Ini ceritaku membesarkan dan mengasuh anak dengan gangguan autisme. Kali ini aku ingin memfokuskan ceritaku pada upaya menerapkan diet untuk anak autis.
Memiliki anak merupakan saat yang dinantikan oleh pasangan suami istri yang telah menikah. Namun bagaimana rasanya apabila kehadiran anak tersebut tidak tumbuh dan berkembang dalam keadaan normal sesuai dengan apa yang diharapkan oleh orangtuanya? Itu yang terjadi pada kami, yang memiliki anak berkebutuhan khusus dengan gangguan autisme. Putri kami terlihat normal namun ternyata banyak gangguan dalam tubuhnya. Gangguan tersebut muncul perlahan sejak usianya menginjak dua tahun. Banyak kejadian tak terduga yang dialami terkait perkembangan putri kami.
Konsultasi ke dokter tumbuh kembang, dokter syaraf anak dan psikolog anak kami lakukan untuk memastikan kondisi putri kami. Tidak ada diagnosa pasti saat itu. Namun, seiring berjalannya waktu serta observasi langsung terhadap perilaku putri kami, kami yakin putri kami mengalami gangguan autisme. Ciri khusus yang terlihat adalah adanya keterlambatan bahasa, memiliki tingkah laku tidak biasa seperti menjilat tangan, tidak peka akan bahaya dan kebal terhadap rasa sakit. Ciri yang tidak lazim lainnya adalah sering terbangun tengah malam, terkadang menangis, tertawa hingga berbicara sendiri dengan bahasa yang tidak dimengerti.
Artikel terkait: Orangtua Tangguh untuk Anak Spesial, 10 Artis Ini Punya Anak Pengidap Autis
Tantangan Mengasuh Anak dengan Gangguan Autisme
Bagi kami, menangani dan mengasuh anak dengan gangguan autisme yang saat ini berusia tujuh tahun penuh tantangan besar. Rasa kaget, sedih dan menyalahkan diri sendiri ada dalam diri saya sebagai seorang ibu. Bentuk penerimaan dari orangtua yang memiliki anak dengan autisme diperlukan agar anak dengan autisme mendapat penanganan yang tepat, sehingga prognosis anak dapat membaik. Beberapa terapi pun dijalankan oleh putri kami. Seperti terapi okupasi, terapi wicara, terapi ABA serta menerapkan diet untuk anak autis.
Diet untuk anak dengan gangguan autisme bukan berarti mengurangi porsi makan, akan tetapi merubah pola makannya. Yang saya pelajari, diet untuk anak autis ini dinamakan diet CFGFSSF (casein free. glutein free, sugar free, soya free). Dalam dunia medis, diet ini juga populer dengan nama GF/CF diet atau gluten free / casein free diet. Memulai diet pada putri kami, banyak tantangan yang kami hadapi. Namun kami bersyukur karena putri kami bukan tipe anak pemilih makanan (picky eater).
Artikel terkait: 15 Ciri Anak Autisme dari Ringan hingga Berat, Parents Perlu Tahu!
Penerapan diet untuk anak autis ini dilakukan cukup dini yaitu saat ia memasuki usia lima tahun. Pada minggu pertama penerapan diet ini, kami betul-betul menghapus makanan yang berasal dari terigu dan gula. Solusinya adalah dengan memberikan makanan utama seperti nasi dari beras organik, sayur-sayuran dan lauk. Untuk makanan selingan diberikan makanan ringan berbahan dasar tepung beras atau tepung sagu seperti bihun beras, cireng nasi juga buah-buahan yang menurut kami aman dikonsumsi anak autis.
Kami bersyukur minggu pertama berjalan lancar, namun kami betul-betul tidak boleh makan atau menyiapkan makanan selain makanan untuk putri kami. Dalam hal makanan mengandung kasein atau susu, beruntung putri kami sejak usia tiga tahun sudah tidak mengkonsumsi susu atas keinginan sendiri.
Pengaruh Diet CFGFSSF, Diet untuk Anak Autis pada Putri Kami
Banyak dampak dan manfaat yang terlihat setelah menjalani program diet CFGFSSF pada anak dengan autisme, khususnya untuk putri kami antara lain:
- Pola tidur membaik. Hal ini terlihat setelah dua minggu melakukan diet.
- Imunitas tubuh membaik.
- Peka pada rasa nyeri. Anak menjadi lebih peka terhadap rangsangan nyeri
- Hiperaktif berkurang. Anak menjadi lebih tenang dan patuh, kontak mata bagus sehingga dapat menerima informasi dengan baik.
- Pencernaan membaik. Awalnya aroma kotoran menyengat, berbau khas dan tajam seperti bau kimia sebelum menjalani diet. Satu bulan setelah diet, pola buang air besar membaik. Warna dan bau fesesnya sekarang sudah sama seperti warna dan aroma feses anak pada umumnya
- Dapat berbicara. Kurang lebih setelah enam bulan menjalani diet dan terapi, putri kami dapat berbicara dengan bahasa yang dapat dimengerti dan bermakna.
Artikel terkait: Anak autis bukan kekurangan, ini 4 kelebihan yang menjadikannya istimewa
Itulah pengalamanku membesarkan dan mengasuh anakku yang mengalami gangguan autisme, khususnya dalam hal menerapkan diet untuk anak autis, yakni diet CFGFSSF.
Ditulis oleh Fitria Mustikawati, UGC Contributor theAsianparent.com.
Artikel UGC Contributor lainnya:
"Kuharap Ia Lahir dengan Selamat", Ceritaku Melahirkan Prematur karena Preeklampsia Berat
Menantikan Hadirnya Destinasi Wisata Ramah Autisme untuk Anakku
Kisahku Menjalani Kehamilan yang Tak Disadari, Penuh Kekhawatiran!