Anak berteriak, merengek, hingga menangis, nyatanya bukan hanya menunjukan gejala mereka mengalami tantrum. Namun bisa menjadi pertanda terjadinya serangan panik pada anak.
Serangan panik memang jarang terjadi pada anak-anak, sehingga hal ini sering kali diabaikan oleh orangtua. Oleh karena itu, sebagai orangtua penting bagi kita untuk membekali diri dengan memahami gangguan yang satu ini., Harapannya, mencegah penyakit mental seperti gangguan kecemasan pada anak pun bisa dicegah sedini mungkin.
Sayangnya, ciri-ciri dari anak yang mengalami gangguan kepanikan ini juga sulit terdeteksi. Di mana serangan kecemasan pada anak sering kali ditunjukan dengan perilaku seperti tantrum. Tidak berbeda jauh dengan tantrum, gangguan kecemasan pada anak ini sering kali membuat anak cenderung rewel dan sulit berhenti menangis.
Hal ini memang tidak terlepas karena usia anak-anak masih belum mampu meregulasi emosinya dengan baik.
Meski demikian, ada beberapa perbedaan yang signifikan antara tantrum dan serangan panik yang terjadi pada anak. Beberapa perbedaan inilah yang harus dipahami orangtua agar gangguan mental jenis ini bisa diatasi secara tepat sejak dini.
Perbedaan tantrum dan serangan panik pada anak
Penyebab serangan panik
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika (CDC), faktor-faktor seperti susunan biologis, lingkungan, tingkat stres dan temperamen bisa menjadi hal yang memengaruhi risiko anak dalam mengalami gangguan kepanikan.
Mauree Healy, penulis buku The Emotionally Healthy Child menjelaskan bahwa rasa panik berlebih pada anak dipicu oleh rasa takut yang sangat besar sehingga si kecil tidak bisa menahan emosinya. Rasa takut yang disebabkan oleh serangan rasa panik tentu saja akan berbeda dengan tantrum. Biasanya rasa takut tersebut muncul akibat hal yang spesifik.
Untuk lebih jelasnya, Parents bisa lihat perbedaan dari kedua situasi berikut ini:
Situasi #1
Si kecil mengamuk di depan sekolahnya. Dia menangis dan berteriak karena tidak mau masuk sekolah.
Anda pun bertanya, “Kenapa adek nggak mau masuk sekolah? Kita udah jauh-jauh berangkat dari rumah masa adek sekarang malah nggak mau masuk.”
Dia menjawab sambil menghentakkan kedua kaki, “Aku mau main aja sama kucing di rumah. Pokoknya aku nggak mau masuk dan mau pulang!”
Situasi #2
Si kecil mengamuk di depan sekolahnya. Dia menangis dan berteriak karena tidak mau masuk sekolah.
Anda pun bertanya, “Kenapa adek nggak mau masuk sekolah? Kita udah jauh-jauh berangkat dari rumah masa adek sekarang malah nggak mau masuk.”
Sambil menangis tersedu-sedu dan bersembunyi di balik badan Anda, si kecil hanya menggeleng. Dia pun mengintip pada objek tertentu dengan wajah ketakutan dan tetap bersembunyi untuk mendapatkan perlindungan.
Situasi mana yang menunjukkan anak mengalami serangan panik, Parents?
Jawabannya adalah situasi yang kedua. Hal tersebut karena pada dasarnya, anak yang rewel akibat serangan panik biasanya kurang bisa mengungkapkan alasan secara jelas. Gangguan fisik seperti sesak napas atau tubuh bergetar juga menjadi salah satu tanda bahwa anak sedang mengalami rasa panik berlebih.
Mauren juga menjelaskan, rasa panik yang timbul disebabkan oleh objek atau situasi tertentu sehingga amukan dari rasa panik ini cenderung datang secara tiba-tiba. Misalnya, anak tampak baik-baik saja dalam perjalan ke sekolah.
Namun ketika sudah sampai di depan sekolah, dia langsung menangis dan terlihat sangat cemas. Berbeda jika anak Anda tantrum, ia cenderung sudah menunjukkan sikap enggan untuk masuk sekolah sejak dalam perjalanan.
“Amukan dari serangan kepanikan berbeda dari amukan normal karena ia tidak ingin pergi sekolah atau memakai kaus kaki. Serangan ini merupakan kondisi di mana emosi anak dipengaruhi oleh masalah tertentu seperti takut pada orang bertato, takut tenggelam saat renang, dan hal-hal lain yang menurut mereka menakutkan atau meninggalkan bekas trauma tertentu” jelas Maureen seperti yang dikutip dari Romper.
Ciri-ciri anak mengalami serangan kepanikan lainnya:
- Ketakutan yang intens pada objek atau kegiatan tertentu
- Detak jantung berdebar dengan cepat
- Terlihat pusing dan pucat
- Sering menangis tersedu-sedu
- Gemetar
- Cenderung menghindar atau bersembunyi di tempat sepi
- Kehilangan kendali atau tantrum berlebih
Gejala gangguan kecemasan lain
Selain muncul akibat trauma tertentu, serangan panik yang muncul pada anak bisa menjadi salah satu gejala gangguan kecemasan (anxiety disorders) secara umum seperti:
- Separation Anxiety Disorder: Rasa takut berlebih pada anak ketika ia harus berpisah dengan orangtua atau orang-orang terdekat mereka. Gangguan ini biasanya rentan terjadi pada anak usia 1-3 tahun.
- Selective Mutism: Gangguan di mana anak takut atau menolak untuk berbicara pada situasi tertentu di luar lingkungan rumah atau lingkungan terdekatnya, misalnya enggan berbicara di depan teman-teman sekolah. Gangguan ini rentan terjadi pada anak usia lima tahun ke atas.
- Fobia: Rasa takut berkepanjangan pada objek atau situasi tertentu. Jika anak mengalami panik berlebih, bisa jadi dia memiliki fobia pada objek situasi yang berada di sekelilingnya.
- Gangguan panik/panic disorders: Serangan panik yang berulang dan tidak diatasi dengan baik akan berkembang menjadi gangguan kepanikan. Gangguan ini menyebabkan anak menghindari tempat atau situasi tertentu dan bahkan bisa menyebabkan ia menarik diri dari interaksi sosial.
Cara mengatasinya :
Ketika seroang anak mengalami rasa panik berlebih, orangtua harus berusaha tetap tenang. Apabila Parents menunjukkan rasa cemas, rasa panik anak akan semakin muncul dan sulit untuk mereda. Yang harus Anda lakukan adalah memeluk dan menenangkannya dengan sabar.
Katakan pada si kecil, “Nggak apa-apa, Mama ada di sini dan akan melindungi kamu”. Usahakan juga untuk tidak bertanya tentang apa yang menyebabkan si kecil panik, karena hal itu malah akan membuat rasa paniknya semakin menjadi.
Ketika anak sudah melewati masa-masa panik, barulah Anda bisa bertanya alasan yang membuat buah hati merasakan hal tersebut. Setelah itu, Parents juga dianjurkan untuk memeriksakan keadaan si kecil pada psikolog atau tenaga medis tertentu.
Hal ini dilakukan agar serangan panik tersebut tidak terjadi secara berulang, serta untuk mencegah timbulnya penyakit mental lainnya seperti gangguan kecemasan sosial atau bahkan depresi.
***
Baca juga:
15 Cara untuk Mengurangi Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Pada Anak
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.