Kisah inspiratif untuk semua ibu menyusui
Anda pasti sudah pernah membaca tentang kisah inspiratif Wynanda Bagiyo Saputri, ibu dari Kirana, balita yang mengalami sindrom Pierre Robin Sequence pada artikel kami sebelumnya.
Kali ini Ibu Wynanda menceritakan pengalamannya ketika menjadi ibu menyusui untuk kedua buah hatinya dengan segala hambatan dan tantangannya yang luar biasa.
Memulai sesuatu yang baru memang tidak mudah. Termasuk ketika saya memutuskan untuk memberikan ASI eksklusif bagi putri pertama kami, Kasih.
Waktu itu saya belum banyak tahu tentang apa itu ASI, cara menyusui yang baik atau hambatan apa saja yang mungkin dihadapi oleh ibu menyusui. Singkatnya, saya hanya bermodalkan nekat saja ketika memutuskan untuk menjadi ibu menyusui.
Saya waktu itu juga tidak tahu bahwa bentuk puting payudara dapat mempengaruhi latch on (perlekatan). Padahal bentuk puting saya kurang sempurna, yang satu terbalik (inverted nipple) sedangkan yang satunya lagi datar atau kurang menonjol (flat nipple).
Kasih sering kali mengalami kesulitan untuk menyusu di payudara dengan puting terbalik, sehingga ia lebih sering menyusu di sisi payudara lain yang berputing datar. Namun ini pun tak mudah karena payudara yang berputing datar ini terasa sakit setiap kali ia menyusu.
Kendala ini sempat membuat saya sempat kehilangan motivasi untuk memberikan ASI pada Kasih. Suami pun sampai tidak tega melihat saya yang menangis lantaran menahan sakit tiap kali menyusui.
Ia pun sempat berencana untuk memberikan susu formula pada putri pertama kami. Selain itu, kulit dan mata Kasih menjadi kuning karena kurang mendapat ASI (Baca juga: Penyebab Bayi Kuning).
Melihat kondisi Kasih tergeraklah batin saya untuk mencari solusi bagaimana agar ASI saya tetap lancar meski terkendala bentuk puting yang kurang sempurna. Saya yakin tidak ada masalah dengan jumlah ASI karena ASI tetap keluar waktu saya memencet puting.
Trik menyusui dari AIMI
Saya juga mencari informasi tentang ASI di internet dan menemukan mailing list ASIForBaby yang saat ini bernama Asosiasi Ibu Menyusui (AIMI).
Dengan info dan dukungan dari AIMI saya mendapatkan trik yang sangat berguna untuk ibu-ibu menyusui. Salah satunya untuk ‘menarik’ puting agar lebih menonjol sehinga memudahkan bayi untuk menyusu. Caranya adalah dengan memompa payudara terlebih dahulu dan cepat-cepat ‘menyodorkan’ payudara pada Kasih saat puting tampak menonjol.
Saya beruntung karena juga mendapatkan dukungan dari seorang rekan kerja (beliau seorang bapak-bapak loh, Bun) yang mengingatkan saya untuk mulai memerah ASI secara rutin. Ini saya lakukan ketika Kasih berusia 2 bulan dan saya memutuskan akan kembali masuk kerja.
Waktu itu saya masih ‘bodoh’ dalam memerah ASI. Kerja saya sehari-hari hanya pompa – menyusui – pompa – menyusui dan menomorduakan urusan-urusan lain. Padahal, seharusnya pumping dilakukan secara rutin 2-3 jam sekali, bukan terus terusan seperti itu.
Pumping pertama saya hanya bisa membasahi dasar botol, namun lama-lama ASIP yang dikumpulkan menjadi banyak.
Walaupun saya adalah ibu menyusui yang masih baru dan mengalami banyak kesulitan, Kasih tidak pernah mengalami penurunan berat badan secara drastis. Beratnya tidak pernah turun lebih dari batas maksimal yaitu 10% dari berat badan saat lahir.
Perjuangan belum berakhir
Berbekal pengalaman saat menyusui Kasih, saya pun nggak ada keraguan untuk memberikan ASI juga pada putri kedua kami, Kirana. Jauh-jauh hari sebelum ia lahir saya sudah berencana untuk melakukan IMD (Inisiasi Menyusu Dini), DCC (Delayed Cord Clamping), rooming in (bayi dan ibu dirawat dalam satu ruangan) dan bersalin dengan ditemani suami.
Apa mau dikata, Tuhan memiliki rencana yang berbeda. Kirana lahir dengan kondisi yang jauh berbeda. Berat badannya hanya sekitar 2037 gram sehingga harus dirawat di NICU (Neonatal Intensive Care Unit). Ia juga diberi susu formula oleh petugas medis yang merawatnya saat ia berusia 2 hari, walaupun hanya 2 cc.
Kirana didiagnosa mengalami PRS (Pierre Robin Sequence) sejak lahir, yang ditandai dengan kondisi micrognathia, yaitu ukuran rahang bawah lebih kecil dari ukuran normal atau lebih mundur daripada rahang atas.
