Peran seorang ayah tidak hanya sekadar bekerja untuk mencari nafkah keluarga. Sosoknya bisa menjadi penentu dari karakter si buah hati yang terbentuk di masa awal kehidupannya hingga ia bertumbuh dewasa. Dimana ada ayah yang paham cara mendidik dan menjadi role model bagi anaknya, ada pula tipe ayah toxic yang justru menimbulkan dampak buruk atas pola asuh yang mereka terapkan.
Pola pribadi yang toxic bervariasi dari orang ke orang, namun ada beberapa karakteristik yang harus diwaspadai. Sebagaimana yang dilansir dari father resource, seorang terapis irina Firstein mengungkapkan bahwa perilaku toxic atau “beracun” adalah perilaku terhadap orang lain yang membuat mereka merasa buruk tentang hidup dan diri mereka sendiri. Hal ini ditandai dengan kritik, kontrol, manipulasi dan rasa bersalah.
Misalnya, jika seorang ayah terus-menerus mengkritik pilihan hidup sang anak, menyakiti anak-anaknya untuk membalas pasangannya, kasar (secara emosional, verbal, atau fisik), tidak menepati janjinya, terlalu agresif, iri atau iri pada anak-anaknya, dan/atau ayah alkoholik, lalu jika ini telah menjadi pola yang berkelanjutan, maka mungkin itu adalah tanda-tanda ayah yang toxic.
Penyebab Ayah Toxic
Dipicu oleh Trauma di Masa Lalu
Sering kali pola asuh toxic parents dipicu oleh gangguan mental atau kecanduan yang serius. Selain itu, tentu ada beberapa pemicu lain yang perlu diwaspadai.
Mengutip dari romper, seringkali orang tua ini – dalam konteks di sini adalah Ayah – dulunya mengalami trauma, membawa luka akibat pengasuhan yang tidak benar atau disfungsional saat tumbuh dewasa, kemudian meniru perilaku maladaptif ini ketika membesarkan anak-anaknya sendiri.
“Hubungan beracun ditandai dengan rasa tidak hormat dan devaluasi,” kata Elizabeth Dorrance Hall, Ph.D., asisten profesor komunikasi di Michigan State University dan direktur Family Communication and Relationships Lab.
Ketika luka lama itu belum sembuh, orangtua dapat melukai anak dengan cara yang sama seperti yang dulu pernah dialaminya.
Artikel terkait: 8 Tanda Toxic Parents, Cek Anda Masih Melakukannya?
Tidak Memiliki Role Model yang Tepat tentang Peran Ayah
Psikolog Klinis Anak, Remaja dan Keluarga, Roslina Verauli, M.Psi.,Psi menyatakan ada kalanya saat ayah dan suami di masa lalu mereka, mereka tidak memiliki model yang tepat tentang peran ayah atau peran suami yang baik dan sehat. Bahkan ia justru melihat di ayahnya merupakan sosok yang toxic bahkan relasi bersama ayahnya begitu negatif. Sehingga ia berjanji kelak saat dewasa ia akan menjadi ayah yang lebih baik dari ayahnya dulu.
Namun secara tidak sadar, si ‘anak’ ini justru menginternalisasi apa yang ia saksikan dari ayahnya dulu sebagai ayah dan suami. Ia bahkan secara tidak sengaja meniru apa yang ayahnya lakukan dan menurut penghayatannya ia kadang merasa lebih baik dari ayahnya.
Roslina kemudian memberikan contoh bagaimana perilaku ayah toxic ini ‘membalas’ luka yang ia alami dulu dan melampiaskannya kepada anaknya.
“Kalau dulu ayahnya meninggalkan dia dan ibunya, maka toh saat ini dia hanya selingkuh, dia berpikir karena dia tidak meninggalkan anak dan istrinya maka ia lebih baik dari ayahnya dulu. Lalu, kalau dulu ia habis di-abuse oleh ayahnya, maka kali ini melihat bahwa dia tidak abusive, dia cuma kasar secara verbal, dia lebih baik dari ayahnya” jelas Roslina.
“Ketika seorang ayah, suami, keliru mencermati tentang peran ayah yang tepat, fungsional dan sejati, maka mereka justru akan menjadi ayah dalam versi yang mereka khawatirkan dulu ada pada ayahnya. Bahkan 11 12 mereka menyerupai ayah mereka,” tambahnya.
Artikel terkait: 7 Dosa Orangtua Kepada Anak yang Sering Dilakukan tanpa Parents Sadari
Tipe Ayah Toxic yang Dapat Merugikan Anaknya
Kita bukan sedang membicarakan kesalahan yang dilakukan hanya sesekali, namun seseorang yang, melalui kata-kata dan tindakannya, terus menerus menghambat potensi anaknya untuk tumbuh dan berkembang.
Berikut merupakan 8 tipe ayah toxic yang wajib diketahui agar tidak menjadi salah satu di antara ayah yang dapat merusak anak-anaknya, sebagaimana dilansir dari situs allprodad.com ini.
1. Ayah yang “Tidak Tampak”
Baik secara fisik, emosional, atau spiritual, seorang ayah yang tidak tampak atau hadir meninggalkan kekosongan dalam kehidupan anak-anaknya yang hanya dapat diisi olehnya. Seorang anak dari ayah yang tidak hadir tumbuh dengan perasaan “tidak lengkap”—dan akan benar-benar ditantang untuk menutup lubang itu. Si Kecil pun akan mencari cara untuk mengisi kekosongan yang seharusnya bisa diisi oleh sosok ayah di dalamnya.
