Meninggal Dalam Sunyi, Tukang Becak Ini Ternyata Positif COVID-19

Tak ada yang tahu, tukang becak ini ternyata positif COVID-19

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Di tengah perjuangan melawan pandemi, kisah pilu kematian akibat COVID-19 terus terdengar. Salah satu kisah yang paling menyayat hati adalah seorang tukang becak meninggal karena COVID-19. Mirisnya, tak ada satu orang pun yang mengetahui kondisinya.

Kisah Tukang Becak Meninggal karena COVID-19

Adalah Bilal, seorang penarik becak yang sudah berusia 84 tahun. Di usianya yang renta, ia masih menarik becak untuk menyambung hidup sehari-hari. Hidup sebatang kara, Bilal ditemukan meninggal di atas becaknya.

Terparkir di Jalan Magangan Kulon di Kalurahan Patehan, Kemantren Kraton, Kota Yogyakarta, Senin (19/7), diperkirakan Bilal mengembuskan napas terakhirnya malam hari sekitar pukul 18.15 WIB.

Sumber: Kompas

Saat dilakukan uji swab, rupanya Bilal dinyatakan positif COVID-19. Nyawanya tak tertolong karena tak ada seorang pun yang tahu ia menderita COVID-19.

“Jadi, almarhum ini diketahui sudah sakit di atas becak beberapa hari sebelumnya. Warga sudah berinisiatif memberikan makan, merawat sebisanya,” ungkap Lurah Patehan, Handani BS seperti dikutip dari Kompas.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Selama ini, masyarakat sekitar memang sudah menganggap Bilal layaknya keluarga. Sudah setengah abad ia menarik becak dan memang mangkal di kawasan Magangan Kulon.

Bilal sebenarnya memiliki seorang anak semata wayang. Namun, sang puteri tidak menjenguk karena adanya masalah keluarga dan relasi yang tidak baik. Anak tunggal Bilal tersebut tinggal di Sewon, Bantul.

Artikel terkait: 6 Fakta Sarah Gilbert, Pembuat Vaksin Astra Zeneca yang Keputusannya Mengejutkan Dunia

Jenazah Tukang Becak Meninggal karena COVID-19 dengan Prokes Ketat

Kematian Bilal justru ditemukan oleh seorang warga bernama Dimas. Pelajar berusia 18 tahun tersebut menemukan Bilal tengah meringkuk di becaknya. Kedua matanya terpejam dan tidak bergerak. Saat dipegang, Bilal tidak bereaksi. Dimas pun segera memberi tahu ketua RT setempat tentang kejadian tersebut.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Seorang warga bernama Suryantoro (48), menyatakan bahwa Bilal memang sudah sakit-sakitan sejak beberapa hari lalu. Terakhir kali, ia menengok di hari yang sama pukul 14:30. Kala itu, napasnya sudah tersengal-sengal.

Seumur hidupnya, Bilal tidak pernah berobat karena tidak mampu.

“Para warga ini sudah menghubungi putri almarhum. Namun, dia tak kunjung datang juga,” beber Lurah Handani.

Bilal sendiri memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Patehan, Kraton, Yogyakarta. Akan tetapi, dia tidak memiliki rumah tinggal di wilayah tersebut.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Status almarhum Bilal yang terjangkit COVID-19 membuat petugas kepolisian yang hadir harus menunggu petugas dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan BPBD Kota Yogyakarta. Evakuasi harus sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku.

Artikel terkait: Terpapar COVID-19 Seorang Dokter Tetap Layani Pasien: “Demi Kemanusiaan”

Jenazah Menginap 3 Hari di RS karena Keluarga Almarhum Tak Punya Biaya untuk Pemakaman

“Positif, dibawa ke RSUD Kota Yogyakarta. Setelah itu, kami informasi ke keluarga jika almarhum sudah ada di RSUD,” tambah Handani.

Masalah belum usai, ahli waris dan keluarga tidak memiliki biaya pemulasaran jenazah yang mencapai Rp 5 juta. Jenazah Bilal akhirnya mendekam di RSUD Kota Yogyakarta hingga tiga hari kemudian, Rabu (21/7/2021).

