Kasus kekerasan pada anak nampaknya masih kerap ditemui, Parents. Seperti kisah bocah tewas dalam karung yang akhir-akhir ini menggegerkan masyarakat Bandung, Jawa Barat. Peristiwa naas itu terjadi pada Selasa (23/11) malam. Hingga kini, penyebab kematian masih menjadi pertanyaan.
Kronologi Bocah Tewas dalam Karung
Adalah AR, bocah perempuan malang tewas mengenaskan belum lama ini. Anak berusia 10 tahun ini ditemukan di belakang rumah warga yang berlokasi di Kampung Cipadaulun, Desa Tanjung Wangi, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada Selasa (23/11/2021) pukul 23.00 WIB.
Sebelum jasad ditemukan, korban diketahui sedang mengaji dan meninggalkan rumah pukul 17.3 WIB. Namun, hingga pukul 19.3 WIB, korban tidak kunjung kembali ke rumah.
Merasa khawatir, orang tua AR pun mencari putrinya ke tempat mengaji dan kediaman teman korban. Kebetulan, lokasinya tidak jauh dari rumah. Namun, hasilnya nihil.
Tidak pantang menyerah, orang tua korban berinisiatif mengumumkan keberadaan anaknya melalui pengeras suara masjid.
Mereka juga meminta bantuan warga untuk mencari anaknya. Masyarakat pun lantas bahu membahu mencari keberadaan AR, hingga akhirnya ada dua warga yang mendapati sebuah karung di belakang rumah.
Artikel terkait: Istri Siri Jadi Korban Penyiraman Air Keras di Cianjur, Ini 3 Faktanya
AR Ditemukan Tewas di Dalam Sebuah Karung Dekat Musala
Karung tersebut ditemukan tak jauh dari bangunan musala. Betapa terkejutnya, saat karung dibuka ada korban AR yang ditemukan sudah tidak bernyawa.
“Diduga meninggal akibat penganiayaan,” demikian uraian singkat Kapolsek Pacet AK Edi Pramana mengutip Kompas. Saat ditemukan warga, korban masih mengenakan pakaian lengkap. Akan tetapi, mendiang tidak menggunakan celana dalam.
“Tangan sama mulutnya terlilit lakban, serta ada bekas kekerasan di muka dan kepala,” lanjut Edi.
Setelah ditemukan, jasad korban langsung dievakuasi dan warga melapor ke kantor polisi terdekat.
Polisi kemudian mendatangi lokasi dan mendapati sejumlah petunjuk di dalam musala. Benda yang diduga kuat barang bukti yaitu kapak, dua karpet, satu celana yang menggantung di dinding mushola, sebilah pisau, dan asbak berisi puntung rokok diamankan polisi.
Saat ini, jasad korban masih dalam pemeriksaan dokter forensik di Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih.
“Untuk kondisi luka korban sementara belum bisa ditentukan karena masih menunggu pemeriksaan bersama pihak dokter forensik,” tukas Edi.
Sejauh ini, sudah ada empat orang saksi yang dimintai keterangan. Saksi menuturkan bahwa sebelumnya ada perpisahan di gang menuju rumah korban. Kasus ini masih dalam penyelidikan dan pendalaman Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandung.
Artikel terkait: Anak 13 Tahun Dianiaya setelah Diperkosa, Korban Alami Luka Fisik dan Mental!
Mengapa Pembunuhan Sadis Banyak Terjadi?
Bagi Parents yang kerap memantau lini berita, kasus AR bukanlah kali pertama. Nyaris setiap hari terdapat kasus pembunuhan menghiasi jagat maya Indonesia. Baik pelaku dan korban beragam tidak pandang status dan usia.
Mengutip laman Kompas, Ketua Departemen Kriminologi Universitas Indonesia (UI) Iqrak Sulhin menuturkan bahwa bicara mengenai pembunuhan, ada dua jenis yang perlu diketahui.
“Pembunuhan itu ada dua jenis, intended (diniatkan) dan unintended (tidak diniatkan). Kalau yang diniatkan bentuknya seperti pembunuhan akibat perampokan, membela diri, atau kelalaian,” ujar Iqrak. Di Indonesia sendiri, Iqrak beropini pembunuhan yang direncanakan menjadi kasus yang paling dominan.
Terjadinya kasus pembunuhan biasanya disebabkan beberapa faktor seperti terjadinya masalah dalam hubungan interpersonal antara pelaku dan korban. “Masalah interpersonal seperti adanya dendam, sakit hati, atau sengketa. Ini pula yang menjadi dasar pelaku biasanya adalah orang yang dikenal korban,” sambung Iqrak.
Iqrak juga mengungkapkan bahwa jarang sekali, bahkan nyaris tidak pernah ada kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh orang asing. Menurut Iqrak, pembunuhan terjadi karena hilangnya mekanisme sosial yang memberi ruang bagi perbincangan hangat antar-manusia.
“Karena ciri khas manusia adalah berinteraksi sebagai makhluk sosial, sehingga bisa saja ada masalah di dalam interaksi tersebut yang berujung pada terjadinya kekerasan,” tukas Iqrak.
Artikel terkait: Ibu Hamil di Polewali Ditandu Sejauh 2 KM untuk Melahirkan Karena Ambulans Tak Bisa Masuk
Komunikasi Kurang Efektif dan Kondisi Mental Turut Berkontribusi
Dalam pengamatan Iqrak, yang terjadi saat ini adalah interaksi cenderung terjadi secara formalistik, hanya dalam bentuk interaksi saling sapa baik itu dengan tetangga atau perintah dari atasan. Lanjut Iqrak, jenis komunikasi seperti ini bukanlah ruang efektif untuk menyelesaikan masalah.
Menurut Iqrak, setidaknya ada dua alasan pelaku melakukan pembunuhan. “Mutilasi misalnya bisa dikategorikan ada dua. Pertama, memang mengindikasikan amarah dari pelaku. Kedua, terjadi karena sifatnya ingin menghilangkan jejak,” pungkas Iqrak.
Senada dengan Iqrak, Psikolog klinis Sarah Siahaan, MA, M.Psi menyebutkan bahwa di masa pandemi seperti sekarang ini kondisi mental seseorang turut berkontribusi.
“Di masa pandemi seperti sekarang, besar kemungkinan ada emosi terpendam yang mungkin tidak disadari banyak orang juga tidak diobati. Kebanyakan orang mulai memaksa masuk ke dalam masyarakat dengan emosi yang masih mentah alias belum dikelola dengan baik.
“Jika ada ketegangan, ini dapat mengakibatkan hipersensitivitas atau seseorang jadi mudah terpicu akan kondisi sekitar. Itulah mengapa kita harus belajar kembali norma sosial dasar. Bagaimana caranya berinteraksi dengan orang lain”, ujar Sarah saat dihubungi via WhatsApp oleh theAsianparent Indonesia.
Parents, semoga kisah ini bisa membuka wawasan dan lebih lebih waspada. Semoga kejadian ini tak terulang lagi, ya.
Baca juga:
id.theasianparent.com/intimidasi-terhadap-korban-pelecehan
Fitur Add Yours Instagram Jadi Tren, Waspada Informasi Pribadi Dimanfaatkan Pelaku Kejahatan!
Kisah Seorang Ibu Berhasil Hamil Berkat Embrio yang Disimpan Selama 6 Tahun
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.