Demi mencegah penularan COVID-19 di Indonesia, pemerintah terus bekerja keras melakukan segala upaya tak terkecuali pengembangan vaksin. Belum lama ini, fakta vaksin nusantara mencuat ke permukaan karena digadang-gadang efektif menekan risiko seseorang tertular virus corona.
Sayangnya, vaksin yang dikembangkan oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ini memantik kontroversi. Bukan tanpa alasan, pengembangan vaksin ini diklaim belum mengantongi izin atau Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
7 Fakta Vaksin Nusantara
1. Asal Usul Vaksin Nusantara: Ditandatangani Oktober 2020
Sebagai informasi, Badan Litbang Kesehatan dan PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) menandatangani kerjasama uji klinik vaksin sel dendritik SARS-CoV-2 di Kantor Gedung Kementerian Kesehatan pada 22 Oktober 2020 lalu.
Mengutip laman Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI, www.litbang.kemkes.go.id, penandatanganan dilakukan oleh Kepala Badan Litbang Kesehatan, dr. Slamet, MHP dengan General Manager PT Rama Emerald Multi Sukses, Sim Eng Siu. Acara ini disaksikan oleh Terawan Agus Putranto yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Kesehatan.
Vaksin Nusantara ini sendiri dikembangkan Terawan bersama tim peneliti di laboratorium RSUP Kariadi Semarang, Jawa Tengah, dan Universitas Diponegoro (Undip). Tak ketinggalan, Aivita Biomedical Corporation dari Amerika Serikat turut serta.
2. Berbasis Sel Dendritik
Lebih lanjut, vaksin nusantara disebut menjadi vaksin yang cara kerjanya berbasis sel dendritik. Ahli biologi molekuler Indonesia, Ahmad Utomo menjelaskan bahwa vaksin konvensional termasuk vaksin Sinovac, Pfizer, AstraZeneca, dan sebagainya juga mengandalkan sel dendritik yang sudah ada di dalam tubuh manusia.
Berbeda dengan vaksin konvensional lainnya, vaksin Nusantara dibuat dengan mengeluarkan sel dendritik dari dalam tubuh kemudian memasukkannya lagi. Caranya, ahli nantinya akan mengambil sampel darah yang akan divaksin. Selanjutnya, orang tersebut akan diperbolehkan pulang untuk kemudian ahli menumbuhkan sel dendritik di laboratorium.
“(Sel prekursor dendritik) belum menjadi sel dendritik, tapi masih (berbentuk) sel prekursor. Jadi sel darah merah dipisahin, sel darah putih juga diilangin. Mereka (ahli) hanya berusaha menumbuhkan sel prekursor dendritik,” papar Ahmad.
Tak ketinggalan, sel prekursor tersebut akan diberikan senyawa khusus agar bisa tumbuh menjadi sel dendritik yang diharapkan. Nantinya, pemberian antigen disuntikkan langsung ke sel dendritik yang bertumbuh. Setelah sel dendritik beranjak dewasa dan sudah terpapar antigen, sel tersebut disuntikkan kembali ke pasien.
3. Vaksin Nusantara Dinilai Belum Memenuhi Syarat
Kendati dinilai menjadi angin segar di tengah pandemi yang belum pergi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menilai bahwa Vaksin Nusantara belum layak mendapatkan izin uji klinis fase II.
Kepala BPOM Penny Lukito memaparkan keganjilan pertama adalah karena sejumlah syarat belum dipenuhi oleh vaksin Nusantara ini.
Adapun syarat yang belum terpenuhi itu di antaranya cara uji klinik yang baik (good clinical practical), proof of concept, good laboratory practice, dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice).
Salah satu syarat yaitu proof of concept dari Vaksin Nusantara juga belum terpenuhi. Antigen pada vaksin tersebut dinilai tak memenuhi pharmaceutical grade.
4. Tak Sesuai Kaidah Medis
Penny Lukito mengatakan bahwa penelitian vaksin ini juga tidak sesuai kaidah medis, dikarenakan terdapat perbedaan lokasi penelitian dengan pihak sebelumnya yang mengajukan diri sebagai komite etik.
“Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini. Komite etiknya dari RSPAD Gatot Subroto, tapi pelaksanaan penelitian ada di RS dr Kariadi,” lanjut Penny.
Penny menilai, seharusnya setiap tim peneliti wajib memiliki komite etik di tempat pelaksanaan penelitian yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan keselamatan subjek penelitian.
5. Perbedaan Data
Adanya data yang berbeda dari tim uji klinis dan data yang dipaparkan pada rapat kerja bersama Dewan Perwakilan Rakyat tersebut menjadi ganjalan tersendiri bagi BPOM.
“Saya hanya memberikan komentar bahwa data yang diberikan tadi tidak sama dengan data yang diberikan kepada BPOM dan kami sudah melakukan evaluasi,” ungkapnya.
Penny menambahkan, pihaknya sudah menyerahkan hasil peninjauan atas uji klinis tersebut pada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan tim peneliti vaksin di Semarang. Kesimpulannya, BPOM belum memberikan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK) untuk uji klinis tahap dua dan tiga.
6. Hasil Uji Klinis Belum Meyakinkan
Perkembangan terbaru, Penny mengungkapkan bahwa hasil uji klinis fase I terkait keamanan, efektivitas atau kemampuan potensi imunogenitas untuk meningkatkan antibodi belum meyakinkan. Atas dasar inilah Penny dan timnya memutuskan bahwa vaksin ini belum layak untuk melangkah ke fase berikutnya.
Kendati demikian, ia menegaskan bahwa pihaknya mendukung berbagai pengembangan vaksin apabila memenuhi kaidah ilmiah. Semua itu harus dipenuhi untuk menjamin vaksin aman, berkhasiat, dan bermutu.
“Silakan diperbaiki proof of concept-nya, kemudian juga data yang dibutuhkan untuk pembuktian kesahihan validitas dari tahap I clinical trial, barulah kalau itu semua terpenuhi kita bisa putuskan apakah mungkin untuk melangkah ke fase selanjutnya,” ujarnya.
7. Tahapan Uji Klinis
Tak kalah penting, Penny menegaskan bahwa pelaksanaan uji klinis yang tidak memenuhi standar akan membuat pengembangan vaksin terkendala.
“Tahapan-tahapan tersebut tidak bisa diabaikan, dan pengabaian itu sangat banyak sekali aspeknya di dalam pelaksanaan uji klinik dari fase I. Kami sudah menyampaikan kepada tim peneliti agar berkomitmen perihal corrective action dan preventive action yang sudah seharusnya diberikan dari awal tapi selalu diabaikan,” tukas Penny.
Parents, semoga pengembangan vaksin ini berjalan lancar ya dan bisa didistribusikan kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Itulah beberapa fakta vaksin nusantara yang dikembangkan di dalam negeri dalam upaya menghentikan pandemi. Semoga informasi ini bermanfaat.
Baca juga:
14 Efek Samping Vaksin COVID-19, Bersifat Ringan dan Sementara
Fakta Seputar THR 2021, Pekerja dan Pengusaha Wajib Tahu
Apakah Vaksinasi COVID-19 Bisa Batalkan Puasa? Yuk, Cek Faktanya!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.