Depresi mungkin saja terjadi dalam hidup sebagian besar orang. Namun, tahukah Anda dampak orangtua depresi terhadap perkembangan anak?
Orangtua, khususnya ibu, biasanya yang paling rentan mengalami depresi. Kondisi depresi pasca melahirkan (postpartum depression) memerlukan penanganan serius karena tak hanya memengaruhi ibu itu sendiri tetapi juga orang di sekitarnya, khususnya sang anak.
Lebih mengkhawatirkannya lagi, sebuah penelitian menunjukkan bahwa ada dampak orangtua depresi terhadap perkembangan anak, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan belajar.
Dampak orangtua depresi terhadap perkembangan anak
Dampak orangtua depresi adalah mereka tidak terlibat secara emosional dalam tumbuh kembang anaknya.
Sebuah penelitian dari University of California (UC) baru-baru ini menemukan bahwa depresi pasca melahirkan yang dialami ibu dapat menyebabkan masalah perkembangan anak. Secara khusus, efek depresi akan membuat IQ anak mengalami sedikit penurunan.
Patricia East, seorang peneliti di UC, San Diego, menjelaskan, “Ibu yang depresi tingkat tinggi tidak memberikan hubungan emosional maupun tidak menyediakan bahan pembelajaran yang mendukung anak dibandingkan ibu yang tidak depresi. Nantinya, hal ini akan berdampak pada IQ anak saat ia berusia 1, 5, 10, dan 16 tahun. Anak dari ibu yang depresi memiliki skor IQ rata-rata yang lebih rendah. Meskipun tampaknya kecil, perbedaan IQ sangat berpengaruh terhadap keterampilan verbal dan kosakata anak.”
Faktanya, hasil penelitian ini telah diamati oleh para ilmuwan sebelum hasilnya menunjukkan ada efek jangka panjang dan abadi berkaitan dengan dampak depresi orangtua terhadap perkembangan anak.
Data juga menunjukkan bahwa ibu yang tetap depresi 12 bulan setelah melahirkan dapat terus mengalami depresi untuk jangka waktu yang lama.
Apa yang harus saya ketahui tentang Postpartum Depression dan mengapa itu terjadi?
Gejala depresi pasca melahirkan biasanya muncul tiba-tiba antara hari pertama hingga hari ke-sepuluh setelah melahirkan. Gejala ini biasanya berlangsung selama 3 – 5 hari kemudian dan mereda antara 24 – 72 jam.
Para ibu dapat mengalami depresi kapan saja selama tahun pertama setelah melahirkan, setidaknya satu bulan pasca persalinan. Gejala ini dapat terus bertahan hingga enam bulan setelah serangan pertama, dan jika tidak ditangani dapat bertahan hingga tahun berikutnya.
Kondisi ini terjadi terutama karena perubahan hormonal di otak setelah melahirkan. Ketidakseimbangan hormon dan zat kimia di otak menyebabkan penurunan mood yang terkait dengan depresi pasca melahirkan, biasanya terjadi di hari kelima setelah persalinan.
Meski sebagian besar ibu menderita depresi pasca persalinan, mereka biasanya pulih dengan cepat. Gejala depresi yang terus menetap mungkin merupakan kasus baby blues.
Kemungkinan ada alasan psikososial yang meningkatkan risiko depresi pasca melahirkan. Beberapa di antaranya adalah:
- Kurang mendapat dukungan. Selain membutuhkan dukungan selama masa kehamilan dan ketika melahirkan, ibu baru juga perlu bantuan mengurus rumah tangga dan mengasuh anak.
- Sangat kelelahan. Melahirkan adalah peristiwa yang melelahkan. Ditambah lagi dengan tanggung jawab merawat bayi, mengurus rumah, dan sebagainya. Akibatnya, para ibu sering mengeluh tidak bisa tidur dan kelelahan yang membuat mereka semakin rentan mengalami depresi.
- Proses persalinan yang tidak normal. Wanita yang melahirkan bayi prematur atau bayi dengan cacat lahir, dapat menjadi stres oleh perubahan rutin yang tidak terduga.
- Masalah saat menyusui bayi. Jangan merasa bersalah jika Bunda berhenti menyusui dan memberikan susu formula padanya. Kasih sayang Anda sebagai seorang ibu tidak ditentukan oleh ASI atau sufor.
- Pikiran negatif. Peran yang berubah menjadi seorang ibu membuat Anda terkadang merasa ‘tidak cukup baik’, merasa kehilangan kebebasan dan kendali terhadap hidup Anda sendiri. Pertambahan berat badan juga membuat Bunda terus-menerus merasa rendah diri. Pikiran-pikiran negatif inilah yang pada akhirnya memperburuk depresi.
Bun, apakah Anda mengalami depresi?
Bagaimana mengetahui apakah Anda depresi atau tidak? Terkadang, peristiwa masa lalu dapat memberikan petunjuk.
