Tahun 2020 adalah tahun yang sulit. Tak terkecuali bagi orangtua. Setidaknya hal ini diakui Zhafira Loebis, Co-founder Babyloania. Bahkan ia mengalami sindrom burnout. Apa yang sebabkan Zhafira Loebis burnout?
Tidak bisa dipungkiri kalau sejak pandemi melanda Indonesia awal Maret lalu, banyak hal yang berubah hingga menuntut setiap orang untuk beradaptasi dengan normal baru. Hal ini juga dirasakan Zhafira Loebis. Butuh waktu untuk bisa beradaptasi dengan baik, ia pun mengakui bahwa tahun 2020 adalah tahun yang sulit baginya.
Pandemi, Zhafira Loebis Akui Alami Burnout
Sejak pandemi melanda, mau tidak mau memang menuntut semua orang untuk bisa beradaptasi dengan perubahan. Sekolah dan kantor ditutup, kerumunan dilarang, banyak usaha yang gulung tikar, hingga perusahaan yang melakukan PHK karena tak kuat bertahan.
Zhafira Loebis, seorang mompreneur yang merupakan pendiri bisnis sewa perlengkapan bayi Babyloania, berbagi kisah tentang tantangan menjadi ibu di tahun 2020. Ia mengakui bahwa tahun ini bukanlah tahun yang mudah.
“Semuanya berbarengan,” katanya, Rabu (16/12/2020) ketika diundang dalam acara “Peran Ibu di Masa Pandemi dan Tantangan Ibu di Tahun 2021” yang diadakan oleh BaBe.
Di awal pandemi, ia merasa bisa menghadapi segala perubahan. Ia ingin bisa menjadi guru yang baik bagi anaknya yang sekolah dari rumah, menjadi istri yang baik bagi suami yang bekerja dari rumah, dan mengurus bisnis dari rumah. Namun, kenyataannya, setelah 8 bulan berjalan, ibu 2 orang anak itu akhirnya mengalami burnout.
“Setelah 8-9 bulan berjalan, aku sempat ada di tahap burnout. Menurutku, itu yang paling berat karena ingin semua berjalan seperti normal padahal ini bukan situasi yang ideal,” kata Zhafira.
Baca juga: Cegah postpartum depression di tengah pandemi Corona, bagaimana caranya?
Zhafira Loebis Burnout karena Merasa Bersalah dengan Keluarga
Burnout atau kelelahan secara mental yang dirasakan oleh Zhafira terjadi ketika ia mulai merasa tak bisa melakukan semua tugasnya sebagai ibu dengan sempurna. Sejak saat itu, ia mulai dihantui rasa bersalah.
“Semuanya seperti campur aduk. Kalau dulu, pagi saya antar anak ke sekolah kemudian setelah itu bekerja sambil menunggu anak pulang sekolah, saya temani sampai tidur siang dan malamnya saya kembali kerja. Nah, kalau sekarang ini semuanya serba berbarengan,” ungkap Zhafira.
Karena sejak pandemi, semua kegiatan berpindah ke rumah, ia jadi merasa semua hal harus selesai dalam satu hari di satu tempat. Hal inilah yang bagi Zhafira terasa sangat berat hingga akhirnya membuatnya burnout.
“Yang paling berat adalah merasa semua harus beres dalam satu hari. Padahal, keadaannya lagi tidak sempurna, tidak normal. Akhirnya jadi keteteran semua,” katanya.
Baca juga: Pola Asuh Anak saat Pandemi yang Penting untuk Parents Terapkan, Seperti Apa?
Burnout di Mata Psikolog, “Itu Situasi yang Cukup Kritis”
Pandemi virus corona memang mengubah segalanya. Bagi ibu, situasi ini membuat pekerjaannya menjadi berkali-kali lipat lebih sulit. Putu Andani, seorang psikolog dari Tiga Generasi mengakui bahwa di tahun 2020 ini, ia banyak menerima keluhan dari para ibu.
Mereka merasa kesulitan dalam beradaptasi dengan situasi normal baru. Sebab, dalam situasi pandemi, tak jarang seorang ibu harus melakukan 5 peran sekaligus. Ia harus menjadi guru bagi anak-anaknya yang sekolah di rumah, menjadi rekan bagi suami yang bekerja dari rumah, menjadi anak apabila tinggal bersama orang tua, belum ditambah jika ia adalah ibu yang bekerja atau mompreneur seperti Zhafira.
Nah, namun, terkadang para ibu juga tidak mengenali kondisi ketika ia sudah mencapai level burn out. Padahal, ini kondisi yang memerlukan perhatian. Apabila tidak diatasi dengan baik maka akan menimbulkan masalah lain.
“Stres itu ada di level satu, burnout di level kedua, depresi atau anxiety disorder itu ada di level ketiga. Jadi, ini titik yang lumayan kritis,” terang Putu.
Baca juga: Pandemi corona bikin kasus KDRT meningkat tajam, begini cara mengatasinya!
Cara Mengenali dan Menghadapi Burnout
Menurut Putu, cara mengenali tanda-tanda burnout bisa dengan melihat lingkungan sekitar. Bisa jadi anak mulai sering menangis atau suami sering mengeluh karena sikap kita yang mulai berubah. Nah, perubahan inilah yang sering tidak kita sadari terjadi karena kita kelelahan secara mental.
Untuk mengatasinya, ia pun menyarankan agar para ibu meminta maaf kepada anggota keluarga dan terutama kepada diri sendiri. Rasa bersalah sangat wajar muncul ketika seorang ibu merasa kelelahan kemudian bersikap kelewatan kepada anak atau suami.
“Guilty feeling pasti muncul dan itu wajar. Tips pertama adalah minta maaf. Minta maafnya ke siapa? Ke anak dan diri sendiri. Ke anak kita minta maaf, bagaimana pun kan kita manusia. Kita juga harus bisa meminta maaf kepada diri sendiri. Karena, pada dasarnya yang paling berat adalah suara-suara kritik di dalam kepala kita sendiri,” terang Putu.
Nah, Parents, apakah Anda juga merasakan hal yang sama seperti Zhafira Loebis? Jika iya, jangan lupa beristirahat dan minta maaf kepada diri sendiri ya. Yuk sayangi diri sendiri dengan lebih baik. Jangan lupa bahagia ya!
Baca juga:
Apakah Istri Anda Kelelahan? Kenali 9 Ciri Istri Butuh Piknik
5 Tips dari Pakar Seksologi untuk Merangsang Istri yang Malas Bercinta
10 Peluang Bisnis Menjanjikan Saat Pandemi Corona, Parents Tertarik Mencoba?