X
theAsianparent Indonesia Logo
theAsianparent Indonesia Logo
kemendikbud logo
Panduan ProdukMasuk
  • Kehamilan
    • Kalkulator perkiraan kelahiran
    • Tips Kehamilan
    • Trimester Pertama
    • Trimester Kedua
    • Trimester Ketiga
    • Melahirkan
    • Menyusui
    • Kehilangan bayi
    • Project Sidekicks
  • Artikel Premium
  • Breastfeeding Week 2023
  • Cari nama bayi
  • Perawatan Ibu dan Bayi
  • Kulit Bayi
  • Rangkaian Edukasi
    • Pengasuhan Anak
    • Edukasi Prasekolah
    • Edukasi Sekolah Dasar
    • Edukasi Remaja
  • TAPpedia
  • TAP Rekomendasi
  • Anak
    • Bayi Baru Lahir
    • Bayi
    • Balita
    • Prasekolah
    • Anak
    • Praremaja & Remaja
  • Parenting
    • Keluarga
    • Pernikahan
    • Seks
    • Berita Terkini
  • Kesehatan
    • COVID-19
    • Info Sehat
    • Penyakit
    • Vaksinasi
    • Kebugaran
  • Gaya Hidup
    • Korea Update
    • Hiburan
    • Travel
    • Fashion
    • Kebudayaan
    • Kecantikan
    • Keuangan
    • Marvelous Asian Mums Special 2021
  • Nutrisi
    • Resep
    • Makanan & Minuman
    • Sarapan Bergizi
  • Belanja
  • Ayah manTAP!
    • Kesehatan Ayah
    • Kehidupan Ayah
    • Aktivitas Ayah
    • Hobi
  • VIP
  • Awards
    • TAP x Tokopedia Awards 2023

Kisah Melati, Siswa SD Korban Pemerkosaan yang Dilarang Aborsi oleh Kepolisian

Bacaan 5 menit
Kisah Melati, Siswa SD Korban Pemerkosaan yang Dilarang Aborsi oleh Kepolisian

Walau berhak melakukan aborsi secara legal, permintaannya ditolak pihak kepolisian. Simak kisahnya di sini!

Kisah Melati (bukan nama sebenarnya), seorang siswa kelas 6 sekolah dasar yang menjadi korban pemerkosaan dan mengalami trauma viral di media sosial. Melati yang berasal dari Jombang, Jawa Timur diperkosa hingga hamil oleh tetangganya. Sayangnya, permintaan keluarga Melati untuk melakukan aborsi mendapat penolakan dari pihak kepolisian. 

Melati kini dalam kondisi hamil 7 bulan dan sudah diminta sekolah untuk mengundurkan diri. Di usia 12 tahun dimana seharusnya masa remajanya baru saja dimulai, Melati dipaksa menghadapi kenyataan bahwa dirinya hamil akibat pemerkosaan.

Artikel Terkait: Berkaca Kasus Pencabulan Anak di Malang, Bagaimana Memulihkan Trauma untuk Korban Pemerkosaan?

Kisah Melati, Korban Pemerkosaan yang Alami Trauma Karena Hamil dan Ditolak Aborsi

Diperkosa Oleh Kakek Tetangganya

Kisah Melati, Siswa SD Korban Pemerkosaan yang Dilarang Aborsi oleh Kepolisian

Sumber: Adobe Stock

Seperti kisah yang dimuat di Project Multatuli, Melati adalah seorang siswa sekolah dasar yang baru saja berusia 12 tahun. Ia baru saja mengalami dua sampai tiga kali menstruasi sebelum harus menanggung beban fisik dan psikologis yang berat.

Kejadian tersebut dimulai ketika Melati diperkosa oleh tetangganya yang berusia 56 tahun. Pelaku memanipulasi Melati untuk membuatnya lengah, mulai dari mengiming-imingi uang hingga diancam.

Pemerkosaan pun terjadi sebanyak tiga kali. Oleh pelaku, Melati diperingatkan apabila ia sampai mengadu kepada orangtuanya ia diancam akan ditembak menggunakan senapan burung.

Diketahui Hamil Setelah Menjalani Pemeriksaan Medis

Kisah Melati, Siswa SD Korban Pemerkosaan yang Dilarang Aborsi oleh Kepolisian

Sumber: Freepik

Sampai akhirnya Melati merasakan rasa sakit di bagian vaginanya dan memberanikan diri untuk melapor kepada orangtuanya. Kedua orangtua Melati pun membawanya menjalani pemeriksaan. Dan hasil pemeriksaan medis menyatakan bahwa Melati hamil.

Orangtua Melati pun melaporkan adanya dugaan pemerkosaan ke pihak kepolisian terdekat pada pertengahan tahun 2021. Saat laporan diserahkan, salah satu polisi menyampaikan kepada Melati agar ia jangan menggugurkan kandungannya.

