Perceraian menjadi jalan terakhir kala mahligai rumah tangga mustahil untuk dipertahankan. Untuk satu dan lain hal, tak sedikit pasangan yang menempuh jalur cerai online karena dianggap lebih efektif.
Kemudahan arus informasi seperti surat elektronik dan media sosial membuat tindakan apapun dapat dilakukan hanya dalam genggaman, tak terkecuali menceraikan seseorang.
Faktanya, pada tahun 2010 fenomena ini menjadi perhatian serius sejumlah negara. Yordania misalnya, yang mana Pengadilan Agama setempat mencatat sebanyak 450 kasus perceraian terjadi via pesan singkat atau media sosial sejenis.
Lantas, bagaimana fenomena cerai online ini di mata agama dan hukum Islam?
Artikel Terkait: Cerai saat hamil, Sahkah di mata hukum Indonesia dan hukum islam?
Syarat dan ketentuan talak dalam Islam
Layaknya akad nikah, talak juga memiliki sejumlah syarat dan ketentuan sehingga hukumnya menjadi sah.
Terdapat beberapa aspek persyaratan talak menurut ulama yakni pihak yang menjatuhkan talak yaitu suami, pihak yang tertalak yakni istri, serta bagaimana reaksi saat talak dijatuhkan.
Artikel Terkait:
1. Syarat pertama, yang menjatuhkan talak yaitu suami telah menikahi istri secara sah, kondisinya baligh, berakal sehat, dan menjatuhkan talak atas keinginan sendiri.
Tidah sak bagi seorang laki-laki yang menalak perempuan yang belum dinikahinya seperti menyebutkan,”Jika aku menikahinya, maka ia tertalak.”. Talak juga tidak sah jika diungkapkan oleh anak kecil dan seseorang yang hilang kesadaran karena tertidur, sakit, atau sedang mabuk.
“Adapun orang yang tidak sadar, jika tak sadarnya karena sebab yang dimaafkan, seperti orang yang sedang tidur, tunagrahita, sakit, dan minum obat guna mengobati penyakitnya, sampai hilang kesadaran akalnya, atau dipaksa minum khamr sampai mabuk, maka ia tidak jatuh talaknya, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam nash hadits tentang orang tidur dan orang tunagrahita. Maka kita analogikan saja yang lain kepada keduanya. Selanjutnya, jika seseorang hilang kesadaran akalnya karena sebab yang tidak dimaafkan, seperti orang yang minum khamr tanpa alasan sampai mabuk, atau minum obat tanpa ada kebutuhan, sehingga hilang kesadaran akalnya, maka menurut pendapat (nash) yang telah ditetapkan tentang orang mabuk, jatuhlah talaknya.” – Syekh al-Syairazi dalam al-Muhadzab, (Beirut: Darul Kutub, jilid 3, hal. 3).
Selanjutnya, Syekh al-Syairaji merinci kriteria paksaan jika adanya paksaan dalam menjatuhkan talak:
- (1) pihak yang memaksa lebih kuat dari yang dipaksa, sehingga tak bisa ditolak;
- (2) berdasarkan dugaan kuat, jika paksaan itu ditolak, sesuatu yang ditakutkan akan terjadi;
- (3) paksaan akan diikuti dengan sesuatu yang lebih membahayakan, seperti pemukulan, pembunuhan, dan seterusnya.
Di samping itu, para ulama juga sepakat akan sahnya talak orang yang sedang marah.
2. Syarat kedua, kondisi istri yang dijatuhkan talak.
Talak harus jatuh saat istri dalam keadaan suci dan tidak digauli yang disebut talak sunnah atau talak yang diperbolehkan.
Ada juga talak bid’ah atau talak yang diharamkan yakni istri ditalak saat dalam keadaan haid. Sedangkan bagi istri yang belum haid, istri yang sedang hamil, istri yang sudah menopause, atau istri yang ditalak khuluk dan belum dicampuri—tidak berlaku.
Artikel terkait: Swakarantina berisiko timbulkan konflik dalam pernikahan, ini cara mengatasinya!
