Bebaskan dari Marabahaya dan Kesialan, Begini Asal Usul Tradisi Ruwatan

Tradisi ruwatan adalah tradisi untuk melepaskan marabahaya atau kesialan seseorang. Tradisi ini bermula dari kisah pewayangan.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Pada masyarakat Jawa, dikenal tradisi ruwatan.  Ruwatan adalah salah satu ritual penyucian yang masih banyak dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Jawa. Tradisi ini dilakukan dengan menggunakan media wayang kulit. Tradisi ini dapat dilakukan oleh orang Jawa ketika mengalami kesialan dalam hidup. Dalam bahasa Jawa, ruwat sama dengan kata luwar yang artinya lepas atau terlepas.

Dilansir dari Kumparan.com, diruwat artinya dilepaskan ataupun dibebaskan. Sampai saat ini, banyak orang melakukan upacara ruwat agar terhindar dari marabahaya yang diramalkan akan menimpa diri seseorang. Ngruwat artinya menetralisir kekuatan gaib yang bisa mendatangkan bencana untuk diri seseorang ataupun lingkungannya. Tradisi ini dipimpin oleh dalang yang memiliki kemampuan khusus dalam bidang ruwat.

Seorang dalang bertanggungjawab atas kesialan serta kemalangan karena orang yang diruwat sudah menjadi anak si dalang. Ruwatan semula berkembang dalam cerita Jawa kuno yang intinya memuat masalah penyucian diri. Penyucian ini berhubungan dengan pembebasan yang tidak suci.

Artikel terkait: 5 Tradisi Perayaan Satu Suro untuk Masyarakat Pulau Jawa

Sejarah Ruwatan

Image: denmasdeni.blogspot.com/

Sejarah ruwatan ini berasal dari cerita pewayangan. Dikisahkan ada tokoh bernama Batara Guru yang memiliki istri dua orang yaitu Pademi dan Selir. Batara Guru memiliki anak dari Pademi bernama Wisnu. Anak ini tumbuh menjadi orang yang memiliki budi pekerti yang baik sedangkan anak Batara Guru dari Selir bernama Batarakala. Berbeda dengan sifat Wisnu, sifat Batarakala ini jahat sekali. Dia sering kesurupan setan dan bahkan mengganggu anak manusia lalu memakannya.

Ruwatan ini berkembang dalam cerita Jawa yang intinya masalah penyucian diri. Maksudnya yaitu menyangkut pembebasan diri dari bahaya dan kesialan.

Batarakala terlahir dari nafsu Batara Guru yang tak bisa dikendalikan. Suatu ketika, Batara Guru dan istrinya sedang menaiki punggung seekor lembu dan dia tiba-tiba ingin menyetubuhi sang istri. Karena menolak, maka sperma Batara Guru terjatuh ke tengah samudera.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Kemudian, sperma ini menjelma menjadi raksasa yang dikenal dengan nama Batara Kala. Sperma yang jatuh ini disebut sebagai kama salah dalam bahasa Jawa. Batara Kala ini adalah perwujudan dari kama salah tersebut.

Batarakala pun meminta makanan berwujud manusia kepada ayahnya. Ayahnya mengizinkannya asalkan yang dimakan adalah manusia yang tergolong dalam kategori wong sukerta yaitu yang mendapatkan kesialan dalam hidup seperti anak tunggal tanpa saudara.

Artikel terkait: 5 Fakta Menarik Mitoni, Tradisi Tujuh Bulanan Khas Jawa yang Nyaris Terlupakan

Anak tunggal harus diruwat dengan baik agar terhindar dari kesialan dalam hidup. Dari cerita pewayangan ini, masyarakat Jawa meyakini bahwa tradisi ruwatan sangat penting untuk mereka yang menginginkan keselamatan.

Tata Cara Pelaksanaan

Image: Tje Jakarta Post/Ganug Nugroho Adi

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Ruwatan  sangat  penting khususnya  masyarakat   kejawen. Kejawen  merupakan  kepercayaan    asli Jawa atau    kebatinan.  Kebatinan  merupakan   sistem   kepercayaan  yang berakar pada  kebudayaan.  Kepercayaan   yang   memberikan   dorongan  orang  yang  melaksanakan  ruwatan  adalah  bagi    anak-anak yang mempunyai    nasib  buruk.

Mengutip dari ejournal.umm.ac.id, tradisi  ruwatan  mempunyai  makna  filosofis  dalam  tahapan  prosesi upacaranya yaitu sebagai berikut

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan
  • Prosesi siraman  secara filosofis  mengandung nilai pembersih  badan agar manusia yang diruwat dengan menggunakan  air    kembang setaman yang   terdiri   atas   kembang   kenanga, kembang melati, dan kembang mawar.
  • Sesaji   dan  selamatan   secara   filosofis memiliki  nilai  agar orang  yang diruwat dalam keadaan selalu selamat.
  • Nilai  filosofis  yang  terkandung  dalam upacara penyerahan sarana adalah memberikan perlindungan terhadap orang yang tergolong sukerta.
  • Upacara  potong  rambut  memiliki   nilai filosofis  yaitu  bahwa segala  yang kotor harus di potong dan di buang.
  • Nilai filosofis dalam tirakatan merupakan  ungkapan  rasa  syukur  dan ungkapan   rasa   terima   kasih   terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas perlindungan dan anugerahnya.
  • Wayang juga membawa makna filosofis bagi  kehidupan manusia.  Manusia  pada umumnya menginginkan kebaikan, maka kisah wayang itu banyak yang bisa sampai  masuk  ke  hati. 

Artikel terkait: Mengenal Tradisi Puasa Weton Beserta Manfaat dan Tata Caranya

Makna Ruwatan

Makna  wayang dalam  ruwatan  juga  membawa  makna kehidupan. Pelaksanaan ruwatan ini ada hubungannya  dengan  makna  dari  kesucian jiwa dan raga dalam kepercayaan masyarakat Jawa.  Oleh karena  itu  sebelum  pelaksanaan ruwatan   harus   melaksanakan tapa   brata (ngelakone  tapa). Kesucian jiwa raga adalah mencapai ketentraman dan kesucian lahir dan batin.  

Selain  itu  juga  mencapai  kehidupan yang lebih    baik dan   suci    lahir batin. Pelaksanaan  ruwatan  juga  bermakna  untuk mencapai tujuan    hidup manusia Jawa tersimpul dalam unen-unenmati  sajroning  urip,  urip  sajroning  pejah artinya  bahwa yang  hidup  tetap  hidup  tetapi  yang  mati adalah nafsu lahirnya. 

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Unen-unen ini mengandung  pesan  bahwa  hidup  manusia hendaknya bisa  mengendalikan  hawa nafsu. Orang   yang   tidak  bisa menguasai   nafsu berarti  mati.  Sebaliknya   jika  orang  hidup tanpa nafsu adalah mati juga. Hidup manusia itu  silih berganti  seperti  halnya  perputaran roda.

***

Itulah ulasan lengkap mengenai ruwatan. Semoga tradisi ini tetap lestari. 

Baca juga:

https://id.theasianparent.com/upacara-kelahiran-bayi-dalam-adat-jawa

https://id.theasianparent.com/makna-prosesi-siraman

https://id.theasianparent.com/wayang-kulit

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan