Menurut primbon Jawa, anak sulung menikah dengan anak bungsu dianggap sebagai perkawinan yang ideal. Mitos ini tidak sepenuhnya salah setelah saya memahaminya.
Saya, adalah anak perempuan pertama dalam keluarga. Sebagai anak sulung, saya terlatih mengasuh adik perempuan dan laki-laki saya, begitu pula menghadapi segala tingkah mereka.
Sementara itu, suami adalah anak laki-laki terakhir di keluarganya. Sebagai anak bungsu, ia mendapat banyak curahan perhatian dari kedua kakaknya. Kami seumuran, lahir dengan selisih bulan saja, dan kini kami dipersatukan dalam sebuah ikatan pernikahan. Selama menjalani enam tahun pernikahan, saya membuktikan mitos pernikahan anak sulung dan bungsu hampir sepenuhnya benar.
Sifat kami memang sangat berbeda, terlepas dari pola asuh keluarga yang memang tidak serupa. Saya tumbuh dengan didikan yang tegas, suami di sisi lain dibesarkan dalam keluarga yang penuh dengan kelembutan.
Orang tua saya selalu ingin saya merantau, karena anak perempuan pertama harus kuat dan mandiri agar bisa menjadi panutan kedua adiknya. Suami sebaliknya, hingga dewasa orang tuanya tidak ingin anak-anaknya jauh dari mereka.
Jelas pola asuh ini membuat karakter kami bertolak belakang, namun juga saling melengkapi. Dari sini saya paham soal mitos primbon Jawa tentang idealnya anak sulung menikah dengan bungsu.
Artikel terkait: 7 Karakter fakta menarik yang dimiliki anak pertama, Parents wajib tahu!
Saya bisa mengerti keinginannya untuk dimanja..
Saya memiliki adik laki-laki bungsu yang berbeda usia 14 tahun yang sejak kecil suka dimanja dan dituruti kemauannya. Suami juga adik bungsu yang punya jarak usia yang jauh dengan kakak-kakaknya.
Awal menikah, saya bingung melihat sikap manja itu juga ada di suami. Ekspektasi saya ketika awal menikah suami akan menjadi sosok kakak yang dewasa dan memanjakan saya, bukan sebaliknya.
Lama-kelamaan saya memahami bahwa mereka serupa, sama-sama membawa sifat adik bungsu yang gemar dimanja dan selalu diperhatikan. Ketika saya memahami keinginan suami untuk dimanja sebagai anak bungsu, semua tingkahnya menjadi make sense.
Saya bisa memahami bahwa ia akan susah mengalah..
Di awal pernikahan, saya heran dengan sikap suami yang selalu ingin menang sendiri. Bahkan untuk hal-hal kecil yang menurut saya sepele seperti berebut posisi tidur di ranjang. Sebagai bawaan sifat anak bungsu, suami merasa harus dituruti kemauannya.
Jika dulu saya berkeras mempertahankan pendirian saya dan berakhir dengan pertengkaran, maka sekarang berbeda. Untuk hal-hal kecil yang tidak terlalu penting, saya akan mengalah.
Perubahan sudut pandang ini mengubah banyak hal dalam hubungan kami. Saya menjadi lebih bersabar, suami juga pada akhirnya bisa mengatasi sikapnya yang mau menang sendiri.
Artikel terkait: Mempersiapkan Si Kecil Menjadi Anak Sulung
Saya bisa melihat bahwa ia selalu ingin diperhatikan..
Curahan perhatian dari keluarga sejak kecil membuat anak bungsu terbiasa menerima banyak perhatian termasuk untuk hal kecil. Saya sadari itu setelah melihat bagaimana ia senang ketika mendapat perhatian-perhatian kecil dari saya. Jujur untuk ini, saya meniru ibu mertua saya.
Menyenangkan dan sedikit lucu memang. Saya jadi terbiasa memuji penampilannya,membelikannya hadiah, atau rutin menanyakan kabar dan memberi semangat ketika ia bekerja.
Saya belajar untuk tidak mendominasi dan berhenti menyepelekan..
Anak sulung tumbuh dengan terbiasa didengar dan cenderung menyepelekan karena selalu jadi andalan. Saya akui, ini sisi buruk saya dan suami akhirnya menyadarkan saya mengubahnya.
Saya memang agak rewel apabila berdebat, hampir sering beradu pendapat. Apalagi urusan pekerjaan rumah tangga, saya suka menyepelekan caranya walau saya tahu sebelumnya memang suami tidak terbiasa mengerjakannya.
Sekarang, meski tidak mudah, saya belajar menahan diri agar suami tidak merasa didominasi baik dari segi peran maupun pendapat dan tidak menyepelekan usahanya untuk mengambil peran di pekerjaan rumah tangga. Suami juga memahami ada ego istrinya yang terkadang tidak bisa dilawan.
Artikel terkait: Manja Namun Stylish, Ini 8 Fakta Karakter Anak Bungsu Perempuan
Kebenaran mitos primbon Jawa tentang idealnya anak sulung menikah dengan anak bungsu ada pada bagaimana cara keduanya saling melangkapi dan memahami. Saya menyadari pelan-pelan bahwa hal ini tidak semata-mata menjadikan kami pasangan yang serba ideal.
Menjadi anak sulung tidak menjadikan saya istri yang lebih daripada suami, begitu juga menjadi anak bungsu tidak menjadikan suami harus bergantung kepada istri.
Tapi baik saya dan suami memiliki kemampuan untuk mengisi kekurangan masing-masing dengan kelebihan yang dimiliki. Terlebih dalam rumah tangga, kami sama-sama menyadari bahwa berproses itu pasti.
Ditulis oleh Puspa Sari, UGC Contributor theAsianparent.com
Artikel UGC Contributor lainnya:
Resep Jitu Ibuku Mendidik Anak agar Lebih Bertanggung Jawab
Putriku Lebih Dekat dengan Ayahnya, Aku Harus Bagaimana?
Masa Pandemi, Peran Ayah ASI Semakin Krusial untuk Dukung Keberhasilan Menyusui
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.