Bukan hanya pada diri sendiri, dampak trauma masa kecil juga bisa memengaruhi kehidupan pernikahan, lho.
Mengapa? Sebab, gaya pengasuhan saat kecil, bisa sangat berpengaruh pada kondisi emosional kita ketika dewasa.
Supaya lebih jelas, yuk simak lengkapnya di bawah ini!
Artikel Terkait: Mengenal Trauma Bonding, Saat Seseorang Terikat pada Hubungan Toxic
Gaya Pengasuhan Berpengaruh pada Kondisi Emosional Saat Dewasa
Ada berbagai perlakuan kepada kita saat masih anak-anak yang tanpa sadar terus membekas hingga beranjak dewasa.
Cara orang tua merawat, mendidik hingga memberikan kasih sayang berpengaruh pada gaya pendekatan seseorang secara emosional kepada orang lain.
Gaya pendekatan tersebut dikenal dengan istilah attachment style atau gaya kelekatan.
Sekali gaya ini terbentuk, maka pola inilah yang akan terus dihadapi dalam berbagai hubungan.
Pendekatan ini juga berpengaruh pada cara seseorang memperlakukan pasangannya hingga cara mendidik anaknya kelak.
Biasanya, anak yang tumbuh pada lingkungan yang menyenangkan, sehat dan stabil, cenderung akan memiliki gaya kelekatan yang aman atau biasa disebut dengan secure attachment style. Attachment style ini dianggap menjadi kelekatan yang paling ideal.
Mengutip situs Mind and Body, seseorang yang memiliki secure attachment style dapat mempercayai orang lain sekaligus dapat dipercaya.
Mereka juga bisa dengan mudah mencintai ataupun dicintai. Individu ini tidak mengalami kesulitan untuk membangun kedekatan dengan orang lain.
Meski demikian, seseorang yang memiliki secure attachment style tidak selalu mulus dalam menjalani hubungannya.
Namun, permasalahan yang muncul bukanlah akibat dari attachment style yang tidak sehat.
Sebaliknya, bagi anak yang tumbuh dengan lingkungan yang tidak sehat dapat berpengaruh pada attachment style yang tidak sehat pula.
Kecenderungan untuk terus bergantung pada orang lain (clingy) ataupun menjauhi orang yang menyayanginya bisa jadi akibat dari attachment style tersebut.
Artikel Terkait: Waspada! Cemburu Berlebihan bisa Berbahaya bagi Pernikahan Anda
Dampak Trauma Masa Kecil dalam Hubungan Pernikahan
1. Penolakan dan Kebutuhan yang Tidak Terpenuhi Sejak Kecil
Kondisi ini terjadi ketika seseorang tidak mendapatkan kebutuhan yang seharusnya diberikan oleh orang tua sejak kecil.
Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan dasar maupun kebutuhan emosional.
Perilaku ini dapat menyebabkan seseorang tumbuh menjadi seseorang dengan attachment style insecure-avoidant (tidak aman dan menghindar) atau dismissive-avoidant (mengabaikan dan menghindar).
Perilaku tersebut cenderung membuat seseorang menghindari hubungan yang terlalu dekat.
Selain itu, mereka juga akan menjaga jarak emosional dengan pasangannya.
Bukan hanya itu, biasanya individu tersebut akan sering menyembunyikan perasaan, menjauhi orang lain, menyimpan banyak rahasia atau menghindar ketika orang lain menunjukkan emosinya.
Lingkungan yang tidak menerima keberadaan dirinya dengan baik sejak kecil, membuat orang dengan attachment style ini seringikali tidak tertarik dengan hubungan yang terlalu intim. Mereka juga cenderung selalu merasa sendirian.
2. Pengabaian dan Kekerasan Terus Menerus
Anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang abai akan kehadirannya atau bahkan mengalami kekerasan dari sekitar, dapat menjadikannya tumbuh menjadi individu yang takut dan menghindar (fearful-avoidant) atau tidak tertata dan bingung (disorganized-disoriented).
Saat kecil, seorang anak idealnya tumbuh dengan cinta dan kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya.
Baik dari orang tua ataupun sanak saudaranya yang lain.
Namun ketika orang di sekitarnya justru menjadi pihak yang menyakitinya, maka bisa saja individu tersebut tumbuh menjadi pribadi yang trauma terhadap kedekatan sekaligus selalu merasa takut saat sendirian.
Attachment style ini dapat membuat seseorang kesulitan dalam mempercayai orang lain, menutup diri secara emosional dan sangat takut dengan penolakan.
Bukan hanya itu, mereka juga tidak nyaman dalam menunjukkan rasa sayangnya terhadap orang lain.
3. Tanggung Jawab dari Orang Tua yang Timbul Tenggelam
Tentunya menjadi suatu kewajiban bagi orang tua untuk memenuhi kebutuhan anaknya.
Namun jika tanggung jawab tersebut tidak konsisten diberikan, hal ini memungkinkan seorang anak untuk memiliki attachment style insecure-ambivalent atau anxious-preoccupied.
Orang dewasa yang memiliki attachment style tersebut sering disebut clingy atau terlalu bergantung dengan orang lain.
