Berawal dari celotehan seorang ibu hamil di awal bulan februari dengan usia kandungan 36 weeks kepada baby di perutnya. “Miel, sebentar lagi udah cukup bulan buat lahir, Miel lahirnya jangan lama-lama, ya. Maksimal tanggal 5 Maret (tanggal HPL), mama mau cepat ketemu, mau lihat mukanya mirip papa atau mama. Bulan ini ada tanggal bagus, Nak, yaitu 22-2-22. Apa mau lahir tanggal itu aja? Pokoknya jangan lama-lama ya nak, jangan betah di perut mama”.
Itulah percakapanku dengan baby dalam perutku. Tapi, siapa sangka minggu depannya suami harus terkena Covid kali kedua, jadi harus isoman. Dialog pun berubah, “Miel, jangan lahir dulu ya, lahirnya tepat waktu aja, 5 Maret ya, Nak. Tunggu papa sembuh. Kalau nggak, nanti Miel cuma sama mama berdua, papa ga bisa nemenin kita, papa ga boleh masuk, mama takut kalau sendirian.”
Yah, itulah ketakutan ku, karena kami hanya berdua di kota rantau ini, dan tentu saja aku ingin suamiku lah yang menemaniku ketika melahirkan.
Di hari selasa sekitar 04.30, flek darah keluar dan air mengalir. Langsunglah kita ke Rumah sakit tempat aku berencana melahirkan, dan dicek ternyata air ketuban sudah merembes. Karena tidak ada persiapan Swab, jadilah aku swab kilat dan harus menunggu 4 jam buat hasil, sedangkan suami sebagai penunggu harus antigen. Sambil menunggu sambil cari dan baca-baca artikel, banyak yang berkata bisa jadi walau sudah sembuh dari covid antigen, tetap bisa positif. Dag dig dug lah hati ini, takut harus sendirian ngejalanin proses lahiran karena hasil suami masih positif. Sambil menunggu cuma bisa berdoa dan nangis saking takutnya.
Sekali lagi, Tuhan menunjukkan kuasanya kepada kami, hasilnya negatif, seketika kami langsung berpelukan dan aku berkata dalam tangis “jadi bisa deh lahiran ditemenin papa ya nak”.
Awalnya kita tahunya hari itu tanggal 21-2-22, ternyata setelah di ruang bersalin menunggu bukaan baru sadar kalau tanggalnya 22-2-22.
Setelah menunggu 15 jam, alhasil pembukaan berhenti di pembukaan 2, sedangkan tensiku sudah 150. Rasanya mules sudah nggak karuan, kontraksi sudah terus-terusan, tapi kok ya masih pembukaan 2? Perawat sebelumnya sempat menawarkan untuk induksi, tapi melihat riwayat tensiku yang tinggi dokter akhirnya menyarankan untuk operasi karena ditakutkan tensiku akan semakin tinggi apabila diinduksi dan bisa menimbulkan preeklamsi.
Akhirnya, kami memutuskan untuk tindakan SC Eracs. Namun karena hari itu tanggal bagus, banyak antrean operasi lahiran, akhirnya baru bisa masuk ruang operasi jam 18.30. Di dalam ruang operasi aku menggigil, memang dasarnya aku tidak suka dingin. Aku bingung harus bagaimana, minta AC-nya dinaikkan suhunya, tapi tidak bisa karena itu ruang operasi. Aku hanya bisa berdoa semoga ini cepat berakhir. Akhirnya aku dibius lewat tulang belakang. Perlahan, setengah badanku ke bawah kebas dan aku merasa sangat mengantuk. Tak lama dokter pun datang, ambil tindakan dan bayi dikeluarkan. Ternyata anakku terlilit tali pusar. Kata dokter, itulah alasan pembukaan tidak bertambah, si bayi sudah mau keluar namun ketahan tali pusar yang melilit di lehernya. Kudengar tangisannya sangat keras, seketika merasa lega, bahagia campur haru. Selang beberapa saat, dilakukan IMD, anakku diletakkan di dadaku. Kulihat matanya tertutup, tapi bibirnya yang mungil bergerak2. Seketika tubuh langsung terasa hangat.
Akhirnya…
Tepat di tanggal 22-2-22 pkl 18.57 lahirlah Artamiel, si malaikat cahaya Mama, superhero-nya Papa!
***
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.