Bukan tanpa alasan, keharusan jatuhnya talak saat istri sedang suci agar ia dapat langsung menjalani masa iddah yang lebih singkat.
Berbeda jika istri sedang dalam kondisi haid lalu dijatuhi talak, maka iddahnya menjadi lebih lama. Tertalaknya istri dalam masa suci setelah digauli memperbesar kemngkinan untuk hamil, sehingga harus menunggu ia melahirkan sebagai masa iddahnya.
3. Syarat ketiga, redaksi talak yang dipergunakan.
Terdapat dua jenis yakni ungkapan yang jelas (sharih), bisa juga berupa ungkapan sindiran (kinayah). Maksud ungkapan jelas di sini, tidak ada makna lain selain makna talak.
Sehingga meskipun seseorang tidak memiliki niat untuk menjatuhkan talak dalam hati, jika yang dipergunakan adalah ungkapan sharih maka talaknya jatuh. Contohnya, “Saya talak kamu,” atau “Saya ceraikan kamu,” atau “Saya lepaskan kamu.” Ungkapan seperti ini sah adanya.
Berbeda halnya dengan ungkapan kinayah yang mungkin bermakna talak, dapat pula bermakna lain. Dengan kata lain, talaknya akan jatuh manakala ada niat untuk melakukan hal tersebut.
Contohnya, “Sekarang kamu bebas,” atau “Sekarang kamu lepas,” atau “Pergilah kamu ke keluargamu!” Bahkan, ulama turut mendukung ungkapan kinayah yang cukup jelas dan tidak memerlukan niat. Contohnya, “Engkau sekarang sudah jelas, bebas, lepas, dan haram (bagiku). Maka pergilah dan pulanglah ke keluargamu!” maka talak sah dijatuhkan.
Mengajukan cerai online, apa hukumnya?
Merujuk pada kajian ilmu fiqih, terdapat dua kubu utama perihal reaksi ulama terhadap polemik satu ini. Hal ini dipaparkan secara gamblang oleh Anggota ahli Komite Fikih Islam Internasional Jeddah, Prof Muhammad bin Yahya bin Hasan an-Najmi dalam bukunya yang berjudul Hukmu Ibram Uqud al-Ahwal as-Syakhshiyyah wa al-Uqud at-Tijariyyah Ibra al-Wasail al-Iliktroniyyah.
Kelompok pertama menyebutkan metode cerai online tidaklah sah, mengingat talak yang dijatuhkan suami adalah tertulis dan tidak menimbulkan implikasi terhadap hukum.
Apalagi, dalam Al Quran telah dijelaskan bahwa ungkapan cerai harus disampaikan secara lisan bukan tulisan seperti halnya pesan singkat.
Seperti disebutkan dalam Surah at-Thalaq ayat 1:
“Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar).”
Artikel terkait: Maskulinitas rapuh pada lelaki membahayakan pernikahan, ini 6 tandanya!
Pendapat ini diaminkan oleh Komite Fikih Internasional yang berpusat di Jeddah dan Asosiasi Ulama Senior Arab Saudi. Penyampaian talak dalam metode online ditengarai rawan penyalahgunaan dan tingkat keakuratan rendah.
Tak menutup kemungkinan ada oknum tidak bertanggung jawab yang membajak media sosial seseorang lalu mengatasnamakan pihak suami dengan tujuan tertentu.
Sebaliknya, ada kelompok kedua yang menilai cerai online sah adanya karena hukumnya sama dengan mengajukan cerai secara lisan. Kendati begitu, masih ada perdebatan terkait jenis tulisan seperti apa yang sah dan pernyataan seperti apa yang bisa pula membatalkan perceraian.
Sumber: Nahdlatul Ulama Online
Baca juga:
Mantap Ingin Berpisah? 6 Langkah Mengajukan Cerai Beserta Biaya yang Diperlukan
Pengacara Perceraian Punya Peran Krusial, Bisakah Urus Cerai Tanpa Bantuannya?