Pada masyarakat Jawa, dikenal tradisi ruwatan. Ruwatan adalah salah satu ritual penyucian yang masih banyak dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Jawa. Tradisi ini dilakukan dengan menggunakan media wayang kulit. Tradisi ini dapat dilakukan oleh orang Jawa ketika mengalami kesialan dalam hidup. Dalam bahasa Jawa, ruwat sama dengan kata luwar yang artinya lepas atau terlepas.
Dilansir dari Kumparan.com, diruwat artinya dilepaskan ataupun dibebaskan. Sampai saat ini, banyak orang melakukan upacara ruwat agar terhindar dari marabahaya yang diramalkan akan menimpa diri seseorang. Ngruwat artinya menetralisir kekuatan gaib yang bisa mendatangkan bencana untuk diri seseorang ataupun lingkungannya. Tradisi ini dipimpin oleh dalang yang memiliki kemampuan khusus dalam bidang ruwat.
Seorang dalang bertanggungjawab atas kesialan serta kemalangan karena orang yang diruwat sudah menjadi anak si dalang. Ruwatan semula berkembang dalam cerita Jawa kuno yang intinya memuat masalah penyucian diri. Penyucian ini berhubungan dengan pembebasan yang tidak suci.
Artikel terkait: 5 Tradisi Perayaan Satu Suro untuk Masyarakat Pulau Jawa
Sejarah Ruwatan
Sejarah ruwatan ini berasal dari cerita pewayangan. Dikisahkan ada tokoh bernama Batara Guru yang memiliki istri dua orang yaitu Pademi dan Selir. Batara Guru memiliki anak dari Pademi bernama Wisnu. Anak ini tumbuh menjadi orang yang memiliki budi pekerti yang baik sedangkan anak Batara Guru dari Selir bernama Batarakala. Berbeda dengan sifat Wisnu, sifat Batarakala ini jahat sekali. Dia sering kesurupan setan dan bahkan mengganggu anak manusia lalu memakannya.
Ruwatan ini berkembang dalam cerita Jawa yang intinya masalah penyucian diri. Maksudnya yaitu menyangkut pembebasan diri dari bahaya dan kesialan.
Batarakala terlahir dari nafsu Batara Guru yang tak bisa dikendalikan. Suatu ketika, Batara Guru dan istrinya sedang menaiki punggung seekor lembu dan dia tiba-tiba ingin menyetubuhi sang istri. Karena menolak, maka sperma Batara Guru terjatuh ke tengah samudera.
Kemudian, sperma ini menjelma menjadi raksasa yang dikenal dengan nama Batara Kala. Sperma yang jatuh ini disebut sebagai kama salah dalam bahasa Jawa. Batara Kala ini adalah perwujudan dari kama salah tersebut.
Batarakala pun meminta makanan berwujud manusia kepada ayahnya. Ayahnya mengizinkannya asalkan yang dimakan adalah manusia yang tergolong dalam kategori wong sukerta yaitu yang mendapatkan kesialan dalam hidup seperti anak tunggal tanpa saudara.
Artikel terkait: 5 Fakta Menarik Mitoni, Tradisi Tujuh Bulanan Khas Jawa yang Nyaris Terlupakan
Anak tunggal harus diruwat dengan baik agar terhindar dari kesialan dalam hidup. Dari cerita pewayangan ini, masyarakat Jawa meyakini bahwa tradisi ruwatan sangat penting untuk mereka yang menginginkan keselamatan.
Tata Cara Pelaksanaan
Ruwatan sangat penting khususnya masyarakat kejawen. Kejawen merupakan kepercayaan asli Jawa atau kebatinan. Kebatinan merupakan sistem kepercayaan yang berakar pada kebudayaan. Kepercayaan yang memberikan dorongan orang yang melaksanakan ruwatan adalah bagi anak-anak yang mempunyai nasib buruk.
Mengutip dari ejournal.umm.ac.id, tradisi ruwatan mempunyai makna filosofis dalam tahapan prosesi upacaranya yaitu sebagai berikut
- Prosesi siraman secara filosofis mengandung nilai pembersih badan agar manusia yang diruwat dengan menggunakan air kembang setaman yang terdiri atas kembang kenanga, kembang melati, dan kembang mawar.
- Sesaji dan selamatan secara filosofis memiliki nilai agar orang yang diruwat dalam keadaan selalu selamat.
- Nilai filosofis yang terkandung dalam upacara penyerahan sarana adalah memberikan perlindungan terhadap orang yang tergolong sukerta.
- Upacara potong rambut memiliki nilai filosofis yaitu bahwa segala yang kotor harus di potong dan di buang.
- Nilai filosofis dalam tirakatan merupakan ungkapan rasa syukur dan ungkapan rasa terima kasih terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas perlindungan dan anugerahnya.
- Wayang juga membawa makna filosofis bagi kehidupan manusia. Manusia pada umumnya menginginkan kebaikan, maka kisah wayang itu banyak yang bisa sampai masuk ke hati.
Artikel terkait: Mengenal Tradisi Puasa Weton Beserta Manfaat dan Tata Caranya
Makna Ruwatan
Makna wayang dalam ruwatan juga membawa makna kehidupan. Pelaksanaan ruwatan ini ada hubungannya dengan makna dari kesucian jiwa dan raga dalam kepercayaan masyarakat Jawa. Oleh karena itu sebelum pelaksanaan ruwatan harus melaksanakan tapa brata (ngelakone tapa). Kesucian jiwa raga adalah mencapai ketentraman dan kesucian lahir dan batin.
Selain itu juga mencapai kehidupan yang lebih baik dan suci lahir batin. Pelaksanaan ruwatan juga bermakna untuk mencapai tujuan hidup manusia Jawa tersimpul dalam unen-unen, mati sajroning urip, urip sajroning pejah artinya bahwa yang hidup tetap hidup tetapi yang mati adalah nafsu lahirnya.
Unen-unen ini mengandung pesan bahwa hidup manusia hendaknya bisa mengendalikan hawa nafsu. Orang yang tidak bisa menguasai nafsu berarti mati. Sebaliknya jika orang hidup tanpa nafsu adalah mati juga. Hidup manusia itu silih berganti seperti halnya perputaran roda.
***
Itulah ulasan lengkap mengenai ruwatan. Semoga tradisi ini tetap lestari.
Baca juga:
https://id.theasianparent.com/upacara-kelahiran-bayi-dalam-adat-jawa
https://id.theasianparent.com/makna-prosesi-siraman
https://id.theasianparent.com/wayang-kulit