Banyak orang yang belum bisa mengendalikan emosi karena masa kecil yang kurang bahagia. Sehingga membentuk karakter dewasa yang kurang percaya diri dan sulit mengendalikan amarah. Seperti cerita Ayah Karen Artates Mangabat yang mengatakan kalau trauma masa kecil itu nyata dan dia sulit melepaskan diri dari bayang-bayang masa kecil.
Berikut cerita lengkapnya!
Masa Kecil Saya Kurang Kasih Sayang
Ketika masih muda, saya yakin hampir semua orang pasti sulit untuk mengelola emosi amarahnya. Saya pun demikian. Masa kecil saya sangat haus akan kasih sayang orang tua. Saya tumbuh tanpa ada pengasuhan orang tua, bahkan saya sendiri sering berpikir kalau tidak ada yang mencintai saya.
Orang tua saya sering memaki saya dengan mengatakan, “Saya harap kamu tidak hidup”. Tapi saya sudah terbiasa mendengarnya dan setiap hari saya selalu berusaha melawan rasa sakit.
Artikel Terkait : Ternyata Trauma Masa Kecil Bisa Pengaruhi Kehidupan Pernikahan, Lo!
Di usia yang masih muda saya harus menerima banyak kesedihan dan rasa sakit. Tapi saya menerima semua hal itu. Saya pun tumbuh sebagai orang yang tidak percaya diri, suka mencela diri sendiri dan sering merasa sangat sedih amat dalam.
Saya merasa tidak ada orang yang mencintai saya sehingga membuat saya seperti orang yang tidak memiliki empati untuk orang lain. Kadang saya malah berpikir buat apa saya hidup di dunia kalau hanya menjadi beban.
Trauma Masa Kecil Itu Nyata, Teman-teman Juga Menjauhi Saya
Ternyata kurang kasih sayang bukan hanya di rumah, tapi juga di lingkungan tinggal saya selama ini. Di sekolah dan lingkungan rumah saya sering diejek, “Ayah Ibumu tidak mencintaimu!”. Dan itu membuat saya sangat sakit hati.
Namun, saya berusaha untuk tidak membalasnya. Jadi saya hanya bisa menerima semua kata-kata kasar yang ditujukan pada saya. Karena saya merasa memang itulah kenyataannya, saya tidak dicintai Ayah dan Ibu.
Untungnya saya pintar dan saya cukup merasa bersyukur dengan kepandaian ini. Saya selalu memiliki nilai yang tinggi, tapi saya tidak bisa terlalu bangga dengan kepintaran saya. Cuma bisa melihatnya saja, karena tidak ada satupun yang memuji saya.
Orang tua juga tidak pernah bilang, “Kamu adalah putra yang hebat. Kami sangat mencintaimu”. Kadang saya berpikir, buat apa pintar?
Saya Tahu Saya Hanya Punya Tuhan
Untunglah saya tahu kalau punya Tuhan walau tidak memiliki siapapun saat itu. Satu-satunya yang bisa saya ajak bicara dalam doa hanya Tuhan. Karena itu saya kuat dan semakin kuat sekarang.
Saya tidak pernah berpikir untuk melakukan hal-hal buruk, walau banyak kejadian yang telah saya alami. Karena saya sampai saat ini masih memilih untuk berusaha menjadi orang baik. Setidaknya, saya menemukan tujuan untuk selalu menjadi orang yang baik. Tanpa perlu membalas kesedihan yang sudah saya alami selama ini.
Saya Punya Keluarga yang Luar Biasa Sekarang, Namun Trauma Masa Kecil Masih Sering Menghantui
Sekarang saya punya istri dan anak laki-laki. Saya senang dan bahagia, karena memiliki keluarga yang bisa saya banggakan. Saya juga memiliki istri yang baik hati dan sangat mencintai saya. Anak-anak saya pun tumbuh menjadi anak yang pintar.
Tapi entah mengapa? Saya sering merasa seperti tidak puas dan bahkan sering meributkan suatu masalah? Bahkan kadang saya merasa seperti keluarga saya akan hancur karena emosi dan kemarahan saya.
Tak Bisa Mengendalikan Emosi
Saya selalu marah. Saya muak berbicara pada orang lain dan sering kehilangan kesabaran, padahal masalahnya hanya sepele. Setelah saya marah, saya pun menangis dan sangat menyesali karena sudah mengucapkan kata-kata kasar pada istri dan anak saya.
Saya ingin mendapatkan perawatan untuk mengelola emosi saya. Karena saya tahu ada yang salah dengan diri saya saat ini. Ini sangat menyakitkan bagi saya. Saya tidak mau sejarah saya dulu terulang kembali. Saya ingin memberikan yang terbaik bagi anak-anak dan istri saya.
Mudah-mudahan saya bisa berjuang dan mengatasinya, karena trauma masa kecil itu nyata.
Artikel Terkait : 35 Ucapan Hari Kesehatan Mental Sedunia 2022, Bisa Jadi Caption di Medsos!
Trauma Masa Kecil Tidak Bisa Disepelekan
Kehidupan masa kecil memang bisa membentuk karakter dewasa seseorang. Bila masa kecil kurang bahagia dan kurang kasih sayang orang tua, biasanya ketika menjadi pribadi yang dewasa karakter emosional dan pemarah menjadi salah satu sifatnya.
Dan bila Parents tidak bisa mengendalikan diri, maka marah pasti akan dilampiaskan terutama pada anak sebagai objek terlemah dalam keluarga. Tidak ada salahnya untuk berdamai dengan masa lalu dan mulai mencoba mencari bantuan profesional seperti psikiater atau psikolog. Karena jangan sampai anak mengalami hal yang sama, agar mereka tumbuh menjadi sosok dewasa yang bahagia dan percaya diri.
Parents memiliki cerita yang sama atau punya kisah menarik lainnya mengenai kehidupan keluarga, kehamilan, atau seputar Parenting lainnya? Yuk share cerita Anda di aplikasi TheAsianparent.
Artikel ini diterjemahkan dari tulisan Karen Artates Mangabat TheAsianParent Filipina.
Disclaimer:
Pandangan dan informasi yang diceritakan di dalam artikel ini merupakan pendapat penulis dan belum tentu didukung oleh theAsianparent atau afiliasinya. TheAsianparent dan afiliasinya tidak bertanggung jawab atas konten di dalam artikel atau tidak bisa diminta pertanggungjawaban untuk kerusakan langsung atau tidak langsung yang mungkin diakibatkan oleh konten ini.
Baca Juga :
#CurhatParents: "Suamiku, Diary Berjalanku"
4 Sifat Suami Untuk Dijadikan Sandaran Untuk Satu Sama Lain
#CurhatBunda : “Saya Hanya Manusia Biasa, Ibu Juga Butuh Istirahat”
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.