Ibu yang mengalami hal-hal berikut ini memiliki risiko mengalami depresi pasca melahirkan (postpartum depression):
- Pernah mengalami depresi pasca melahirkan sebelumnya
- Serangan depresi sebelum hamil
- PMS (pre menstrual syndrome) yang berat
- Kondisi pernikahan, keluarga, pekerjaan, atau keuangan yang menekan
- Kehamilan yang tidak diinginkan
Selain itu, sulit untuk mendiagnosis depresi karena terkadang orang yang depresi tampak bahagia tetapi sebenarnya berjuang dalam sebuah pertarungan berat di dalam dirinya.
Artikel terkait: Senyuman Depresi, Kesedihan Mendalam Dibalik Topeng Wajah Ceria
Selain mengetahui dampak orangtua depresi terhadap perkembangan anak, Bunda juga perlu mewaspadai gejalanya.
Ada beberapa tanda yang harus Anda pertimbangkan sebagai bendera merah, yaitu:
- Perubahan suasana hati (mood swing) – seperti meledak-ledak dan terlalu emosional atau merasa dikucilkan dari dunia.
- Tidak mau bersosialisasi atau menutup diri – sengaja mengurung diri di rumah dan menolak berinteraksi dengan orang lain.
- Perubahan nafsu makan – salah satu tanda yang menunjukkan ibu depresi. Ada ibu yang kehilangan nafsu makan sehingga mengalami penurunan berat badan yang tidak sehat. Ada juga ibu yang makan berlebihan supaya perasaannya lebih baik. Namun, ibu yang depresi terus-menerus merasa belum cukup (merasa terlalu gendut atau terlalu kurus).
- Sulit tidur (insomnia) – sulit tidur membuat depresi juga semakin sulit diatasi.
- Emosi yang bercampur – Ibu yang depresi tak hanya merasakan satu jenis emosi saja. Ia menderita karena merasa bersalah, sedih, dan kewalahan sehingga membuat dirinya cepat tersinggung serta murung.
- Pikiran yang aneh – halusinasi, pikiran untuk menyakit bayi, dan kurang memperhatikan kebutuhan bayi.
- Keanehan ekstrem dan tidak biasa,
Jika Anda menemukan gejala-gejala ini ada dalam diri Anda, tolong berhentilah menyalahkan diri sendiri. Ini semua BUKAN kesalahan Anda dan Anda TIDAK GAGAL menjadi ibu.
Percayalah pada diri Anda bahwa Anda bisa bangkit dari kondisi ini.
Bagaimana cara mengatasi dampak orangtua depresi?
Sebenarnya, setelah mengetahui dampak orangtua depresi terhadap perkembangan anak, yang pertama perlu diberikan pertolongan adalah diri Anda sendiri.
Lalu, apa yang dapat Anda lakukan untuk dapat pulih dari kondisi yang melemahkan seperti itu? Kunci untuk pulih dari depresi adalah intervensi dini. Dengan kombinasi terapi yang tepat, konseling, dan pengobatan (jika diperlukan), situasi akan membaik.
Berikut beberapa langkah bagus untuk memulainya:
- Mencari bantuan dari profesional. Bunda bisa kontak Yayasan Pulih melalui WhatsApp di nomer 081283481128 pada hari dan jam kerja atau telepon 021-78842580.
- Bergabung dalam support group. Mencari dukungan dari sesama ibu yang mengalami permasalahan yang mirip tentu menjadi sarana tepat jika Anda ingin berbagi beban. Anda bebas menceritakan semua kesedihan dan masalah yang Anda alami tanpa perlu khawatir dicap buruk. Salah satu support group MotherHOPE Indonesia yang dapat memberikan dukungan psikologis kepada Bunda dan keluarga adalah . Mulai dari masalah baby blues, depresi pasca melahirkan, gangguan mood ketika hamil maupun menyusui, serta masalah psikologis lainnya bisa Bunda bagikan dalam grup Facebook ini.
- Konsultasi dengan dokter sebelum minum obat. Saat ini ada berbagai terapi yang tersedia untuk depresi pasca melahirkan, termasuk mengonsumsi obat antidepresan. Namun, setiap obat tentu memiliki efek samping. Jadi, sebelum minum obat tertentu, ingatlah untuk selalu berkonsultasi dengan dokter.
Kami di theAsianparent sangat berharap artikel dampak orangtua depresi terhadap perkembangan anak ini akan sangat membantu Bunda dan Ayah. Menyimpan sendiri depresi yang Anda rasakan tidak akan membuat keadaan menjadi lebih baik.
Jika Anda menderita depresi atau menduga bahwa Anda depresi, silakan mencari bantuan demi kebaikan Anda dan keluarga.
Baca juga:
Waspada! Anak bisa menerima dampak negatif dari depresi orangtua
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.