Jika Parents memiliki attachment style ini, kemungkinan sering menginginkan kedekatan yang terus menerus dan sangat hati-hati terhadap perubahan yang terjadi dalam suatu hubungan.
Kehati-hatian ini bahkan bisa mencapai level yang berlebihan atau paranoia.
Perasaan bahwa diri lebih loyal terhadap pasangan dibandingkan sebaliknya bisa menjadi ciri dari attachment style ini.
Hal ini juga memberikan dampak pada rasa percaya diri yang rendah juga mood swing.
Ketiga bentuk attachment style di atas merupakan pengaruh yang tidak sehat dan bisa terus terbawa hingga dewasa.
Dampak masa kecil yang traumatis tersebut bisa membuat seseorang sulit untuk mengenali emosi pasangannya sekaligus kesulitan dalam meresponnya.
Jika terus dibiarkan tanpa ada upaya untuk memahami dan mencari solusi, attachment style yang tidak sehat tersebut dapat menimbulkan konflik yang berkepanjangan.
Artikel terkait: 12 Hal yang harus Diperhatikan Saat Meminta Maaf pada Pasanga
Bagaimana Cara Mencegahnya?
1. Ketahui Bagaimana Attachment Style Anda
Parents, mengetahui attachment style ini menjadi hal yang krusial bagi sepasang suami istri.
Pemahaman akan hal ini akan mengurangi asumsi-asumsi yang belum tentu benar adanya.
Bayangkan saja jika pasangan Anda sedang dalam suasana hati yang tidak baik. Kemudian Anda melihatnya dan langsung berasumsi bahwa ada yang salah dengan diri Anda.
Lebih jauh lagi, Anda berprasangka bahwa pasangan Anda tidak lagi mencintai Anda. Ini bisa menjadi percikan konflik yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
Dengan mengetahui attachment style Anda, maka Anda dapat memahami bahwa ini hanyalah bentuk reaksi terhadap situasi tersebut dan bukanlah situasi yang sebenarnya.
Memahami attachment style yang dimiliki juga dapat membuat kita lebih bijak dalam menyikapi permasalahan yang terjadi.
Pemahaman ini membuat Anda memiliki sedikit ruang bagi otak untuk mengolah dan memilah respon yang sesuai juga tidak bertindak impulsif.
2. Bicarakan Soal Attachment Style dengan Pasangan
Setelah memahami apa attachment style Anda, selanjutnya Anda dapat mengkomunikasikannya dengan pasangan.
Informasi yang diberikan ini dapat memberikan gambaran bagi pasangan mengenai sikap Anda.
Selain itu, dengan mengkomunikasikan hal ini, pasangan Anda mungkin saja dapat membantu Anda dalam menghadapi dampak trauma masa kecil tersebut.
Alih-alih bertengkar karena masalah sepele, Anda justru bisa saling berempati dengan apa yang dihadapi oleh pasangan.
Jika Anda terbiasa menjauhi pasangan ketika terjadi suatu masalah dalam rumah tangga akibat dampak trauma masa kecil, maka pasangan Anda dapat lebih memakluminya.
Membicarakan hal ini bisa menghindari masalah yang lebih besar yang bisa saja Anda sesali.
3. Temukan Pasangan yang Memiliki Attachment Style yang Sesuai dengan Anda
Tentu saja pasangan yang ideal adalah ketika keduanya memiliki attachment style yang aman (secure).
Sayangnya, hal ini tidak selalu terjadi pada semua hubungan.
Individu yang memiliki permasalahan pada attachment style yang tidak sehat akan mengalami kesulitan dalam memilih pasangan.
Meski demikian, hal ini bukanlah sesuatu yang mustahil.
Untuk menjalani hubungan yang saling melengkapi, Anda dapat mencari pasangan yang memiliki attachment style yang berbeda.
Selain itu, seseorang dengan secure attachment style juga dapat menjadi pasangan yang ideal, karena kepekaannya terhadap dampak trauma dan bersedia untuk bekerja sama dalam menghadapinya.
4. Pahami Bahwa Dampak Trauma Masa Kecil Tidak Selalu Permanen
Meskipun banyak studi yang menunjukkan bahwa luka emosional di masa kecil dapat mengubah otak seseorang, namun neuroplastisitas memungkinkan Anda untuk bisa mengembalikannya.
Menyadari attachment style Anda, terus melatihnya sabar serta melakukan terapi bisa membuat Anda menghadapi trauma.
Dengan demikian Anda dapat menjadi individu yang mampu mengembangkan dan menjaga hubungan percintaan dewasa.
Artikel Terkait: 9 Bahaya Memukul Anak, Hati-hati Sebabkan Trauma!
Itulah dampak traumatis masa kecil yang bisa menyebabkan permasalahan bahkan sampai pernikahan sekaligus solusi untuk mengatasinya.
Semoga pernikahan Parents langgeng selalu, ya.
***
Baca juga
IDAI Sebut Kasus COVID-19 pada Anak Meningkat 1000 Persen
5 Jenis Bahasa Cinta, Parents dan Pasangan Termasuk Tipe yang Mana?
Menikah Tanpa Pacaran Membuat Pernikahan Bahagia? Ini Hasil Penelitiannya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.