Sampai dengan saat ini, kontribusi dari Pekerja Rumah Tangga (PRT) sangat besar bagi sekian banyak rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan mereka. Mereka melakukan semua tuntutan pekerjaan dalam rangka memenuhi unsur upah, perintah dan pekerjaan. Dengan begitu, PRT merupakan pekerja yang berhak atas hak-hak normatif dan perlindungan sebagaimana yang diterima pekerja pada umumnya melalui RUU PPRT.
Wilayah kerja dari PRT bersifat domestik dan privat, sehingga tidak ada kontrol dan pengawasan. Padahal dalam praktiknya, mereka rawan dan rentan terhadap diskriminasi, eksploitasi, serta kekerasan. Inilah yang menjadi titik urgensi perlunya hukum yang mampu melindungi hak-hak para pekerja ini.
Artikel terkait: Dua PRT Babak Belur Dianiyaya Majikan Klinik Bersalin di Kalimantan Tengah
Moeldoko Dorong Percepatan Pengesahan RUU PPRT
Melansir dari Liputan6, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengajak kementerian/lembaga untuk bergerak bersama mengawal pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Desakan dari KSP ini disebabkan oleh mengendapnya RUU PPRT selama kurang lebih 18 tahun di gedung perlemen dan sampai saat ini masih belum jelas nasibnya.
Meskipun RUU ini sudah menjadi inisiatif DPR, namun sampai sekarang agenda pembahasan pada sidang paripurna masih belum terlihat untuk segera mewujudkan payung hukum dan perlindungan bagi PRT di Indonesia.
“RUU PPRT sudah lama tertidur, saatnya kita bangunkan lagi. KSP siap memberikan dukungan penuh,” ujar Moeldoko, dikutip dari Antara, Kamis (14/4/2022).
Dari tahun 2018 hingga 2020 telah tercatat 1.743 kasus kekerasan terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan kasus tersebut menjadi bukti nyata yang menjadi urgensi bagi negara ini untuk segera mengesahkan RUU PPRT.
Artikel terkait: Kasus ART Kirim Video Anak Majikan sedang Mandi, Ini Cara Memilih ART yang Tepat
Menurutnya, proses pengesahan RUU PPRT memerlukan kerja sama dan kolaborasi dari berbagai pihak termasuk masyarakat sipil agar segera terlaksana. Hal ini disebabkan oleh posisi undang-undang tidak menguntungkan secara politik dan pada dasarnya bersifat marginal.
Besar harapannya bahwa RUU PPRT dapat mengisi kekosongan hukum perlindungan pekerja rumah tangga, dan memberikan rasa aman kepada PRT dari tindakan diskriminasi, eksploitasi, dan pelecehan.
Urgensi RUU PPRT
Dikutip dari dpr.go.id, terdapat poin-poin utama yang menjadi urgensi pengesahan dan pengadaan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT)
- Jumlah PRT di Indonesia berdasarkan Survei ILO dan Universitas Indonesia tahun 2015 berjumlah 4,2 Juta (tren meningkat setiap tahun). Angka cukup besar sebagai pekerja yang selama ini tidak diakui dan dilindungi
- Secara kuantitas jumlah Pekerja Rumah Tangga tergolong tertinggi di dunia, jika dibandingkan oleh beberapa negara di Asia, India 3,8 Juta dan Philipina 2,6 Juta.
- Persentase PRT mayoritas Perempuan (84%) dan Anak (14%) yang rentan eksploitasi, resiko terhadap human trafficking.
- PRT adalah kaum pekerja yang rentan, karena bekerja dalam situasi yang tidak layak: jam kerja panjang (tidak dibatasi waktu), tidak ada istirahat, tidak ada hari libur, tidak ada jaminan sosial (kesehatan PBI dan ketenagakerjaan). kekerasan dalam bekerja baik secara ekonomi, fisik dan psikis (intimidasi, isolasi)
- Rawan diskriminasi, pelecehan dan perendahan terhadap profesi.
- PRT tergolong angkatan kerja tidak diakui sebagai pekerja sehingga dianggap pengangguran.
- PRT tidak diakomodir dalam Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan Republik Indonesia.
Baca juga:
Definisi RUU Minuman Beralkohol, Parents Wajib Tahu
Sekolah Bakal Kena Pajak Menurut RUU KUP, Ini 4 Faktanya!