Konflik dan perceraian Maia Estianty dengan sang mantan suami menjadi pelajaran hidup yang paling berharga untuknya. Perceraian itu pun ternyata berdampak juga kepada anak-anaknya, hal itu Maia ungkap kepada publik baru-baru ini.
Saat ini Maia mengaku sudah memiliki hubungan baik dengan sang mantan suami. Namun, ia tetap merasa jika sang anak masih mengalami trauma, bahkan sampai sekarang saat ketiganya sudah beranjak dewasa.
Dalam vlog berjudul “Cerai! Dampak Psikologis Perceraian untuk Anak dengan Psikolog Poppy Amalya” yang ia unggah di dalam kanal YouTube pribadinya, Maia berbincang-bincang mengenai dampak dari perceraian.
Kisah Perceraian Maia Estianty yang Berdampak pada Psikologis Ketiga Anaknya
Sebagai orangtua yang pernah mengalami perceraian, Maia mengaku melihat secara langsung dampak psikologis yang dialami ketiga anaknya pasca perceraiannya dengan Ahmad Dhani. Apalagi saat bercerai, usia Al baru 9 tahun, El 8 tahun, dan Dul 6 tahun.
Menurut Poppy Amalya, melihat dari usia mereka yang masih di bawah 12 tahun, tentunya menimbulkan rasa traumatik apabila perpisahan orangtua anak penuh dengan ketidaknyamanan.
“Al itu tidak berani mengungkapkan, mungkin karena father figure-nya juga terlalu dominan. Kalau El happy go lucky, terserah deh. Aku pernah tanya, pilih ayah atau bunda. Jawabannya santai, aku pilih anjingku saja, tuh,” cerita Maya.
Dari pernyataan Maia itu, ia aku jika ada sebuah pertanyaan yang seharusnya tidak boleh ditanyakan kepada anak, yakni ‘pilih ayah atau bunda?’. Poppy Amalya pun membenarkan hal tersebut.
“Itu sebenarnya menimbulkan konflik ke anak. Mengakibatkan emosi anak menjadi tidak stabil. Apalagi jika pisah rumah, pergi ke sini negatif, ke sana negatif,” kata Poppy.
“Seminimal mungkin aku tidak boleh menjelekkan mantan pasangan,” sambung Maia.
Maia mengungkapkan bahwa trauma sempat dialami anak-anaknya. Baginya, salah satu bentuk trauma yang paling luar biasa adalah ketika Dul mengalami kecelakaan. Sebelum kecelakaan itu terjadi, Dul sempat meminta untuk berkunjung ke kediaman Maia dan berpelukan dengan bundanya.
Ledakan Emosi yang Dirasakan Anak akibat Rasa Trauma
Sempat pula berkunjung ke beberapa psikolog untuk mendiskusikan masalah mental anaknya, ibu tiga orang anak itu justru mendapat fakta bahwa Al, El, dan Dul kehilangan masa diberikan aturan.
“Jadi sebebas-bebasnya, nggak ada yang ngelarang. Jadi pada akhirnya ada problem terjadi, anak-anak ini membolehkan hal yang buruk jadi lumrah,” ungkapnya.
Maia juga menyebut salah satu dampak dari perceraiannya yaitu anak menjadi tidak percaya diri. Ternyata bukan hanya selepas kejadian perceraian, tapi hingga saat ini pun anaknya merasa dirinya bimbang dan butuh bantuan profesional.
“Ada juga yang lain, anak-anak jadi nggak percaya diri. Salah satu anakku ada yang terang-terangan, ‘aku mau ketemu psikolog karena aku butuh psikolog’, gitu. Ini, tuh, sekarang-sekarang ya, bukan kemarin dulu,” Maia meneruskan ceritanya.
“Nggak usah psikolog, psikiater pun didatengin sama dia. Karena dia pengin curhat, mungkin ada beberapa hal yang dia tidak bisa cerita ke gue,” lanjutnya.
Poppy kemudian menjelaskan jika ada sebuah peristiwa perceraian, anak menjadi repressed, yaitu tak bisa mengungkapkan perasaan yang tertahan. Itu bisa terungkit kembali di lain kesempatan, meskipun peristiwa perceraian sudah lama berlalu.
“Itu akan meledak, karena emosi. Bentuknya macem-macem. Ada yang sebagian mungkin jadi bergabung dengan teman-temannya, macam-macam, sih. Ada yang positif dan negatif. Itu tergantung (anak),” jelas Poppy.
Poppy menambahkan, terkait masalah kurang percaya diri, bisa juga berhubungan dengan rasa tidak dihargai atau tidak diterima yang dirasakan oleh anak. Anak juga dapat membandingkan keluarganya dengan keluarga orang lain yang dinilai lebih sempurna.
“Kecemasan, salah satunya. Kenapa dia suka cemas? Karena nggak tenang. Ibunya sempat jauh, figur ibunya minim. Afeksi itu dapatnya dari ibu,” tambah Poppy.
Maia kemudian bertanya apa yang harus dilakukan orangtua bercerai agar tidak menimbulkan dampak yang buruk untuk anak.
“Kalau seandainya ada perceraian, harusnya sebagai orangtua bagaimana? Karena banyak sekali orangtua bercerai, yang tidak bisa akur demi anak,” tanya Maia.
“Idealnya perceraian yang indah itu menurunkan ego. Pikirkan anak, karena anak tidak mau berpisah. Yang berpisah itu orangtua, bukan anak. Jika dilarang-larang bertemu dengan ibu atau ayahnya, bisa meledak (emosinya),” jawab Poppy.
Anak-anak adalah pihak yang paling merasakan dampak dari perceraian orangtuanya. Oleh karena itu, kita harus memikirkan perasaan mereka terlebih dahulu sebelum ego kita sebagai orangtua.
Belajar dari kasus perceraian Maia Estianty, dampak psikologis jangka panjang dari perceraian untuk anak juga harus dipikirkan kembali. Terlebih setiap anak memiliki respons yang berbeda terhadap hal itu.
Sumber: Youtube
Baca Juga:
9 Dampak perceraian terhadap psikologis anak yang perlu diwaspadai orangtua
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.