Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021 melalui jalur zonasi menuai kecaman orangtua. Pasalnya, mekanisme PPDB DKI Jakarta ini dianggap mengutamakan siswa yang usianya lebih tua. Tak hanya orangtua, kecemasan turut menghantui siswa berusia muda yang khawatir tak bisa bersekolah karena terbentur persyaratan usia.
Aturan PPDB DKI Jakarta
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Nahdiana, menuturkan bahwa ada empat jalur utama PPDB DKI Jakarta 2020 untuk SMP dan SMA yaitu sebagai berikut:
- Jalur zonasi: 40%
- Jalur afirmasi untuk anak dari keluarga tidak mampu: 25%
- Melalui jalur prestasi: 30%
- Jalur perpindahan orang tua atau guru: 5%
Polemik muncul ketika kuota jalur zonasi yang ditetapkan DKI Jakarta lebih rendah dibandingkan kuota yang sudah ditetapkan pemerintah pusat yakni 50%. Kebijakan ini dianggap berseberangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019.
Di samping itu, seleksi jalur zonasi yang tertuang dalam PPDB DKI Jakarta juga menyertakan kriteria usia sebagai syarat masuk sekolah. Padahal, jalur zonasi merupakan jalur yang disediakan bagi calon siswa yang lokasi rumahnya berdekatan dengan sekolah bukan melihat dari usia.
Peraturan ini membuat calon siswa didik berusia lebih tua lebih mudah untuk diterima lebih besar di sekolah yang dekat dari rumah. Penyeleksian calon siswa berdasarkan usia ini akan diterapkan bila jumlah pendaftar melalui jalur zonasi melebihi daya tampung.
Kebijakan seleksi jalur zonasi berdasarkan usia didasarkan atas aturan:
- Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Nomor 501 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis PPDB 2020/2021
- Dan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Nomor 506 Tahun 2020 tentang Penetapan Zonasi Sekolah untuk PPDB 2020/2021 (selanjutnya disebut SK Kadisdik DKI tentang Zonasi -red)
Pada poin pertama, aturan yang ditetapkan oleh Juknis PPDB DKI 2020; Calon Peserta Didik Baru yang mendaftar dalam zonasi yang melebihi daya tampung dilakukan berdasarkan:
- Usia tertua ke usia termuda;
- Urutan pilihan sekolah; dan
- Waktu mendaftar
Lengkapnya, aturan jalur zonasi sebagaimana tertulis di SK Kadisdik DKI tentang Zonasi yaitu sebagai berikut:
Kesatu:
Menetapkan zonasi dalam rangka pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021 di Provinsi DKI Jakarta
Kedua:
Zonasi sebagaimana dimaksud pada diktum Kesatu hanya diberlakukan pada jenjang sebagai berikut:
a. Sekolah Dasar (SD)
b. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
c. Dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Ketiga:
Zonasi sebagaimana dimaksudkan pada diktum Kedua huruf a, huruf b, dan huruf c dikelompokkan berdasarkan kelurahan sebagaimana tercantum pada Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini
Dalam lampirannya, Disdik DKI mengelompokkan zonasi sekolah se-Jakarta berdasarkan kelurahan. Jadi, calon siswa di kelurahan X kecamatan Y hanya bisa memilih sekolah-sekolah yang berada di kelurahan X.
Di lain pihak, Pemerintah Pusat sendiri telah mengatur zonasi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 (Permendikbud No 44/2019) yang berbunyi:
Pasal 11
(2) Jalur zonasi sebagaimana dimaksud dengan ayat (1) huruf a paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari daya tampung Sekolah.
Bila dibandingkan, terdapat persamaan dan perbedaan aturan yang dikeluarkan Pemerintah Pusat dan yang ditetapkan DKI Jakarta. Persamaannya, kedua aturan sama-sama menjadikan calon siswa yang berusia lebih tua sebagai prioritas dengan catatan sekolah menghadapi kondisi tertentu.