Selain melaporkan kepada kepolisian, Melati juga dibawa orangtuanya untuk menjalankan konseling untuk mempertimbangkan keputusan apa saja yang bisa dilakukan perihal kehamilan yang tidak diinginkan tersebut. Melati dan orangtuanya pun memutuskan untuk melakukan aborsi.

Artikel Terkait: 3 Tanda Kekerasan Seksual pada Anak yang Wajib Parents Tahu

Polisi Melarang Melati untuk Melakukan Aborsi

Kisah Melati, Siswa SD Korban Pemerkosaan yang Dilarang Aborsi oleh Kepolisian

Ilustrasi kanto polisi. Sumber: Harian Pilar

Sebagai korban pemerkosaan, Melati diizinkan untuk melakukan aborsi secara legal menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.

Namun untuk melakukannya ia membutuhkan surat keterangan yang menyatakan ia sebagai terduga korban pemerkosaan dan keterangan usia kandungan dari Polres Jombang yang menangani kasusnya.

Akan tetapi, pihak Polres Jombang yang telah menyelenggarakan rapat internat terkait kasus ini menyatakan bahwa mereka menolak permintaan Melati dan orangtuanya untuk mengeluarkan surat tersebut.

Pihak Polres Jombang sepakat untuk tak memberikan izin aborsi kepada Melati. Padahal, sudah ada fasilitas kesehatan yang bersedia untuk memfasilitasi aborsi Melati.

Alasan mengapa pihak kepolisian melarang Melati untuk menjalankan aborsi hingga kini masih belum diketahui. Dengan kata lain, Melati dipaksa untuk melanjutkan kehamilannya.

Melati jelas merasakan trauma yang sangat berat. Saat digelarnya sidang pada tanggal 2 November 2021, ia sempat ketakutan dan histeris ketika melihat wajah pelaku di layar sidang.

Pendapat Psikolog Mengenai Trauma Korban Pemerkosaan Seperti Melati

trauma korban pemerkosaan

Sumber: Freepik

Menurut Ika Dewi Putri, psikolog dari Yayasan Pulih, aborsi merupakan hak dasar yang perlu disediakan untuk korban kekerasan seksual. Terlebih karena kehamilan yang tak diinginkan karena kekerasan seksual bisa jadi sangat traumatis.

Sangat disayangkan bahwa pemaksaan Melati untuk tetap meneruskan kehamilannya ini bisa jadi menambah beban psikologis bagi remaja yang baru berusia 12 tahun itu.

“Dia dipaksa untuk menanggung konsekuensi yang dia tidak siap untuk itu, sehingga ada beban psikologis yang lebih panjang lagi bagi dia untuk memproses kekerasan seksual yang dia alami,” ujar Ika.

Cerita mitra kami
Waspada Penyakit Hepatitis Misterius, 3 Anak di DKI Jakarta Meninggal Dunia
Waspada Penyakit Hepatitis Misterius, 3 Anak di DKI Jakarta Meninggal Dunia
Tips Cerdas Hadapi New Normal, Ikuti Cara Berikut
Tips Cerdas Hadapi New Normal, Ikuti Cara Berikut
Bunda bisa jadi pahlawan melawan COVID-19, begini caranya
Bunda bisa jadi pahlawan melawan COVID-19, begini caranya
Momen Spesial S-26 Loyalty Program Mengajak Keluarga Terpilih Ke Singapura
Momen Spesial S-26 Loyalty Program Mengajak Keluarga Terpilih Ke Singapura

Psikolog yang bertugas di lembaga pendamping pemulihan korban kekerasan yang berbasis di Jakarta ini menyebutkan bahwa Melati telah kehilangan otonomi atau hak atas tubuhnya sendiri ketika terjadinya peristiwa kekerasan seksual (pemerkosaan).

Melati seharusnya diberikan kembali otonomi atas tubuhnya tersebut sebagai hak dasar yang sangat penting bagi manusia.

Artikel Terkait: Pemerkosaan dalam Pernikahan, Sering Terjadi Namun Tidak Dilaporkan

Apakah Polisi Berwenang untuk Melarang Korban Pemerkosaan Melakukan Aborsi?

trauma korban pemerkosaan

Sumber: Freepik

Maidina Rahmawati selaku peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengatakan bahwa seharusnya Melati berhak mendapatkan akses legal untuk aborsi.

“Itu di luar kewenangan polisi. Polres dan jajarannya, yang melakukan rapat itu, bukan dalam konteks bisa memberikan persetujuan terkait permohonan aborsi yang aman.” Maidina mengungkapkan.

Seperti yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 3 tahun 2016 mengenai pelatihan dan penyelenggaraan pelayanan aborsi atas indikasi medis dan kehamilan akibat perkosaan, pihak yang mengizinkan aborsi adalah ‘tim uji kelayakan’ yang ditunjuk oleh fasilitas kesehatan, bukan kepolisian.

Maidina juga menerangkan bahwa peran kepolisian sebagai penyidik hanya sampai memberikan surat keterangan bahwa ia adalah korban pemerkosaan serta dokumen atau surat keterangan usia kandungannya.

