Baru-baru ini dunia pendidikan dikejutkan dengan berita pemerkosaan yang dilakukan oleh guru pesantren terhadap santrinya. Bukan hanya satu, melainkan ada 12 santri korban pemerkosaan. Beberapa di antaranya bahkan ada yang hingga hamil dan melahirkan. Hal ini tentu saja memicu amarah siapa pun yang mendengarnya.
Saat ini, tersangka Herry Wirawan sedang menjalani proses persidangan setelah ditahan sejak Juni 2021. Dalam persidangan ada banyak fakta yang terkuak. Selain soal kehamilan dan kelahiran para korbannya, Herry juga dengan kejamnya memberdayakan dan mengeksploitasi para korban untuk meraup keuntungan.
Artikel terkait: Bejat! 2 Tahun menjadi guru les, pria ini mencabuli 34 anak didiknya
Santri Korban Pemerkosaan Dipaksa Jadi Kuli Bangunan
Melansir dari Kumparan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memantau hasil persidangan dan terbukti bahwa Herry mempekerjakan para korban untuk menjadi kuli bangunan di ponpes tempat mereka tinggal.
“Para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun pesantren di Cibiru,” ujar pihak LPSK.
Saat itu gedung pesantren Madani Boarding School di daerah Cibiru, Bandung, memang sedang dalam proses pembangunan. Meskipun akhirnya ponpes tersebut ditutup dan para santri dipulangkan setelah terkuaknya kasus pemerkosaan ini. Para korban tidak dapat membantah atau melawan karena semua tindakan Herry dilakukan dengan ancaman.
Eksploitasi Ekonomi dengan Memanfaatkan Bayi yang Dilahirkan
Dari 12 santri korban pemerkosaan, 7 di antaranya sudah melahirkan. Bahkan ada korban yang melahirkan hingga 2 kali sehingga ada 9 bayi yang lahir dari hasil perbuatan keji guru ponpes ini. Herry memaksa para korban untuk tetap mempertahankan kehamilan dan melahirkan.
Ia juga mengiming-imingi korban untuk bertanggung jawab terhadap semua bayi yang dilahirkan. Padahal pada kenyataannya, Herry justru memanfaatkan para bayi untuk mendapatkan keuntungan.
“Fakta mengungkapkan bahwa anak-anak yang dilahirkan tersebut diakui sebagai anak yatim piatu dan dijadikan alat bagi pelaku untuk meminta sumbangan kepada sejumlah pihak,” kata LPSK.
Tak hanya itu, Herry juga meraup keuntungan dengan melakukan korupsi. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengambil dana pendidikan Indonesia Pintar yang menjadi hak para santri. Ditambah lagi ia juga mengambil dana BOS untuk kepentingan pribadi.
Artikel terkait: Pemilik Pesantren di Bandung Cabuli 14 Orang Santri hingga Hamil dan Melahirkan
Tersangka Merayu hingga Mengancam Santri Korban Pemerkosaan
Modus pemerkosaan yang dilakukan Herry terhadap 12 santriwatinya dilakukan sejak tahun 2016 hingga 2021. Ia pun melancarkan rayuan hingga ancaman untuk memuluskan perbuatan bejatnya. Ia mengatakan bahwa korban harus menuruti perintah guru.
“Kamu harus taat kepada guru,” ucap Herry yang tertulis dalam surat dakwaan.
Sementara itu, rayuan dilancarkan dengan meminta santri untuk memijat kemudian dijanjikan banyak hal mulai dari akan dinikahi hingga akan dijadikan Polwan. Herry juga merayu dengan mengatakan bahwa dirinya adalah seorang ayah yang bertanggung jawab.
“Jangan takut gitu, da, enggak ada seorang ayah yang akan menghancurkan masa depan anaknya,” ucap Herry, melansir dari Kumparan.
Selain itu, Herry juga sering mengatakan kepada para korban bahwa sang istri sudah tidak lagi bisa melayaninya sehingga santri harus bisa memahami kondisinya. Para korban pun menangis histeris dan ketakutan, tetapi Herry tetap melancarkan aksinya.
Artikel terkait: Penuh Lebam, Bocah 4 Tahun Ditemukan Tewas di Rumah Orangtua Kandungnya
Herry Terancam 20 Tahun Kurungan Penjara
Atas perbuatan kejinya tersebut, Herry didakwa pasal yang mengatur tentang kekerasan seksual pada anak yaitu Pasal 81 ayat (1), ayat (3) juncto Pasal 76D UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo Pasal 65 KUHP.
Dalam pasal 81 ayat (1) pelaku kekerasan seksual anak diancam pidana paling lama hingga 15 tahun. Namun kemudian di ayat (3) menyebutkan bahwa apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga pendidikan, maka hukuman ditambah 1/3 dari jumlah tuntutan. Karena Herry merupakan seorang guru atau pendidik, maka ancaman penjara bertambah berat yakni hingga 20 tahun.
Keluarga korban pun berharap pria berusia 32 tahun tersebut mendapatkan hukuman maksimal bahkan seumur hidup. Karena perbuatan kejinya, ia bukan hanya merusak masa depan para korban tetapi juga membuat para korban mengalami trauma berat hingga gangguan psikologis.
Beberapa pihak bahkan menuntut tersangka untuk dihukum kebiri. Pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pun berjanji akan mengkaji tuntutan ini. Namun mereka berjanji akan menuntut Herry dengan hukuman maksimal.
“Kami sangat concern dengan perkara ini, nanti akan kita lihat, ya, pasti akan kita lihat, akan kita pelajari, akan kemudian kita kaji (hukuman kebiri) lebih lanjut,” ucap Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Asep N. Mulyana.
Itulah informasi terkait santri korban pemerkosaan yang dipaksa menjadi kuli bangunan oleh pelaku. Semoga pelaku mendapat hukuman yang seberat-beratnya dan para korban segera pulih kesehatan fisik dan mentalnya.
Baca juga:
PUSKAPA: Hukuman Kebiri bukan Solusi untuk Pelaku Kekerasan Seksual
Catat! Ini 10 Cara Melaporkan Kasus Penganiayaan dan Kekerasan Seksual