Belakangan ini, istilah ‘burnout’ mulai populer di kalangan masyarakat Indonesia. Kata ini merujuk pada kondisi kelelahan yang dirasakan oleh seseorang dan sering diartikan sama seperti stres. Padahal, stres dan burnout ternyata berbeda. Untuk menangani keduanya maka kita perlu tahu perbedaan stres dan burnout. Simak penjelasan pakar mengenai kedua hal tersebut berikut ini!
Perbedaan Stres dan Burnout, Burnout Satu Level di Atas Stres
Istilah burnout mulai banyak dipakai selama beberapa tahun belakangan. Burnout sendiri adalah suatu kondisi kelelahan secara fisik dan mental yang dialami oleh seseorang. Kondisi ini jika tidak segera ditangani bisa memicu depresi hingga mengundang berbagai penyakit seperti demam hingga flu.
Nah, kebanyakan orang mengira bahwa burnout sama seperti stres. Padahal, keduanya berbeda. Putu Andani, seorang psikolog dari Tiga Generasi menjelaskan bahwa burnout berada satu level di atas stres dan di bawah depresi.
“Jadi kalau ditanya level, sebelumnya kita lebih sering pakai kata stres. Nah stres itu ada di level 1, burnout itu level 2, kemudian depresi, anxiety disorder atau gangguan lainnya itu level 3,” kata Putu, Rabu (16/12/2020) saat diundang dalam acara “Peran Ibu di Masa Pandemi dan Tantangan Ibu di Tahun 2021” yang diadakan oleh BaBe.
Ia juga menilai bahwa burnout lebih kritis ketimbang stres. Oleh sebab itu, burnout perlu ditangani dengan segera dan jangan sampai dibiarkan berlarut-larut jika tak ingin kondisi ini berubah menjadi depresi atau gangguan kejiwaan lainnya.
“Jadi, burnout itu di tengah-tengah antara stres dan depresi. Nah, jadi burnout ini merupakan titik yang lumayan kritis,” lanjutnya.
Baca juga: Jadi Istri, Ibu & Pengusaha, Zhafira Loebis Alami Burnout, Bagaimana Mengatasinya?
3 Ciri-ciri Perbedaan Stres dan Burnout yang Perlu Diperhatikan
Kendati demikian, membedakan stres dan burnout memang tidak mudah. Sebab, gejalanya hampir sama yaitu kelelahan secara fisik dan mental yang ditandai dengan perubahan suasana hati, mudah marah, hingga pusing dan pegal-pegal. Nah, untuk membantu mengenali gejala burnout, ada 3 komponen yang bisa digunakan seperti dikatakan oleh Putu.
Berikut penjelasannya:
1. Tingkat Kelelahan
Menurut Putu, jika seseorang terserang burnout maka tingkat kelelahannya akan lebih lama daripada ketika mengalami stres. Stres muncul sesaat dan akan langsung mereda apabila kita beristirahat atau mencari hiburan, sementara burnout tidak. Kondisi ini ditandai dengan rasa lelah yang berlebihan dan berlangsung cukup lama.
2. Berjarak dengan Hal yang Dikerjakan
Burnout kerap menyerang para pekerja, ibu rumah tangga, atau ibu yang bekerja. Hal yang tak mengherankan sebab Putu sendiri mengakui bahwa di tahun 2020, banyak ibu yang merasakan kelelahan luar biasa karena pandemi. Nah, sayangnya banyak yang tak menyadari bahwa mereka sedang mengalami burnout.
Salah satu gejala berikutnya apabila terserang burnout adalah adanya perasaan berjarak dengan hal-hal yang kita kerjakan. Ini juga berlaku dalam hal parenting. Ibu yang mengalami burnout tak lagi merasakan kebahagiaan ketika mengasuh anak. Sebaliknya, semua itu dilakukan hanya untuk memenuhi kewajiban.
“Kita jadi menganggap anak itu ya pekerjaan aja. Jadi enggak ada kedekatan emosional karena kita sebenarnya pengen off kan,” jelas Putu.