Hingga saat ini diketahui belum ada pedoman untuk pembuatan dokumen-dokumen tersebut di internal kepolisian. Kementerian Kesehatan pun belum memiliki daftar fasilitas kesehatan yang ditunjuk untuk melakukan aborsi aman dan legal.

Wacana untuk menyediakan fasilitas layanan aborsi dan aman dan legal ini sebenarnya telah direncanakan sejak tahun 2019, namun sampai sekarang belum terwujud. Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes Erna Mulati memberikan alasan bahwa pandemi COVID-19 menjadi penghalang dan dikhawatrikan tidak ada tenaga medis yang mau menerima pelatihan aborsi.

***
Itulah kisah Melati, korban pemerkosaan yang alami trauma berat karena kehamilan yang tidak diinginkan. Dipaksa untuk melanjutkan kehamilannya, Melati telah kehilangan otonomi atas tubuhnya sendiri yang seharusnya menjadi hak dasar baginya sebagai seorang individu.

Baca Juga:

Wajib Simpan! Kontak darurat pertolongan KDRT dan kekerasan seksual di seluruh Indonesia

Catat! Ini 10 Cara Melaporkan Kasus Penganiayaan dan Kekerasan Seksual

Angkanya Terus Meningkat, Ini Cara Melindungi Anak dari Pelecehan Seksual

 

Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.

img
Penulis

Annisa Pertiwi

  • Halaman Depan
  • /
  • Berita Terkini
  • /
  • Kisah Melati, Siswa SD Korban Pemerkosaan yang Dilarang Aborsi oleh Kepolisian
Bagikan:
  • Jadwal Libur Puasa Anak Sekolah 2023 dan Libur Hari Raya Idulfitri

    Jadwal Libur Puasa Anak Sekolah 2023 dan Libur Hari Raya Idulfitri

  • Atlet Bulu Tangkis Berbakat Syabda Perkasa Belawa Meninggal Dunia

    Atlet Bulu Tangkis Berbakat Syabda Perkasa Belawa Meninggal Dunia

  • Kronologi Telapak Kaki Bayi di Medan Melepuh Usai Lakukan Skrining

    Kronologi Telapak Kaki Bayi di Medan Melepuh Usai Lakukan Skrining

  • Jadwal Libur Puasa Anak Sekolah 2023 dan Libur Hari Raya Idulfitri

    Jadwal Libur Puasa Anak Sekolah 2023 dan Libur Hari Raya Idulfitri

  • Atlet Bulu Tangkis Berbakat Syabda Perkasa Belawa Meninggal Dunia

    Atlet Bulu Tangkis Berbakat Syabda Perkasa Belawa Meninggal Dunia

  • Kronologi Telapak Kaki Bayi di Medan Melepuh Usai Lakukan Skrining

    Kronologi Telapak Kaki Bayi di Medan Melepuh Usai Lakukan Skrining

Daftarkan email Anda sekarang untuk tahu apa kata para ahli di artikel kami!
  • Kehamilan
    • Tips Kehamilan
    • Trimester Pertama
    • Trimester Kedua
    • Trimester Ketiga
    • Melahirkan
    • Menyusui
  • Tumbuh Kembang
    • Bayi Baru Lahir
    • Bayi
    • Balita
    • Prasekolah
    • Praremaja
    • Usia Sekolah
  • Parenting
    • Pernikahan
    • Berita Terkini
    • Seks
    • Keluarga
  • Kesehatan
    • Penyakit
    • Info Sehat
    • Vaksinasi
    • Kebugaran
  • Gaya Hidup
    • Keuangan
    • Travel
    • Fashion
    • Hiburan
    • Kecantikan
    • Kebudayaan
  • Lainnya
    • TAP Komuniti
    • Beriklan Dengan Kami
    • Hubungi Kami
    • Jadilah Kontributor Kami
    • Tag Kesehatan


  • Singapore flag Singapore
  • Thailand flag Thailand
  • Indonesia flag Indonesia
  • Philippines flag Philippines
  • Malaysia flag Malaysia
  • Sri-Lanka flag Sri Lanka
  • India flag India
  • Vietnam flag Vietnam
  • Australia flag Australia
  • Japan flag Japan
  • Nigeria flag Nigeria
  • Kenya flag Kenya
© Copyright theAsianparent 2023. All rights reserved
Tentang Kami|Tim Kami|Kebijakan Privasi|Syarat dan Ketentuan |Peta situs
  • Fitur
  • Artikel
  • Beranda
  • Jajak

Kami menggunakan cookie agar Anda mendapatkan pengalaman terbaik. Pelajari LagiOke, Mengerti

Kami menggunakan cookie agar Anda mendapatkan pengalaman terbaik. Pelajari LagiOke, Mengerti

theAsianparent heart icon
Kami ingin mengirimkan Anda informasi terbaru seputar gaya hidup.