Sudah lebih dari satu tahun pandemi berlalu, namun angka kasusnya masih belum surut. Bahkan dalam beberapa minggu belakangan ini angka tersebut kembali menanjak naik. Salah satu yang perlu menjadi perhatian adalah tingginya kasus anak meninggal karena positif COVID-19.
Sebagai orangtua, adalah tugas kita untuk melindungi dan menjaga sang buah hati dengan baik. Dari mulai memastikan seluruh anggota keluarga mematuhi protokol kesehatan dengan baik, hingga memastikan anak mendapat gizi lengkap dan seimbang yang dapat menunjang daya tahan tubuhnya.
Mengapa kasus anak meninggal karena COVID-19 dapat terus meningkat? Berikut adalah penjelasan dari epidemiolog.
Kasus Anak Meninggal Positif COVID-19, Mengapa Bisa Terjadi?
Sumber: Freepik
Melansir dari Suara, tingkat kematian anak yang terinfeksi COVID-19 di Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi di dunia dengan angka 3 hingga 5 persen. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Menurut pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair), Laura Navika Yamani, secara global memang tingkat keparahan COVID-19 pada anak tergolong rendah karena anak dapat membentuk imunitas tubuhnya yang dipengaruhi oleh kesehatannya.
Laura menjelaskan bahwa kematian anak akibat terpapar COVID-19 ini masih perlu dikaji kembali. Dibutuhkan informasi yang transparan apakah kematian tersebut disebabkan oleh virus COVID-19 atau penyakit komorbid lain.
“Menurut saya memang harus diinformasikan secara transparan kasus COVID-19 pada anak itu apakah hanya murni karena infeksi COVID-19 atau sama halnya dengan kelompok lansia yang ada komorbid. Ini harus diungkap, harus disampaikan apakah ada korelasi dengan penyakit lain atau dengan kondisi kesehatan yang lain,” ungkap Laura.
Sumber: Freepik
Tingginya kasus stunting di Indonesia juga dianggapnya dapat berpengaruh. Per tahun 2020, angka stunting pada anak Indonesia mencapai 27 persen. Hal ini disebabkan oleh kurangnya nutrisi yang diterima anak pada masa pertumbuhannya.
Jika anak kekurangan nutrisi, maka tingkat keparahan infeksi COVID-19 dapat menjadi lebih besar dibandingkan mereka yang mendapatkan cukup nutrisi.
Tak hanya itu, aktivitas anak sehari-hari pun harus mendapatkan perhatian. Laura mengatakan bahwa perlu dilihat apakah selama pandemi anak hanya diam saja di rumah atau pergi keluar rumah.
“Kalau kita lihat riilnya di lapangan, itu kan sebetulnya anak-anak ini beraktivitas di luar rumah. Misalkan masih bertemu dengan temannya, ini kan ada risiko terinfeksi. Ataupun anak-anak ini bisa terinfeksi dari orangtuanya, dari keluarganya yang mobile.” Laura menambahkan.
5 Rekomendasi KPAI untuk Melindungi Anak dari COVID-19
Sumber: Freepik
Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menunjukkan bahwa kasus positif COVID-19 pada anak usia 0-18 tahun ada di angka 12,5 persen. Ini berarti 1 dari 8 kasus positif COVID-19 adalah anak-anak.
Hal ini bertolak belakang dengan angka secara global. Data internasional menunjukkan bahwa proporsi infeksi COVID-19 pada anak hanya menyentuh angka 3 persen saja.
Maka dari itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah untuk melakukan langkah yang konkrit dan terencana untuk menyelamatkan anak yang Indonesia yang terinfeksi COVID-19 dan mencegahnya tertular dengan 5 rekomendasi berikut ini.
1. Menguatkan 3T
Sumber: Freepik
3T yaitu Testing, Tracing, dan Treatment di Indonesia masih belum memadai, terutama pada kalangan anak. Jika kasus COVID-19 lambat terdeteksi, maka hal ini dapat berpotensi menyebabkan kasus kematian anak menjadi tinggi.
2. Memberikan Imunisasi Dasar
Sumber: Freepik
Balita dan anak-anak diharapkan mendapatkan perlindungan tambahan dengan imunisasi dasar. Program imunisasi anak dinilai menurun dalam masa pandemi, sehingga diperkirakan dapat memicu wabah yang lainnya. Pemberian imunisasi dan makanan tambahan yang sehat dan bergizi bagi balita tak boleh diabaikan. Kabar baiknya, bahkan saat ini anak usia remaja sudah dibolehkan mendapat vaksin COVID-19.
3. Fasilitas Kesehatan Khusus Anak
Sumber: Freepik
Hingga saat ini Indonesia masih belum memiliki ruang ICU khusus anak yang terinfeksi COVID-19. Oleh karena itu, pembangunan fasilitas kesehatan khusus anak perlu menjadi prioritas guna menekan angka kematian anak.
4. Menunda Pembelajaran Tatap Muka
Sumber: Freepik
KPAI menyarankan pemerintah untuk menunda pembelajaran tatap muka yang rencananya akan dimulai pada tahun ajaran baru 2021. Kondisi saat ini dinilai masih belum aman untuk membuka sekolah tatap muka dan berbahaya bagi kesehatan anak.
5. Menerapkan Prokotol Kesehatan Khususnya Orangtua
Sumber: Freepik
Orangtua diharapkan untuk lebih disiplin menerapkan protokol kesehatan, karena orangtua diduga menjadi pihak yang paling berpengaruh pada penularan COVID-19 pada anak.
Ingat selalu 5M, yaitu memakai masker, mencuci tangan menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas yang tak hanya bermanfaat untuk diri orangtua sendiri saja, melainkan juga pada anak.
***
Nah Parents, mari kita sama-sama melindungi anak dengan lebih ketat khususnya di masa pandemi ini. Guna menekan laju angka anak meninggal akibat positif COVID-19 yang semakin meningkat, kesadaran mulai dari diri sendiri sangat diperlukan.
Baca Juga:
Ini Perbedaan Gejala COVID-19 dan Flu Pada Anak Menurut Ahli, Parents Wajib Tahu!
Virus Corona Bermutasi, Perlukah Anak Mendapatkan Vaksin COVID-19?
Waspada Parents! Angka Kematian Anak Akibat COVID-19 Mengkhawatirkan
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.