Setiap orangtua pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anak, sehingga tanpa sadar orangtua terlalu mendikte dan membantu anak untuk mencari solusi dari segala masalah tanpa membiarkan anak untuk belajar memecahkan masalahnya sendiri. Apabila kebiasaan pola asuh tersebut terus dibiarkan, orangtua bisa terjebak helicopter parenting.
Secara sederhana, helicopter parenting adalah tipe pengasuhan orangtua yang terlalu berlebihan dalam memperhatikan kehidupan anak dalam segala aspek. Analogi helicopter diambil karena dalam model pengasuhan ini, orangtua bertindak seperti helikopter yang selalu terbang di atas kepala anak dan mengawasi segala perilaku dan tindakan anak.
Penyebutan helicopter parenting ini mulai digunakan tahun 2000 dimana banyak orangtua di berbagai perguruan tinggi di Amerika mengeluhkan nilai anak-anaknya kepada profesornya. Dalam helicopter parenting, orangtua bertindak layaknya asisten pribadi anak-anak, mereka akan menyiapkan seluruh peralatan sekolah, menyiapkan seragamnya, hingga mengerjakan tugas prakarya, demi agar anak-anak selalu terlihat paripurna.
Jika pola asuh ini terus dilakukan, maka ada banyak akibat yang akan terjadi, salah satunya anak-anak akan memiliki keunggulan kompetitif lebih sedikit ketika tumbuh dewasa jika dibandingkan dengan teman-temannya yang tumbuh dengan kemandirian.
Selain itu, ketika tumbuh dewasa, anak-anak yang mengalami helicopter parenting akan susah mengatur dirinya sendiri, ia akan sulit beradaptasi, sulit mengatur emosinya, tidak memiliki inovasi dan inisiatif karena selama ini terbiasa bergantung pada orangtua. Lalu, apa yang harus dilakukan oleh orangtua agar tidak terjebak helicopter parenting?
1. Percaya dengan Kemampuan Anak
Orangtua harus percaya dengan kemampuan anak, biarkan anak bereksplorasi dengan kemampuan yang ia miliki. Orangtua tidak perlu turut campur dengan mendikte anak harus melakukan A, B, atau C. Cukup percaya dengan kemampuan anak, maka anak akan lebih percaya diri dengan dirinya.
Misalnya, ketika anak mendapat tugas prakarya dari sekolah, biarkan anak berkreasi dengan kemampuannya, entah nanti ia akan mendapat nilai bagus atau nilai yang standar, yang penting itu adalah hasil dari kemampuan anak sendiri.
2. Biarkan Anak Menyelesaikan Masalahnya Sendiri
Berikan anak ruang untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, cukup ajak anak berdiskusi dalam penyelesaian masalahnya. Orangtua hanya perlu mengarahkan, jangan terlalu mengambil alih pengambilan keputusan yang sebenarnya bisa dilakukan oleh anak.
Misalnya saja, ketika anak merusakkan mainan temannya, ajak anak berdiskusi apa yang sebaiknya dilakukan, sehingga anak bisa mengambil keputusan yang tepat untuk masalahnya.
3. Biasakan Anak untuk Mandiri
Biasakan anak untuk mandiri, termasuk ketika di rumah. Latih anak untuk merapikan kamarnya sendiri, menyiapkan peralatan sekolahnya sendiri, juga menyiapkan seragamnya sendiri. Orangtua tidak perlu menyiapkan segala sesuatu untuk anak karena akan membuat anak tidak mandiri dan terlalu bergantung pada orangtua.
Apabila anak terlambat sekolah atau ada peralatan sekolahnya yang tertinggal karena ia tidak menyiapkan peralatan sekolahnya dengan baik, tidak perlu membantunya, biarkan anak sesekali mendapat hukuman dari sekolah. Hal itu akan menjadi pembelajaran agar ke depannya anak bisa lebih disiplin.
4. Jangan Memaksakan Kehendak Orang tua
Biarkan anak untuk terbiasa mengambil keputusan, anak memiliki kehendak, selama kehendak itu baik dan tidak membahayakannya, orangtua tidak perlu memaksakan pilihannya. Dengan membiarkan anak untuk terbiasa mengambil keputusan, maka akan menumbuhkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada anak.
5. Jangan Membandingkan Anak agar Tak Terjebak Helicopter Parenting
Setiap anak memiliki kecerdasan, kreatifitas dan tumbuh kembang yang berbeda-beda. Jangan menghakimi anak dan membandingkan anak dengan anak lain termasuk dengan saudaranya sendiri hanya karena ia memiliki kemampuan yang berbeda. Cukup dampingi anak dan berikan semangat bahwa anak bisa melakukan apa yang menjadi tujuannya.
6. Stop Menormalisasi Kesalahan Anak
‘Yah, namanya juga anak-anak’, pernah dengar ucapan semacam ini? Kebiasaan menormalisasi kesalahan anak hanya karena ia masih anak-anak bisa menjadi bumerang untuk kehidupannya ke depan. Anak akan menjadi lebih egois karena merasa sikap buruk yang dilakukannya bukanlah kesalahan. Apalagi jika ia memiliki orangtua yang terus membelanya, bahkan ketika ia salah. Maka anak akan merasa superior dengan kekuasaan orangtuanya.
Itulah beberapa hal yang perlu dilakukan orang tua agar tidak terjebak Helicopter Parenting. Sebagai orangtua harus lebih bijaksana, jangan terlalu melindungi anak dan melayani semua kebutuhan anak, karena pola asuh semacam itu akan menjadikan anak layaknya bola kaca yang rentan pecah. Biarkan anak lebih mandiri, agar saat dewasa nanti ia lebih siap untuk menghadapi masa depannya.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.