pillow Talk Juga Bisa Dilakukan dengan Si Kecil

Bangun Komunikasi yang Efektif dengan Anak, Ini yang Saya Lakukan

Kisahku Menjalani Kehamilan yang Tak Disadari, Penuh Kekhawatiran!

Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.

Semua opini & pendapat dalam artikel ini merupakan pandangan pribadi milik penulis, dan sama sekali tidak mewakilkan theAsianparent atau klien tertentu.
img
Penulis

puspa Sari

Jadilah Kontributor Kami

  • Halaman Depan
  • /
  • Pernikahan
  • /
  • Pernah Berpikir untuk Childfree, Air Mata Suami Berhasil Mengubah Mindset Saya
Bagikan:
  • 11 Panggilan Sayang dalam Bahasa Korea untuk Pasangan, Lucu dan Romantis!

    11 Panggilan Sayang dalam Bahasa Korea untuk Pasangan, Lucu dan Romantis!

  • 5 Hal Ini Perlu Diperhatikan Saat Suami Lebih Muda dari Istri

    5 Hal Ini Perlu Diperhatikan Saat Suami Lebih Muda dari Istri

  • 50 Panggilan Sayang Bahasa Inggris untuk Pasangan, Bikin Harmonis!

    50 Panggilan Sayang Bahasa Inggris untuk Pasangan, Bikin Harmonis!

  • 11 Panggilan Sayang dalam Bahasa Korea untuk Pasangan, Lucu dan Romantis!

    11 Panggilan Sayang dalam Bahasa Korea untuk Pasangan, Lucu dan Romantis!

  • 5 Hal Ini Perlu Diperhatikan Saat Suami Lebih Muda dari Istri

    5 Hal Ini Perlu Diperhatikan Saat Suami Lebih Muda dari Istri

  • 50 Panggilan Sayang Bahasa Inggris untuk Pasangan, Bikin Harmonis!

    50 Panggilan Sayang Bahasa Inggris untuk Pasangan, Bikin Harmonis!

Daftarkan email Anda sekarang untuk tahu apa kata para ahli di artikel kami!
  • Kehamilan
  • Tumbuh Kembang
  • Parenting
  • Kesehatan
  • Gaya Hidup
  • Home
  • TAP Komuniti
  • Beriklan Dengan Kami
  • Hubungi Kami
  • Jadilah Kontributor Kami
  • Tag Kesehatan


  • Singapore flag Singapore
  • Thailand flag Thailand
  • Indonesia flag Indonesia
  • Philippines flag Philippines
  • Malaysia flag Malaysia
  • Vietnam flag Vietnam
© Copyright theAsianparent 2025. All rights reserved
Tentang Kami|Tim Kami|Kebijakan Privasi|Syarat dan Ketentuan |Peta situs
  • Fitur
  • Artikel
  • Beranda
  • Jajak

Kami menggunakan cookie agar Anda mendapatkan pengalaman terbaik. Pelajari LagiOke, Mengerti

Kami menggunakan cookie agar Anda mendapatkan pengalaman terbaik. Pelajari LagiOke, Mengerti