Inilah cerita Wahyu Winingsih, seorang ibu yang terinfeksi rubella saat hamil anaknya, Syahnaz. Putrinya yang kini berusia 2 tahun membutuhkan transplantasi mata karena terlahir dengan kondisi rubella kongenital.
Sindrom rubella kongenital (SRK) suatu kumpulan gejala yang menyebabkan komplikasi serius yang bisa diderita anak lantaran sang ibu terinfeksi rubella saat hamil.
Seperti yang dikutip dari lama IDAI, sindrom rubella kongenital (SRK) merupakan suatu kumpulan gejala penyakit terdiri dari katarak (kekeruhan lensa mata), penyakit jantung bawaan, gangguan pendengaran, dan keterlambatan perkembangan, termasuk keterlambatan bicara dan disabilitas intelektual.
Baca juga : Waspadai rubella pada ibu hamil dan anak-anak
Apa yang menyebabkan rubella kongenital?
Sindrom rubella kongenital disebabkan infeksi virus rubella pada janin selama masa kehamilan akibat ibu tidak mempunyai kekebalan terhadap virus rubella. Tidak sedikit orangtua yang tidak menyadari jika anaknya mengalami sindrom rubela kongenital (SRK).
Pasalnya, gejala yang timbul pada anak tidak bisa langsung terdeteksi ketika sang ibu tengah mengandung. Salah satu gejalanya adalah kondisi kornea berwarna putih atau keruh. Kondisi inilah yang terjadi pada Syahnaz, mengalami gangguan penglihatan lantaran lahir dengan kondisi rubella kongenital.
Tidak terdeteksi semasa kehamilan
Sang ibu menceritakan kisahnya pada theAsianparent Indonesia:
“Syahnaz adalah putri ke dua saya yang terlahir dengan Rubella Konginetal sehingga berisiko mengalami sikatrik kornea. Kondisi ini menyebabkan korneanya menjadi keruh, dan hanya dapat ditindak melalui cara transplantasi.”
“Padahal ketika hamil nggak ada kendala apa-apa. Morning sickness pun nggak ada apa-apa, tapi waktu awal memang sempat demam biasa. Saya pikir hanya gejala awal semester saja. Pas periksa ke dokter juga memang tidak terdeteksi apa-apa,” ujarnya pada theAsian Parent Indonesia.
Siapa sangka, di hari kelahiran, baru diketahui kalau putrinya mengalami masalah pada penglihatannya. “Jadi baru ketahuan kalau kornea matanya itu keruh.”
Satu-satunya jalan untuk bisa membuat Shahnaz bisa melihat hanya dengan jalan operasi pencangkokan kornea.
Syahnaz sudah menjalani transplantasi kornea pada tanggal 30 Januari 2017 di RS Jakarta Eye Center oleh dr. Made Susiyanti, SpM(K).
Setelah menjalani transplantasi, Syahnaz menjalani beberapa kontrol untuk memastikan kondisi kornea tetap terjaga bening sampai pada tahap akhir pasca operasi, yaitu buka jahitan tahap awal dan retcam (Retina Camera) yang dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus 2017 oleh dr. Florence Sp M.
Retcam dilakukan untuk mengetahui keadaan retina dan syaraf mata pasca operasi.
Adapun hasil retcam Syahnaz sebagai berikut:
Syaraf mata dalam keadaan bagus. Retina mata dalam kondisi ada kerusakan ringan, namun masih bisa dibantu dengan kacamata. Tekanan bola mata 17 mmhg, tidak ada glukoma.
Pemeriksaan mata Syahnaz juga menunjukkan bahwa kedua matanya minus 2,5 dan silinder 3,75.
Berdasarkan hasil retcam inilah dokter menyatakan Syahnaz bisa melihat namun memang perlu menggunakan kacamata, yang akan digunakan setelah tindakan lepas jahitan tahap ke-2 dilaksanakan.
Berdasarkan hasil retcam ini, dr. Florence mengizinkan mata kanan segera untuk ditransplantasi. Menurut dokter, transplantasi berkejaran dengan usia.
Semakin dini kornea keruh diganti, maka semakin dini pula syaraf mata difungsikan untuk melihat sehingga Syahnaz bisa lebih baik penglihatannya.
Harapannya, dengan penglihatan yang baik bisa mendukung tumbuh kembang atau motorik Syahnaz yang terhambat karena 80% pendukung tumbuh kembang berasal dari penglihatan.
Saat ini, Syahnaz sedang menunggu untuk bisa melaksanakan transplantasi mata kanan. Semua persiapan sedang dilakukan. Mulai dari persiapan fisik Syahnaz hingga kondisi finansial untuk biaya rumah sakit.
Seperti apa keseharian Syahnaz saat ini, sambil menunggu tindakan medis selanjutnya? Tonton videonya berikut ini:
Pentingnya ibu hamil mencegah Rubella Conginetal
Ada banyak risiko yang dapat terjadi jika seorang anak mengalami SRK, mulai dari gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, hingga penyakit jantung bawaan, gangguan pada system saraf pusat, hingga gangguan lainnya.
Risiko gangguan yang terjadi tergantung pada usia kehamilan sang ibu. Namun, risiko terbesar akibat infeksi rubella terjadi pada trimester pertama, mencapai 85%. Jika infeski terjadi saat usia kehamilan lanjut, risikonya akan semakin kecil.
Meskipun demikian, penting bagi ibu hamil untuk menghindari terinfeski rubella yang bisa menular lewat udara. Satu-satunya cara mencegahnya adalah dengan imunisasi MMR, gabungan vaksin campak, gondong, dan rubella.
IDAI juga sudah merekomendasikan agar anak mendapatkan imunisasi MMR pada usia 15 bulan dan 5 tahun.
Baca juga :
Cek Jadwal Lengkap Imunisasi Anak Terbaru 2023 dan Cara Mengatasi Efek Sampingnya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.