3. Hilangnya Sense of Achievement
Setiap hal baik itu pekerjaan atau mengasuh anak, membutuhkan apa yang dinamakan sense of achievement. Ketika seseorang mengalami burnout, maka tak ada lagi yang ingin ia capai. Ia tidak tergerak untuk meraih sesuatu dan hanya melakukan tugas-tugasnya dalam kondisi survival mood.
“Perasaan achieved itu jadi enggak ada. Padahal, di mana pun kita bergerak baik di pekerjaan maupun parenting, kita selalu membutuhkan sense of achievement,” terang Putu.
Baca juga: Merasa lelah menjadi orangtua? Hati-hati, gejala parental burnout
3 Cara Menangani Burnout agar Tidak Memicu Depresi
Burnout harus segera ditangani sebab jika tidak maka bisa menyebabkan masalah lain. Selain itu, seseorang yang bisa mengatasi burnout akan menjadi lebih tangguh, seperti yang dikatakan oleh Putu.
“Kalau kita bisa regulate burnout dengan baik, itu kurang lebih akan membuat kita menjadi lebih kuat,” ujarnya. Lalu, bagaimana cara menanganinya?
1. Minta Maaf pada Orang Lain
Kelelahan yang dirasakan seorang ibu memang bisa memicu amarah lalu setelah itu merasa bersalah. Hal ini, menurut Putu, adalah hal yang sangat wajar. Cara untuk mengatasinya adalah dengan meminta maaf secara tulus kepada orang yang kita sakiti.
“Guilty feeling pasti muncul dan itu wajar. Tips yang pertama untuk meredakan guilty adalah minta maaf. Bagaimanapun kita manusia, kita pernah salah. Kita sampaikan aja, ‘Mama minta maaf ya. Tadi mama marah-marah’,” kata Putu.
Baca juga: Apakah Istri Anda Kelelahan? Kenali 9 Ciri Istri Butuh Piknik
2. Minta Maaf pada Diri Sendiri
Nah, hal lain yang tak kalah penting adalah meminta maaf pada diri sendiri. Terkadang, kita menerapkan standar yang terlalu tinggi untuk diri kita sendiri hingga tak sadar bahwa hal itu membuat kita kesusahan. Oleh sebab itu, Putu menyarankan agar orang tua mulai meminta maaf pada diri sendiri dan menerima keadaan sekalipun keadaan tersebut belum ideal.
“Jangan lupa juga untuk ngobrol dengan diri sendiri dan letting go supaya bisa memaafkan kesalahan diri sendiri,” jelas Putu.
3. Istirahat dan Cari Afirmasi Positif
Tak bisa ditampik lagi, jika seseorang sudah mengalami burnout maka sebaiknya segera mengambil jeda untuk beristirahat. Burnout sebetulnya adalah sinyal bahwa tubuh dan pikiran sudah merasa kelelahan sehingga perlu berisitirahat. Jangan memaksakan segala sesuatu harus selesai apalagi dengan mengandalkan survival mood.
“Wajib take a break karena badan sama pikiran kita sudah enggak sinkron. Badan kita sudah capek tapi pikiran kita masih bilang, ‘Harus kerja lagi’. Waktu break itu ngapain? Cerita sama teman, cerita sama suami, cerita sama siapapun yang menurut kita bisa memberi dampak positif,” ungkap Putu.
****
Nah, Parents, apakah Anda juga pernah merasakan burnout? Ingat, kesehatan adalah nomor satu. Jadi, jangan lupa ambil jeda dan beristirahat ya apabila sudah merasa lelah. Semoga penjelasan di atas membantu Anda dan keluarga!
Baca juga:
Waspada Burnout Syndrome, ketika Parents Merasa Terlalu Lelah dengan Pekerjaan
Riset FKUI: 83% Tenaga Kesehatan Alami Burnout Selama Pandemi, Alarm untuk Masyarakat!
Seorang Ibu Rumah Tangga Gantung Diri, Pesan Terakhirnya, "Capek Urus Anak"