2. Ayah yang Kasar
Adverse Childhood Experiences (ACEs) adalah peristiwa traumatis yang mungkin dialami anak-anak, seperti perceraian, penahanan orang tua, atau pelecehan. Anak-anak yang memperoleh lebih banyak perjuangan ACE akan mengalami banyak tantangan kesehatan saat dewasa.
Jika Anda menyalahgunakan zat apa pun, segera dapatkan bantuan. Jika ada bentuk pelecehan anak yang terjadi di rumah Anda, itu harus dihentikan sekarang. Sikap yang kasar atau abusive seperti memukul anak sangat jelas tidak dapat dibenarkan. Hal ini tak hanya akan melukai fisik, tetapi juga bisa menimbulkan trauma dan dendam tersendiri dalam benak sang anak dan bisa terbawa hingga ia dewasa nanti.
3. Ayah Penuntut
Parents tentu ingin anak tumbuh sesuai dengan kemampuan maksimalnya. Namun bisa menjadi hubungan yang toxic jika Ayah yang menuntut mendorong anak-anak mereka untuk berprestasi, dengan sedikit atau tanpa memperhatikan keinginan anak-anak mereka yang sebenarnya.
Anak-anak dari ayah yang menuntut dapat tumbuh menjadi orang tua yang menuntut yang memiliki sedikit atau tidak ada empati untuk anak-anak mereka sendiri. Tak jarang, sang ayah justru mendikte setiap hal hingga tak memberi kompromi pada kegagalan dengan alasan apa pun.
4. Ayah dengan Sifat “Toxic Masculinity”
Toxic masculinity merupakan istilah yang menggunakan cara pandang terhadap makna gender laki-laki yang terlalu sempit. Ia mungkin mengobjektifkan lawan jenis, secara tidak sengaja mengajari putranya untuk tidak menghormati wanita dan putrinya mengharapkan pria memperlakukannya seperti itu. Ia juga mungkin mengajar anak laki-laki untuk tidak menangis, yang merampas kebutuhan dasar manusia untuk mengekspresikan emosi.
Artikel terkait: Mengenal Toxic Masculinity, Perilaku Maskulin yang Berdampak pada Kesehatan Mental
5. Ayah yang Hipokrit
Ayah adalah panutan dan gaya hidup munafik melumpuhkan kredibilitas Anda sebagai orang tua. Apakah Anda meminta anak-anak Anda untuk melakukan sesuatu yang Anda sendiri tidak mau melakukannya? Tunjukkan pada anak-anak Anda bahwa mereka layak dikorbankan. Anak-anak dari ayah yang munafik mungkin suatu hari nanti menjadi orang tua yang menempatkan kebutuhan mereka sendiri di atas kebutuhan anak-anak mereka juga.
6. Ayah Rasa Teman
Dia adalah teman bermain bagi anak-anaknya—orang yang memanjakan anak-anaknya dan menjadi orang tua yang menyenangkan. Ketika tanggung jawab mendasar seorang ayah sebagai orang tua yang berwibawa diabaikan, dia merusak tugas kebapakannya.
Selain itu, itu membuat Ibu menjadi satu-satunya orang yang disiplin atau orang tua yang buruk. Itu bisa membuat kekacauan dalam keluarga. Pimpinlah dengan penuh tanggung jawab dan kerjakan waktu bermain dengan tepat. Bantu anak-anak menghindari jebakan mengabaikan kewajiban mereka sendiri sebagai orang dewasa.
7. Ayah yang Pasif
Sifat pasif yang ditunjukkan mungkin bertujuan untuk menghindari konflik. Ibu menjadi satu-satunya penegak dan tidak bisa mengalami persatuan pengasuhan yang setara. Namun, perilaku ini justru dapat menghambat proses komunikasi Anda dan sang anak dalam banyak hal. Sang ayah akan seperti “lepas tangan” dalam mendisiplinkan anak, hingga membuatnya jadi sulit diatur, suka melawan, serta sulit menyelesaikan masalah hingga ia dewasa kelak.
Solusi untuk mengatasi kepasifan termasuk membaca seperti apa sosok ayah yang solid dan bergabung dengan kelompok ayah. Lakukan perubahan kecil setiap hari untuk beralih dari apatis menjadi aktif sebagai pemimpin di rumah.
8. Ayah dengan Kepribadian yang Narsis
Ayah mempunyai kepribadian yang narsis atau lebih mencintai dirinya sendiri serta tidak memperdulikan orang lain. Maka ayah akan memastikan dirinya mendapatkan apa yang diinginkan walaupun harus merusak keluarga. Ini tentu akan memberikan dampak buruk terhadap pengaruh hubungan ayah dan anak. Ayah khususnya juga memiliki sifat empati atau moralitas yang rendah.
***
Nah, itulah ulasan mengenai penyebab dan tipe-tipe ayah toxic dan juga cirinya. Semoga artikel di atas bermanfaat.
Baca juga:
https://id.theasianparent.com/berbagai-istilah-pola-asuh-anak-dan-parenting
https://id.theasianparent.com/toxic-relationship
https://id.theasianparent.com/toxic-family