Tahukah Anda, mengapa anak berbohong?
Kebiasaan anak berbohong seringkali lolos dari perhatian orangtua. Sebab, sebagai orangtua, kita kerap menganggap anak-anak adalah malaikat kecil yang terbebas dari sikap-sikap tercela, seperti berbohong.
Namun pada kenyataannya, berbohong pun sering dilakukan oleh anak-anak. Hal ini selain diakibatkan oleh ketidakpahaman anak tentang arti berbohong, bisa juga disebabkan oleh alasan-alasan tertentu yang menyebabkan anak berbohong.
Alasan Anak Berbohong
Mengapa anak-anak merasa perlu berbohong? Apakah karena mereka tidak memiliki konsep moral ataukah karena mereka menganggap berbohong sebagai pilihan satu-satunya untuk memperoleh apa yang mereka inginkan?
Pada anak usia sekolah (AUS), berbohong sering dilakukan untuk mendapatkan sesuatu yang mereka anggap berharga. Misalnya, untuk memperoleh benda yang diinginkan, mendapatkan penghargaan atau pujian. Anak berbohong juga biasa dilakukan untuk menghindari menghindari sesuatu yang tidak menyenangkan, seperti : hukuman atau menutupi rasa takut.
Contoh Kebohongan Anak
Contoh berbohong yang paling sering dilakukan anak usia sekolah adalah berpura-pura sakit. Berbohong ini kerap dijadikan jalan keluar bagi anak untuk menghindari hukuman yang mungkin mereka terima apabila tidak mengerjakan tugas sekolah atau situasi yang tidak menyenangkan di sekolah.
Untuk mendeteksi kebohongan anak ini, kita bisa melakukan beberapa trik berikut:
- Periksa kondisi fisik anak dengan meraba kening atau mencek suhu tubuh anak dengan menggunakan termometer.
- Tanyakan keluhan apa yang anak anda rasakan.
- Tanyakan perlakuan apa yang mereka harapkan.
- Perhatikan tingkah laku anak Anda, apakah mereka terlihat gembira ketika anda mengatakan mereka boleh beristirahat ataukah tidak.
Lantas jika mereka terbukti berbohong, apa yang harus orangtua lakukan agar perbuatan itu tidak diulangi terus menerus?
- Tanyakan apa yang sebetulnya mereka inginkan.
- Tanyakan apa kesulitan yang mereka hadapi.
- Bimbinglah mereka untuk mengatasi kesulitan yang mereka hadapi.
- Berikan hadiah atau suport apabila mereka bersikap jujur dan berani menghadapi kesulitan. Dan hukuman, sebagai sanksi, apabila mereka mengulangi lagi perbuatan itu.
Menurut psikoanalisa: dalam diri seseorang terdapat das Es (yaitu impuls nafsu), das Ich yang menjaga agar terjadi hubungan dengan relitas, dan Das Ueber Ich yaitu bagian yang membawa norma, perintah dan larangan.
Sedangkan teori kognitif menganggap kata hati menentukan kesadaran akan aturan, realisme moral serta pengertian akan keadilan. (Piaget dalam Monks, hal 198). Kata hati ini dibangun pertama kali melalui aturan-aturan seperti aturan permainan atau tatacara tertentu yang diajarkan oleh ayah ibu.
Pada aturan main ini orangtua dapat mengajarkan anak-anaknya nilai-nilai (value) yang harus dimiliki anak, apa yang baik apa yang buruk, apa yang benar apa yang salah, wajar tidak wajar, sehingga ketika moral anak kuat, ia siap menerima apapun resiko dari nilai-nilai yang dianutnya. (Papalia 2007)
Dengan menciptakan iklim komunikasi yang kondusif akan membuat anak belajar jujur. Ketika anak jujur, maka permasalahan bisa diselesaikan tepat di sasaran yang dikehendaki. Mengingat pada AUS terjadi pembentukan self concept yang lebih realistis dan kompleks dibandingkan masa early childhood.
Pada masa ini anak senang bermain, senang bergerak, senang berkelompok dan senang merasakan sesuatu secara langsung. Pada saat ini, berkembanglah hati nurani atau moral anak (Papalia 2007). Sehingga berbohong bukan karena dilarang, namun memahami, bahwa berbohong sama sekali tidak perlu.
Dengan demikian kita membantu anak agar memiliki konsep moral yang menjadi salah satu pilar utama untuk membangun jati diri anak agar berkembang menjadi pribadi yang positif dikemudian hari.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.