Tidak hanya di Indonesia, kasus kekerasan pada anak sering terjadi di berbagai belahan dunia. Seperti kasus seorang anak tewas dikunci dalam koper oleh ibu tirinya yang baru saja terjadi di Korea Selatan.
Atas nama mendisiplinkan anak, pelaku mengaku melakukan kekerasan ini. Padahal, melatih anak belajar disiplin bisa dilakukan tanpa adanya kekerasan yang justru bisa berakibat buruk kepada tumbuh kembang anak. Kekerasan fisik juga berpotensi membuat anak menjadi sosok yang agresif.
Seorang Anak di Korea Selatan Tewas Dikunci Dalam Koper Oleh Ibu Tiri
Terduga pelaku ibu tiri korban. Sumber: Line Today
Disadur dari Korea Joongang Daily, seorang ibu berusia 43 tahun ditangkap di Cheonan, Chungcheong Selatan, pada hari Rabu 3 Juni 2020 lalu. Ia diduga sudah membunuh anak tirinya yang berusia sembilan tahun dengan cara dikurung di dalam sebuah koper.
Menurut keterangan yang didapatkan dari polisi setempat, ibu tersebut mengaku telah mengunci anak tirinya di dalam koper pada siang hari. Korban dimasukkan ke dalam sebuah koper berukuran 44x60cm pada hari Senin (1/6).
Awalnya, sang anak ditaruh di dalam koper yang lebih kecil, namun dipindahkan ke koper yang lebih besar karena ia buang air kecil di dalam koper pertama.
Ia memerintahkan anaknya tersebut untuk masuk ke dalam koper sebagai hukuman karena sudah berbohong dan tidak patuh pada perintahnya. Saat kejadian tersebut, ayah kandung korban sedang pergi bekerja sementara korban tinggal di rumah dengan ibu tiri dan dua saudara tirinya.
Rekaman kamera CCTV membuktikan bahwa pada jam 1 siang sang ibu pergi keluar dari apartemen tempat mereka tinggal. Diduga ia pergi setelah mengunci sang anak di dalam koper. Ia baru kembali sekitar tiga jam kemudian.
Dari pemeriksaan yang dilakukan polisi, di tubuh korban ada beberapa luka memar yang ditemukan. Si ibu berdalih bahwa ia memukul korban untuk mendisiplinkannya. Ia juga berkata bahwa akan melakukan hal yang sama jika anak kandungnya berbuat nakal.
Ditemukan Dalam Keadaan Koma
Rekaman CCTV saat sang anak dibawa ke rumah sakit. Sumber: Line Today
Saat pelaku menemukan anak tirinya dalam keadaan tidak sadar setelah ia membuka koper, ia pun menelepon ambulans. Ambulans datang ke tempat mereka tinggal sekitar pukul 19.25 waktu setempat.
Tim medis yang datang saat itu menemukan sang anak dalam kondisi koma dan langsung dibawa ke rumah sakit Universitas di Cheonan. Korban dirawat selama dua hari, namun nyawanya tak dapat diselamatkan dan dinyatakan meninggal pada hari Rabu malam.
Penyebab kematian diduga akibat kegagalan beberapa organ. Polisi mencurigai kematian anak tersebut juga berkaitan dengan tindak kekerasan yang dialaminya.
Ternyata ini bukan pertama kalinya sang ibu tiri berurusan dengan hukum. Satu bulan sebelumnya ia dan suami menjalani penyelidikan kepolisian atas dugaan penganiayaan anak.
Pada bulan Mei lalu keduanya memeriksakan anak mereka ke rumah sakit, namun terlihat ada tanda lebam pada punggung sang anak. Pihak rumah sakit pun menghubungi polisi dan menginterogasi mereka. Si ibu mengaku ia memukul anaknya karena tidak mau mendengarkan perintahnya.
Efek Jangka Panjang Kekerasan Pada Anak
Kekerasan yang dilakukan terhadap anak tentu saja bisa bedampak pada tumbuh kembang yang akan memengaruhi saat mereka tumbuh dewasa. Hal ini berlaku untuk kekerasan fisik, seksual, psikologis, verbal, dan kekerasan lain berpengaruh terhadap kesejahteraan anak.
Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2016, tercatat ada 6.820 kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia.
Korban kekerasan anak tidak hanya terluka secara fisik, namun juga emosional. Akibatnya, akan terjadi perilaku menyimpang dan penurunan fungsi otak.
Struktur dan perkembangan otak anak akan terdampak, sehingga ada penurunan prestasi akademik dan juga gangguan kesehatan mental yang akan berlangsung hingga dewasa.
Emosi korban juga akan menjadi tidak stabil dan bisa muncul keinginan untuk bunuh diri. Mereka akan sulit berinteraksi dengan lingkungannya dan cenderung melakukan tindakan yang berbahaya.
Saat anak korban kekerasan tumbuh dewasa menjadi orangtua, mereka berpotensi melakukan hal yang sama kepada anak mereka. Siklus ini bisa terus berlanjut jika tidak dilakukan penanganan seperti terapi untuk mengatasi trauma yang dialami anak.
Risiko lainnya seperti depresi, kecemasan berlebih, serangan panik, dan gangguan stress pasca trauma (PTSD) juga bisa terjadi.
Meskipun sudah berlangsung lama, efek trauma pada anak akan selalu ada dan bisa menimbulkan gangguan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, korban sebaiknya mendapatkan pertolongan dari ahli seperti psikolog atau psikiater agar efeknya tidak berlarut-larut dalam jangka panjang.
Kasus anak tewas dikunci dalam koper ini adalah salah satu bentuk kekerasan fisik dan penelantaran anak. Semoga tidak pernah terjadi pada kita semua ya, Parents.
Baca juga:
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.