Tanpa disadari, kita sering ikut menyumbang limbah berbahaya. Kok bisa? Pasalnya, limbah tidak hanya dihasilkan oleh industri seperti pabrik, tetapi juga dari sampah rumah tangga.
Seperti dilansir Kompas, founder Komunitas Sadari Sedari Nabilah Kushaflyki menyebutkan setidaknya ada 6 jenis sampah rumah tangga yang jika tidak dikelola dengan baik berpotensi menjadi limbah yang berbahaya. Apa sajakah itu?
6 Jenis sampah rumah tangga yang berbahaya
1. Popok dan pembalut sekali pakai
Coba Parents hitung berapa banyak popok bekas si kecil jika dikumpulkan sejak ia lahir hingga besar dan tidak memakai popok lagi? Lalu hitung berapa banyak pembalut yang Bunda pakai setiap bulan dikalikan sekian tahun? Kemudian kalikan lagi dengan jumlah bayi dan wanita yang ada di dunia. Wah, tentu sangat banyak.
Tidak heran jika Bank Dunia tahun 2017 melaporkan bahwa popok dan pembalut sekali pakai menjadi penyumbang sampah terbanyak kedua di laut. Proporsinya disebut mencapai 21 persen dari total sampah di laut.
Limbah popok dan pembalut ini dapat berbahaya bagi lingkungan karena mengandung Super Absorbent Polymer (SAP) hingga 42 persen, yang akan berubah bentuk menjadi gel saat terkena air. Nah, apabila zat kimia ini terurai dalam air, dapat membahayakan lingkungan.
2. Sampah plastik
Plastik sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Peralatan rumah tangga banyak yang berbahan plastik. Kemasan peralatan mandi dan kosmetik pun rata-rata terbuat dari plastik. Belum lagi kantong belanja yang biasanya sekali pakai langsung dibuang, juga plastik.
Padahal, plastik membutuhkan waktu yang sangat lama untuk diuraikan. Oleh sebab itu sampah ini bisa menjadi bahaya jika tidak didaur ulang.
“Sampah plastik butuh ratusan tahun untuk mengurai sehingga menjadi sampah menumpuk dan mengancam ekosistem di sekitarnya,” tutur Nabilah.
3. Sampah rumah tangga yang berbahaya: Tisu basah
Sedang bepergian bersama anak? Tisu basah biasanya wajib ada di tas perlengkapan bayi. Mulai dari untuk mengelap sisa makanan yang belepotan di mulut bayi hingga membilas selangkangan bayi ketika berganti popok. Selain itu, tisu basah sangat praktis dibawa.
Faktanya, sampah dari bekas tisu basah sangat sulit terurai di lingkungan dan pada akhirnya berakhir di lautan. Hal ini karena tisu basah terbuat dari resin plastik.
4. Baterai
Beberapa alat rumah tangga memerlukan baterai seperti telepon seluler, jam dinding, remot TV dan AC, dll. Baterai yang tak lagi dipakai seharusnya dibuang di tempat terpisah, tidak disatukan dengan pembuangan rumah tangga lainnya.
Membuang baterai bersama sampah rumah tangga dapat mengekspos alam terhadap bahan bahan kimia yang terdapat pada baterai.
5. Kaleng bekas minuman dan makanan
Coba Parents cek isi lemari es di rumah, adakah makanan atau minuman kaleng di dalamnya? Kaleng termasuk limbah anorganik. Limbah ini tidak bisa diurai secara alami.
Dikutip dari Greenguy Recycling, dibutuhkan waktu 80-200 tahun untuk mengurai sebuah kaleng. Oleh sebab itu jika tidak didaur ulang, kaleng menghasilkan tumpukan di tempat pembuangan sampah.
6. Sampah rumah tangga: Pakaian
Setelah mengecek isi lemari es, sekarang coba kita periksa isi lemari pakaian. Jangan-jangan lemari pun tidak muat menampung semua pakaian karena seringnya membeli pakaian baru. Perlu diketahui, bahan tekstil pembuat pakaian juga bisa menjadi limbah yang berbahaya karena tidak mudah terurai.
Di dunia, 100 miliar pakaian diproduksi setiap tahunnya. Dari jumlah itu, 85 persen diantaranya berakhir di penampungan sampah.
“Penumpukan tersebut menjadi salah satu sumber gas metana terbesar yang dapat memicu pemanasan global,” cetus perempuan lulusan Teknik Lingkungan ITB ini.
Bagaimana cara mengurangi sampah rumah tangga?
Kami paham, akan sangat sulit untuk berhenti menggunakan barang-barang di atas. Namun, kita masih bisa berusaha untuk menguranginya.
1. Gunakan produk pengganti popok dan pembalut sekali pakai
Bunda bisa menggunakan popok kain untuk si kecil ketika di rumah dan memakai diaper hanya ketika bepergian, atau beralih ke clodi (clothes diaper).
Untuk menggantikan pembalut, Bunda bisa memilih menstrual cup atau mens pad yang terbuat dari kain. Benda ini bisa dicuci dan digunakan berulang-ulang. Dengan demikian bisa mengurangi sampah popok dan pembalut.
2. Ganti tisu basah dengan kain lap atau handuk kecil
Jaman dulu, nenek moyang kita tidak mengenal tisu atau tisu basah. Mereka mengelap menggunakan kain yang bisa dipakai berulang kali. Kenapa tidak mencoba kebiasaan dengan kearifan lokal ini demi lingkungan yang lebih baik?
3. Kurangi penggunaan plastik
Sebisa mungkin kurangi penggunaan plastik. Parents bisa memulainya dengan membawa tas atau kantong belanja sendiri ketika berbelanja ke pasar atau supermarket.
4. Memilah sampah rumah tangga
Pisahkan sampah berdasarkan kategorinya. Jangan mencampur sampah organik dengan sampah anorganik seperti plastik dan logam (kaleng). Pisahkan juga sampah elektronik seperti baterai dan barang elektronik bekas. Dengan demikian sampah mudah didaur ulang.
5. Batasi membeli pakaian baru
Belilah pakaian hanya ketika butuh, bukan karena ingin, serta rawat pakaian dengan baik supaya bisa dipakai dalam waktu yang lama. Pertimbangkan untuk membeli pakaian dengan kualitas bagus tetapi awet daripada membeli pakaian yang murah tapi mudah rusak.
Manfaatkan pakaian lama, bisa dihibahkan ke orang lain atau dirombak menjadi barang baru. Untuk adik yang masih kecil, bisa memakai pakaian kakak yang masih bagus.
***
Yuk, kita kurangi dan kelola sampah rumah tangga dengan baik sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan.
Sumber: Kompas.com
Baca juga:
Sayangi bumi dengan membuat pupuk kompos dari sampah rumah tangga, begini caranya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.