Lidah yang jatuh di tenggorokan dapat menutup jalan nafas sehingga menyebabkan kesulitan ia bernafas. Ia dirawat selama 27 hari di RS. Hal ini pun membuyarkan rencana saya untuk menyusui Kirana secara normal.
Namun saya belum mau menyerah karena saya yakin ASI sayalah susu yang cocok untuknya dan akan sangat membantu bagi proses tumbuh kembang Kirana kami tersayang.
Pada usia satu bulan Kirana mendapatkan ASI melalui Oral Gastric Tube, semacam selang untuk menyalurkan makanan pada pasien dan tak mungkin memberinya ASI perah menggunakan cup feeder karena tubuhnya akan membiru setiap kali saya mencobanya.
Beruntunglah akhirnya saya mendapatkan Haberman feeder (semacam dot yang dirancang khusus untuk bayi yang tak bisa menyusu secara normal) dari seorang kenalan. Dan Haberman feeder inilah yang saya gunakan untuk memberikan ASIP buat Kirana.
Saya melakukan EPing atau Exclusive pumping setiap 3 jam sekali dengan durasi 30-60 menit tiap sesinya. ASIP yang saya hasilkan dari EPing ini musti saya berikan buat Kirana setiap 3 jam sekali.
Kirana membutuhkan waktu 1-2 jam untuk menghabiskan ASIPnya. Selain itu, saya juga melatih Kirana untuk menyusu pada payudara inverted nipple dan flat nipple.
Sempat juga merasa kecewa karena ternyata tak semua ahli medis mendukung pemberian ASI untuk Kirana. Pernah suatu saat saya membawa Kirana ke dokter karena ia sakit batuk-pilek dan ketahuan kalau berat badannya turun sekitar 200-300 gram.
Ia meminta saya mengunjungi seorang ahli gizi untuk mendapatkan saran tentang jumlah kalori yang sebaiknya diterima Kirana untuk menaikkan berat badannya. Tapi ternyata bukan informasi itu yang saya dapatkan dari ahli gizi, malah sebuah anjuran untuk memberikan susu formula agar berat badan Kirana bisa bertambah dengan lebih cepat.
Lalu bagaimana dengan Kasih? Di tengah-tengah kesibukan mengasuh Kirana dan bolak-balik ke dokter untuk check up rutin, tentu saja saya harus tetap punya waktu untuk Kasih. Saya juga meng-handle semua kewajiban sebagai ibu rumah tangga dengan bantuan seorang ART (asisten rumah tangga) harian.
Sedangkan suami jarang pulang karena ia bekerja di luar kota. Bukan kehidupan ideal yang diimpikan semua orang sih. Tapi syukurlah saya bisa melaluinya dengan hati yang lapang.
Kirana sudah mendapat MPASI
Kini Kirana sudah berusia 18 bulan dan dia sudah mahir menyusu dari payudara sebagaimana bayi pada umumnya, termasuk sebelum tidur di malam hari. Saya merasakan adanya perubahan pada fisik Kirana sejak ia mulai menyusu dari payudara (tapi masih saya kasih ASIP juga sih sesekali).
Rahang bawahnya tampak berkembang lebih baik, demikian juga kemampuan oromotornya karena ia menghisap payudara lebih kuat daripada sebelumnya.
Kirana juga sudah bisa menelan makanan utuh seperti nasi, buah dan sayur yang dikukus. Bagian terbaiknya, Kirana mungilku sudah bisa ‘berbicara’ dan kata-kata pertamanya adalah ‘papapapa’ dan ‘bwah’.
Kisah inspiratif untuk semua ibu menyusui
Parents, demikianlah cerita Wynanda tentang perjuangan menyusui kedua anaknya. Kamipun tak kuasa untuk bertanya, bagaimana ia bisa membagi waktu di tengah kesibukan luar biasa sehari-hari.
Ternyata Wynanda hanya bisa tidur selama 2-3 jam sehari hingga Kirana berusia 5 bulan, namun setelah itu berangsur-angsur kembali normal setelah ia mendapatkan Haberman Feeder.
Setelah membaca kisah inspiratif di atas kami harap kita semua dapat menjadi ibu menyusui yang tegar dan kokoh dengan pendirian kita.
Pesan Wynanda untuk semua ibu menyusui adalah, “Menyusuilah dengan keras kepala. Sesulit apapun tantangan menyusui, ingatlah, you are not alone, Mom”
Bila Anda adalah ibu menyusui dan ingin berbagi kisah nyata kepada pembaca theAsianparent.com lainnya, hubungi kami di Facebook atau email ke info@theAsianparent.com.
Baca juga artikel menarik lainnya:
Bila Menjadi Ibu Menyusui Bikin Anda Putus Asa, Inilah Tipsnya
20 Hadiah yang Akan Selalu Dikenang Anak Anda
Memilih Obat Batuk untuk Ibu Menyusui