Anak mulai memilih makanan, hingga mogok makan? Tentunya momen ini bisa membuat orangtua khawatir. Tapi tahukah bahwa fase ini merupakan salah satu tanda perkembangan kognitif bahkan ciri anak pintar?
Sebagai ibu, saya cukup paham kalau ada masanya anak mulai memilih makanan. Hanya mau mengonsumsi makanan yang ia suka saja. Malah, ada juga anak yang sampai melakukan aksi mogok makan alias GTM.
Bingung? Sudah pasti. Khawatir? Tentu saja. Biar bagaimana pun, kesehatan anak adalah prioritas. Jangan sampai lantaran anak picky eater hingga berujung melakukan GTM, kebutuhan nutrisi anak malah tidak terpenuhi dengan baik.
Bagaimana anak bisa sehat jika nutrisinya kurang karena terlalu memilih makanan?
Seperti yang dikatakan Prof. Dr. dr. Rini sekartini Sp.A(K) dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo bahwa anak yang picky eater, berisiko mengalami gagal tumbuh atau stunting saat ditemui di acara peluncuran Susu Curcuma.
Padahal, risiko anak stunting tidak hanya membuat tubuhnya pendek, namun tingkat intelegensia anak akan menurun sehingga anak akan sulit mengikuti pelajaran.
Parents tentu tidak menginginkan kondisi ini menimpa si kecil bukan? Oleh karena itu, dikatakan dr. Rini, meskipun anak picky eater dan melakukan aksi GTM terbilang wajar, bukan berarti bisa disepelekan atau didiamkan.
Dokter yang berpraktik di RS Bunda ini juga mengingatkan bahwa salah satu yang perlu diperhatikan adalah ketika si kecil memulai MPASI, kandungannya tentu saja harus memenuhi kebutuhan gizi di masa emasnya.
“Pemenuhan gizi dan nutrisi anak tentu saja dimulai sejak 1000 hari pertama kehidupannya, dimulai dari kandungan hingga anak berusia 2 tahun. Masa ini merupakan periode yang sangat penting dalam tumbuh kembang seorang anak yang akan memengaruhi di masa mendatang,” ujarnya.
Tak hanya MPASI dengan dengan sumber protein, dr. Rini juga menandaskan bahwa anak juga membutuhkan tambahan susu. Namun, tentu saja susu hanya sebagai pendamping, “Usia balita, kebutuhan susu sekitar 500-600 cc per hari. Selebihnya, anak harus makan. Jadi, susu tidak dapat menggantikan makanan yang harus dikonsumsi anak.”
Pada praktiknya, dalam memenuhi kebutuhan nutrisi anak, orangtua memang sering kali menemukan kendala. Salah satunya di mana anak memasuki fase picky eater hingga berujung malakukan gerakan tutup mulut.
Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A (K) menjelaskan bahwa fase ini sangat normal terjadi. Biasanya terjadi pada anak usia pra-sekolah. Dr. Rini menjelaskan bahwa fase ini juga dikenal sebagai food preference.
“Saat anak mengonsumsi berbagai jenis makanan, baik yang sudah maupun yang belum dikenalnya tapi ia menolaknya, kondisi ini bisa disebut picky eater, yang merupakan bagian dari food preference,” terangnya.
Ditambahkan psikolog anak, Tari Sandjojo bahwa dalam sebuah riset menyebutkan kalau 6 dari 10 anak memang akan mengalami fase picky eater.
Meskipun begitu, ia menegaskan bahwa tidak selamanya anak picky eater ini dianggap sebuah masalah besar sehingga membuat Parents panik.
“Kalau di psikologi fase anak memilih makan ini dimulai saat anak memasuki usia 2 sampai 3 tahun, sering disebut juga terrible two. Saya sendiri kurang setuju dengan istilah ini karena jika anak sudah bisa bilang tidak, sudah bisa memilih dan menentukan mana yang dia suka dan tidak, itu bukan terrible two. Justru ini memperlihatkan anak-anak telah berkembang kemampuan kognitifnya, tanda anak sudah pintar memilih.”
Artinya, saat anak sudah bisa menentukan apa yang diingankan, sebanarnya bisa dilihat dari sudut pandang yang lebih positif karena kondisi ini bisa menjadi salah satu ciri anak pintar.
Meskipun picky eater tidak selamanya dipandang negatif karena bisa jadi ciri anak pintar, orangtua tentu saja perlu membantu anak ketika memasuki fase ini sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Apa yang bisa dilakukan orangtua dalam mendampingi anak memasuki fase picky eater?
-
Mencari tahu lebih dulu penyebab anak picky eater
Dikatakan dr. Rini, bahwa sebenarnya ada beberapa sebab anak picky eater. Antara lain karena faktor kepribadian anak yang sulit untuk mencoba sesuatu hal baru, selain itu juga dipengaruhi lingkungannya sehingga anak tidak mendapatkan pengalaman menyenangkan saat proses makan berlangsung.
Dan terakhir bisa dikarenakan orangtua tidak memberikan makanan bervariasi sehingga anak merasa bosan.
Setelah mengetahui apa yang menyebabkan anak picky eater, orangtua tentu bisa mencari cara untuk mengatasinya. Bisa dimulai dengan menjadi contoh yang baik bagi anak dengan mengonsumsi makanan sehat, kemudian lebih kreatif dalam menyajikan makanan.
“Mendampingi anak picky eater, orangtua memang perlu sabar, dan kreatif dalam mengolah menu bervariasi serta menciptakan suasana menyenangkan saat makan. Penting juga bagi orangtua untuk menerapkan pola makan sehat agar bisa dicontoh anak,” saran Dr. Rini.
Jadi bagaimana Parents, saat anak mulai picky eater jangan panik dulu, ya? Lebih baik dilihat dari sudut pandang yang lebih positif bahwa ini merupakan salah satu ciri anak pintar. Selain itu, Parents pun harus mengetahui apa yang perlu dilakukan.
Baca juga:
Anak suka pilih-pilih makanan? Lakukan 6 metode fun meal untuk atasi anak picky eater
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.