Dalam ajaran Islam terdapat beberapa hukum yang mengatur tentang musik. Seperti apa pembahasannya? Apakah musik itu haram? Atau justru dibolehkan?
Musik adalah sebuah seni mengatur suara dengan tempo tertentu untuk menghasilkan komposisi melalui unsur nada, melodi, harmoni, dan ritme. Tidak jarang musik dimainkan bersamaan dengan lantunan nyanyian sehingga nyanyian tersebut menjadi lebih indah.
Apakah Musik Haram?
Sekarang ini musik sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, bahkan dari berbagai kalangan. Kemudahan mengakses musik melalui internet semakin mempercepat penyebaran musik.
Tidak hanya anak muda dengan musik-musik hype-nya, generasi di atasnya pun dapat dengan mudah mengakses baik itu musik lawas, atau bahkan musik lokal yang digandrungi seperti dangdut, campursari, dan keroncong.
Sebagai bagian dari budaya yang telah lama ada, musik juga kemudian dibahas di dalam khazanah keislaman. Berbagai pembahasan tersebut kemudian menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda dari para ulama.
Ada yang mengatakan musik boleh (mubah), ada yang mengatakan makruh (lebih utama ditinggalkan), dan ada pula yang mengatakan bahwa hukum musik adalah haram.
Melansir laman nu.or.id, hukum musik ini telah dibahas oleh para ulama dari 4 mazhab besar, yaitu Syafi’i, Maliki, Hanafi , dan Hambali. Berikut pembahasannya.
Artikel terkait: Sejarah Hari Musik Nasional dan Manfaat Musik bagi Perkembangan Anak
Pendapat yang Melarang
Dalam Mazhab Syafi’i, jika merujuk pada pendiri mazhab ini yaitu Imam Syafi’I sendiri, beliau berpendapat bahwa hukum musik itu adalah haram. Sebagaimana pernyataannya: “Menyanyi hukumnya makruh dan menyerupai kebatilan. Barang siapa sering bernyanyi maka tergolong orang bodoh. Karena itu, syahadah-nya (kesaksiannya) ditolak.”
Pendiri mazhab Maliki yaitu Imam Malik, yang juga guru Imam Syafi’i, mengatakan hal yang senada dengan pendapat Imam Syafi’i. Ia melarang dengan keras mendengarkan musik. Pendapat dari Imam Malik tersebut diikuti oleh kebanyakan ulama Madinah sezamannya kecuali Ibnu Sa’id.
Sikap yang sama juga diambil oleh Imam Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi, dalam menanggapi tentang musik. Menurutnya hukum musik adalah makruh, dan mendengarkannya termasuk perbuatan dosa. Pendapat beliau tersebut kemudian juga diikuti oleh beberapa ulama di Kufah, seperti Sofyan al-Tsauri, Syu’bi, Ibrahim, dan Himad.
Pendapat-pendapat yang mengharamkan musik tersebut umumnya diambil dari dalil-dalil Alquran dan hadits-hadits Rasulullah SAW. Misalnya, dalam Q.S. Luqman ayat 6 Allah SWT berfirman yang artinya:
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu ejekan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.”
Juga terdapat dalam hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Malik Al-Asy’ari r.a: “Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat-alat musik.”
Serta beberapa hadis lainnya, seperti yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a, hadis dari Ibnu Mas’ud r.a, hadis dari Abu Umamah r.a, dan hadis dari Ibnu ‘Auf r.a.
Artikel terkait: Panduan Keluarga Muslim, Belajar Silsilah Nabi Muhammad Hingga Nabi Adam
Pendapat yang Membolehkan
Sedangkan pendapat yang membolehkan musik juga didasarkan dari beberapa ayat Alquran dan hadis Rasulullah SAW. Misalnya, dalam Alquran surah Al-Maidah ayat 87, Allah SWT berfirman yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.”
Juga terdapat dari hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Beliau menuturkan suatu ketika Umar melewati shahabat Hasan sedangkan ia sedang melantunkan syair di masjid. Maka Umar memicingkan mata tidak setuju.
Lalu Hasan berkata: “Aku pernah bersyi’ir di masjid dan di sana ada orang yang lebih mulia daripadamu (yaitu Rasulullah SAW).”
Selain itu juga terdapat dalil dari hadis yang diriwayatkan oleh Nafi’ ra, hadis dari Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra, dan hadis dari Aisyah r.a.
Para ulama yang membolehkan musik misalnya adalah Abu Thalib al-Makki. Menurut beliau, para sahabat Rasulullah SAW, seperti Abdullah bin Ja’far, Abdullah bin Zubair, Mughirah bin Syu’bah, Muawiyah dan sahabat Nabi lainnya suka mendengarkan musik.
Menurut beliau pula, mendengarkan musik atau nyanyian sudah hampir menjadi tradisi di kalangan ulama salaf ataupun tabi’in. Bahkan, kata Abu Thalib, ketika ia berada di kota Makkah, pada saat memperingati hari-hari besar, orang-orang Hijaz merayakannya dengan mengadakan pagelaran musik.
Artikel terkait: 16 Alat Musik Tradisional Indonesia yang Mendunia, Sudah Tahu?
Apakah Musik Haram? Begini Pendapat Imam Ghazali
Sedangkan pendapat Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa tidak ada satu pun ayat dalam Alquran maupun hadis-hadis nabi yang menyebutkan secara vulgar hukum musik. Memang, terdapat hadis yang menuturkan larangan memakai alat musik tertentu, seperti seruling dan gitar.
Kendati demikian, larangan itu tidak ditunjukkan pada alat musiknya (seruling atau gitar), melainkan alasan lain. Di awal-awal masa Islam, kata al-Ghazali, kedua alat musik tersebut kerap dimainkan di tempat-tempat maksiat, sebagai musik pengiring pesta minuman keras.
Menurut Imam al-Ghazali juga, mendengarkan musik, nyanyian atau lagu sama saja dengan mendengarkan perkataan atau bunyi-bunyian yang dihasilkan dari makhluk hidup atau benda mati. Setiap lagu mengandung pesan dan makna yang ingin disampaikan kepada pendengarnya.
****
Jadi, apakah musik haram? Kembali lagi, apabila pesan serta maknanya mengandung kebaikan dan nilai-nilai keagamaan, maka tidaklah jauh berbeda seperti mendengar ceramah atau nasihat-nasihat keagamaan. Berlaku juga sebaliknya jika musik tersebut mengandung kemaksiatan.
Baca juga:
Rekomendasi Musik yang Baik untuk didengarkan saat Melahirkan
8 Mainan Alat Musik Anak Pilihan di 2023, Yuk Kembangkan Bakat dan Kecerdasannya