Birokrasi membuat Handani bingung. Di satu sisi, ahli waris tak bersedia membayar dan tidak mau mengurus berkas penyerahan apabila memang tidak mampu untuk memakamkan jenazah. Di lain pihak, biaya bedah bumi tidak bisa ditanggung Dinas Sosial Kota Yogyakarta lantaran almarhum masih ada KTP dan memiliki ahli waris.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Atas nama kemanusiaan, Handani akhirnya merelakan uang Rp 5 Juta dari kantong pribadinya untuk memakamkan Bilal. 

“Kami cari pemakaman yang mudah, murah dan cepat. Akhirnya dapat di Karanganyar, Mergangsan. Di sana bersedia dengan biaya Rp 5 Juta. Ya sudah saya iyakan saja. Sudah tiga hari (di rumah sakit),” jelasnya.

Jasad Bilal pun akhirnya dikebumikan hari Kamis (22/7/2021) pukul 02.00 WIB oleh Tim Kubur Cepat (TKC) BPBD Kota Yogyakarta.

Kematian Pasien Saat Isolasi Mandiri Turut Meningkat

Kisah Bilal merupakan satu dari sekian kisah tak terdengar lainnya. Selain di rumah sakit, sebanyak 2.313 pasien COVID-19 dilaporkan menemui ajal saat menjalani isolasi mandiri di rumah. Jumlah ini merupakan data hingga 22 Juli dan besar kemungkinan terus bertambah.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Adapun rincian data kasus kematian tertinggi yaitu di DKI Jakarta yakni Jakarta Timur 403 orang, Jakarta Selatan 289 orang, Jakarta Utara 204 orang, Jakarta Pusat 162 orang, dan Jakarta Barat 156 orang. Provinsi lain yang juga memiliki banyak kasus kematian pasien isoman antara lain Jawa Barat (245 kasus), Jawa Tengah (141 kasus), DI Yogyakarta (134 kasus), Jawa Timur (72 kasus), dan Banten (58 kasus).

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) DKI Jakarta Slamet Budiarto menilai ada sejumlah faktor yang menyebabkan banyaknya pasien COVID-19 meninggal dunia saat menjalani isolasi mandiri. Salah satunya ketiadaan dokter yang memantau kondisi pasien.

Artikel terkait: 8 Fakta Ibu Amanda Manopo Meninggal karena COVID-19, Ini Pesan Terakhirnya

“Mereka itu bingung mau nanya ke siapa, enggak ada dokter pendampingnya. Kalau di luar negeri itu ada dokter yang tiap hari video call memantau kondisi pasien isolasi mandiri,” ungkapnya.

Adanya pemantauan dokter tentu memudahkan pasien menangani diri sendiri atau membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit. Sayangnya, jumlah dokter pun juga terbatas. Pun tenaga kesehatan yang menangani pasien di rumah sakit juga sangat kurang.

Faktor lain yang membuat banyak pasien isoman meninggal dunia adalah kurangnya ketersediaan obat-obatan dan oksigen. Penuhnya rumah sakit rujukan COVID-19 dan inisiatif pasien yang baru mau ke rumah sakit saat kondisi sudah memburuk turut memperparah keadaan.

“Rata-rata yang datang ke IGD itu (saturasi oksigennya) sudah di bawah 90. Sudah terlambat sekali,” lanjut Slamet.

Sejak jauh hari, Slamet telah mengusulkan pemerintah untuk segera mempekerjakan ribuan calon dokter yang telah lulus dari fakultas kedokteran. Sayangnya, mereka belum bisa membantu penanganan pandemi karena aturannya calon dokter harus melakukan uji kompetensi lebih dulu yang bisa memakan waktu berbulan-bulan lamanya.

Itulah informasi mengenai tukang becak meninggal karena COVID-19 sendirian tanpa keluarga. Semoga kejadian ini membuat kita lebih peduli pada orang di sekitar kita dan tetap menjaga protokol kesehatan 5 M.

Baca juga:

Bawa Pulang Paksa Jenazah COVID-19, Suami dan Anak Terkonfirmasi Positif

Kisah Haru Bocah Jadi Yatim Piatu Usai Kedua Orang Tua Meninggal Akibat COVID-19

Haru! Ini 6 Kisah Inspiratif Pemulung hingga Pengayuh Becak Berkurban