Perbedaannya, aturan Permendikbud No 44/2019 memprioritaskan siswa yang lebih tua apabila jarak alamat rumah calon siswa dengan sekolah sama dan diberlakukan seleksi. Sebaliknya, Juknis PPDB DKI 2020 memprioritaskan siswa yang lebih tua diperbolehkan mendaftar apabila jumlah calon pendaftar belum melebihi daya tampung sekolah.
Menurut Pasal 27 Permendikbud No 44/2019, apabila jumlah calon siswa melebihi daya tampung maka dinas pendidikan wajib menyalurkan kelebihan calon siswa itu ke sekolah di zonasi yang sama. Namun apabila semua sekolah di zonasi yang sama sudah penuh, maka calon siswa akan disalurkan ke sekolah di zonasi terdekat.
Polemik aturan PPDB di Jakarta yang dianggap salahi aturan
Polemik aturan penerimaan siswa didik baru membuat orangtua yang tergabung dalam Forum Orang Tua Murid (FOTM) keberatan dan melayangkan protes. Juru Bicara FOTM Dewi Julia mengatakan, jalur zonasi saat ini dianggap tak adil karena seleksi dilakukan berdasarkan faktor usia.
“Zonasi itu sesuai dengan namanya harusnya zona jarak. Karena dengan semangat supaya kemacetan di Jakarta ini bisa ditekan kalau kita bicara awal adanya zonasi itu adalah supaya siswa dekat dengan sekolah rumahnya begitu. Tapi ternyata di tahun ini zonasi itu sama dengan umur dari usia tertua itu yang menurut kami tidak masuk akal,” tutur Dewi mengutip Kompas.
Menurut Dewi, aturan ini ibarat diskriminasi karena anak yang berjarak dekat dengan sekolah pun belum tentu diterima jika usianya masih muda. Hal ini juga dianggap mematahkan semangat belajar siswa yang sebelumnya belajar dengan rajin demi mengejar sekolah impiannya.
“Anak-anak yang sekolahnya dekat dengan rumah belum tentu bisa bersekolah di tempat tersebut apabila umurnya masih muda. Jadi mereka kalah dengan anak-anak yang usianya sudah tua. Karena semakin tua, maka dia punya prioritas yang lebih. Menurut kami itu kondisi seperti itu tidak adil,” tukasnya.
Dewi menuturkan, ia sendiri berencana mendaftarkan anaknya di dua sekolah negeri yaitu SMA Negeri 8 Jakarta dan SMA Negeri 106 Jakarta. Namun, harapan langsung dikubur dalam mengingat adanya kriteria usia. Ia bahkan tidak mencoba mengikuti proses pendaftaran karena tidak mau anaknya kecewa.
“Mau gimana lagi? Saya sama anak saya pasrah saja enggak bisa ikut PPDB zonasi masuk (SMA) negeri. Padahal, kami berharap sama DPRD kemarin bisa menghilangkan syarat usia. Ternyata Disdik-nya ngotot,” sambung Dewi.
Menyoroti protes yang ada, pihak Kemendikbud telah membahas kemungkinan tiga solusi sebagai jalan tengah dalam upaya memperbaiki jalannya PPDB DKI.
Pertama, menambah siswa dalam satu kelas. Solusi kedua, penambahan kelas pada setiap sekolah negeri. Terakhir, memberikan Kartu Jakarta Pintar kepada anak yang tidak lolos PPDB untuk membantu membayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) di sekolah swasta.
Sejauh ini, belum ada solusi akhir terkait kisruh aturan PPDB DKI Jakarta ini. Pun Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan belum ambil suara terkait protes yang ditujukan padanya.
Semoga masalah polemik aturan PPDB DKI Jakarta ini bisa segera diatasi, dan tak ada lagi masalah anak yang tak bisa sekolah negeri karena terhambat faktor usia.
Sumber: CNN, Kompas, Republika
Baca juga :
5 Kebijakan Pemprov DKI Jakarta demi putus rantai penyebaran virus corona
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.