Women International Day akan dirayakan di seluruh dunia, tepatnya, tanggal 8 Maret 2019 dengan tema #BalanceforBetter.
Seperti yang dituliskan dalam situs resminya, Internationalwomansday.com alasan mengapa tema tersebut dipilih karena tidak terlepas dari keinginan menciptakan dunia yang lebih ramah bagi perempuan.
Tak bisa dipungkiri saat ini, masih banyak perempuan yang memperjuangan untuk mendapatkan kesetaraan gender di segala bidang.
Perempuan juga sering kali dijadikan objek, oleh sebagian laki-laki yang melakukan kekerasan. Buktinya, kekerasan dalam rumah tangga ataupun sekadar hubungan sebatas pacaran masih sering terjadi. Bahkan dalam kasus pelecehan seksual pun sering dilakukan kekerasan fisik terhadap perempuan.
Contoh lainya adalah kesenjangan di dunia pekerjaan. Hal ini sempat dirasakan oleh Soraya Hylmi. Perempuan yang berprofesi sebagai presenter TV dan dikenal sebagai beauty influencer ini pernah mengalami kesenjangan di dunia pekerjaan.
“Ya, waktu di dunia presenter suka ngalamin kesenjangan. Perempuan itu kan seringnya semacam jadi objek. Dapat giliran hanya sebatas quiz saja, seperti ‘pemanis’. Sementara kalau sekarang di beauty industry, justru laki-laki yang sering dianggap kurang pantas. Kok, laki-laki senang make up? Kok, laki-laki jadi make up artist?” ujarnya saat ditemui di acara Beauty Talkshow yang dihelat Purbasari di Aeon BSD, Sabtu (2/3/2019).
Perempuan yang kerap disapa Aya ini menambahkan, sebenarnya make up bisa dijadikan sebuah ‘senjata’ bagi perempuan agar lebih vokal dalam memperjuangkan kesetaraan gender.
Menurutnya, di era yang sudah modern ini, kreativitas ber-makeup pun masih dihantui tekanan sosial. Salah satunya dengan pandangan miring yang mengatakan bahwa kaum lelaki sebenarnya tidak cocok ‘bersentuhan’ dengan dunia makeup.
Sementara ditemui di acara sama, Christia Catherine, Brand Manager Purbasari mengatakan bahwa Purbasari ingin terlibat dan mendorong siapa pun juga yang memang memiliki ketertarikan dengan beauty industry, baik laki-laki ataupun perempuan.
Katanya, baik perempuan dan lelaki sebenarnya memiliki kesetaraan untuk bisa mengeksplorasi potensinya di industri kecantikan. Lagi pula, saat mengenakan make up yang sesuai tentu saja bisa membantu meningkatkan kepercayaan diri bagi yang menggunakannya.
Dalam rangka memperingati Women International Day tahun ini, rasanya tidak salah jika kita mengajarkan anak-anak tentang kesetaraan gender yang dimulai dari cara sederhana.
1. Semua anak bisa mencapai cita-cita
“Ma… aku nanti kalau sudah besar mau ingin jadi pilot atau astronot saja, ya!” ujar Risa, bocah perempuan yang masih berusia 5 tahun.
Jika mendengar impian anak seperti ini, apa yang bisa dilakukan? Tentu saja memberikan dukungan, bukan mematahkannya dengan mengatakan, “Ngapain jadi pilot? Pilot itu hanya untuk laki-laki.”
Sudah saatnya kita sebagai orangtua tidak perlu mengkotak-kotakkan impian anak. Bebaskan saja anak memilih sesuai minatnya.
2. Latih anak mengerjakan pekerjaan rumah
Dengan tema yang diusung Women International Day tahun ini, rasanya kita semua kembali diingatkan bahwa penting untuk mengenalkan anak dengan beragam pekerjaan rumah yang bisa menegaskan bahwa perempuan dan lelaki sebenaranya memiliki hal dan kewajiban yang serupa.
Bagaimana dengan melatih anak lelaki membantu memasak atau mencuci pakaian? Atau, ajak anak perempuan membantu ayah mencuci mobil bersama.
3. Bebaskan anak memilih mainan
Anak laki-laki nggak boleh main boneka. Sementara anak perempuan sebaiknya tidak usah main mobil-mobilan.
Duh, hari gini masih membatasi anak dalam memilih mainan? Sudah bukan zamannya lagi!
Biar bagaimana pun, mainan tidak punya gender, jadi bebaskan saja anak memilih mainan sendiri. Selama memang bisa bermanfaat dan membantu perkembangan anak, kenapa harus dilarang?
Baca juga : Wajarkah Bila Anak Laki-Laki Suka Main Boneka?
4. Tak perlu membeda-bedakan teman
Salah satu cara yang paling mudah dan bisa mengajarkan kesetaraan gender pada anak-anak adalah dengan membiarkan anak bermain dengan semua temannya, tanpa perlu membedakan jenis kelamin.
Jika anak sudah terbiasa melakukan aktivitas bersama anak dengan gender yang berbeda. Harapannya hal ini nantinya akan berdampak dalam kehidupan mereka saat dewasa, mereka bisa bekerjasama dengan gender berbeda di sekolah atau di tempat kerja.
5. Semua orang boleh menangis
“Anak laki-laki nggak boleh nangis!”, “Anak laki-laki, kok, cengeng… kaya anak perempuan saja?”
Bagiamana anak bisa tumbuh dengan menghargai lawan jenisnya jika kita sebagai orangtua saja masih sering kali memberikan label dan menganggap bahwa anak perempuan lebih lemah dibandingkan anak laki-laki?
Baca juga:
Mengenalkan Perbedaan Gender Pada Anak
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.