Pertengkaran merupakan ‘bumbu’ dalam kehidupan pernikahan. Sayangnya, pertengkaran yang tidak selesai bisa berujung perceraian. Namun, bagaimana kalau ingin cerai saat hamil? Apakah perceraian tersebut akan disetujui oleh pihak pengadilan?
Sahkah bercerai saat si istri sedang hamil? Bagaimanakah persoalan ini menurut hukum Islam?
Semua pertanyaan tersebut akan berusaha dijawab melalui ulasan berikut ini.
Hukum Islam tentang suami yang menceraikan istri saat sedang hamil
Melansir dari Konsultasi Syariah, Syekh Prof. Khalid Al Musyaiqih menyebutkan bahwa mentalak istri saat hamil tidak tergolong talak bid’i (talak yang tidak sesuai prosedur syariat). Bahkan talak tersebut tergolong talak yang syar’i atau talak Sunni (talak yang dilakukan sesuai prosedur syariat).
“Mentalak istri saat hamil tidak tergolong talak bid’i. Bahkan itu tergolong talak yang syar’i (talak sunni), meski dilakukan setelah suami menyetubuhinya,” tutur Prof. Khalid.
Lebih lanjut, dia juga mengatakan, “Hal ini berdasarkan hadis yang terdapat dalam Shahih Muslim, bahwa Nabi berpesan kepada Abdullah bin Umar saat dia menceraikan istrinya ketika haid: ‘Rujuklah kepada istrimu yang sudah kamu cerai itu. Tetaplah bersamanya sampai dia suci dari haid, lalu haid kembali kemudian suci lagi. Setelah itu silahkan kalau kamu mau mencerainya, bisa saat istri suci sebelum kamu ‘gauli’, atau saat dia hamil.”
Hukum Indonesia tentang wanita yang minta cerai saat hamil
Dilansir dari Kantor Pengacara, terdapat 2 aturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur mengenai perkawinan dan perceraian. Aturan pertama adalah Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Selanjutnya, yaitu aturan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Pada UU Perkawinan Pasal 39 Ayat 2, disebutkan bahwa perceraian boleh diajukan oleh istri kepada suami atau sebaliknya, dengan berlandaskan pada 6 alasan, yaitu:
- Jika pasangan terbukti berbuat zina, atau memiliki kebiasaan mabuk-mabukan, berjudi, mengonsumsi narkoba, atau tindakan lain yang dianggap sulit untuk disembuhkan
- Pasangan pergi selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin dengan tanpa disertai alasan atau penyebab lain yang diluar kehendaknya
- Jika pasangan terbukti melakukan kejahatan dan memperoleh hukuman penjara 5 tahun atau lebih
- Pasangan melakukan tindakan penganiayaan berat atau kejam yang membahayakan nyawa
- Pasangan memperoleh cacat tubuh atau penyakit yang membuat dirinya tidak bisa menjalankan kewajiban
- Terjadi perselisihan antara suami dengan istri yang sulit untuk diselesaikan sehingga keduanya tidak bisa hidup rukun dalam rumah tangga.
Sementara itu, menurut KHI, ada 8 alasan yang dapat dipakai sebagai landasan pengajuan gugatan cerai oleh suami atau istri kepada pasangannya. Enam dari 8 alasan untuk mengajukan cerai memiliki kesamaan dengan UU Perkawinan. Sementara itu, 2 alasan tambahan lainnya yaitu:
- Terjadi pelanggaran taklik talak oleh suami
- Salah satu pasangan memilih untuk pindah agama atau murtad yang berujung pada ketidakharmonisan dalam kehidupan rumah tangga.
Merujuk dari 2 aturan hukum yang berlaku di Indonesia di atas, seorang istri yang tengah hamil, sah-sah saja untuk mengajukan gugatan cerai kepada suaminya.
Meskipun Anda bisa mengajukan gugatan cerai saat sedang hamil, baiknya Anda dan pasangan berdiskusi lebih lanjut mengenai keputusan cerai ini. Pertimbangkanlah keuntungan dan kerugian setelah bercerai, serta pertimbangkan pula dampak perceraian ini bagi anak.
Semoga informasi di atas bermanfaat!
****
Baca juga:
Perceraian : After the Love Has Gone
5 Kebutuhan Dasar Suami yang Sebaiknya Dipenuhi Istri
Membatalkan Pernikahan Saat Sedang Hamil, Apakah Bisa Dilakukan?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.