Mari mengajak anak memahami dari mana ia berasal melalui tradisi keluarga.
Memudarnya tradisi, memudarnya ikatan sosial antar manusia
Pergeseran nilai dan norma sosial dan degradasi moralitas pada generasi yang lebih muda seolah menjadi harga yang harus kita bayar demi modernitas. Seorang teman, misalnya, mengeluh mengapa anak-anak masa kini semakin tak tahu sopan santun, bahkan berani bicara kasar kepada orang yang lebih tua.
Bukti kecil tentang melunturnya tradisi luhur bangsa yang dirancang para pendahulu kita dan mungkin akan menghilang tidak lama lagi.
Keluarga yang seharusnya berperan dalam melestarikan tradisi memilih untuk menolak tanggung jawab ini. Bagaimana bisa mengajarkan sesuatu pada anak, jika komunikasi antar anak dan orang tua tak pernah dilakukan akibat tuntutan pekerjaan atau godaan gadget yang membuat setiap orang sibuk dalam dunianya sendiri.
Kita pun tahu bahwa tanpa orang tua, kakek nenek, ayah dan ibu kakek serta ayah dan ibu nenek, mustahil kita bisa lahir. Maka tradisi dibuat demi mengingatkan setiap manusia terhadap keterlibatan orang lain dalam kehidupannya, dan bahwa mereka tidaklah hidup sendiri di dunia ini.
Mengajarkan pada anak tentang tradisi keluarga
Anak-anak yang mengetahui dirinya dikelilingi oleh banyak orang yang peduli dan mencintainya, biasanya akan tumbuh menjadi anak yang percaya diri.
Demikian juga dengan anak-anak yang mengetahui asal usul mereka, atau kisah di balik lahirnya klan mereka, tak ragu meraih mimpinya dan melangkah dalam kondisi sesulit apapun.
Jadi, mengapa harus malu mengenalkan mereka pada tradisi keluarga Anda atau pasangan?
Melibatkan anak dalam acara rangkaian tradisi keluarga
Mengenalkan anak pada tradisi keluarga saja tidak cukup. Kita perlu melibatkan mereka dalam acara-acara yang merupakan rangkaian tradisi keluarga, demi menumbuhkan rasa memiliki dalam diri mereka sehingga mereka juga tak akan berkeberatan melestarikan tradisi keluarga ketika telah dewasa.
Berikut adalah cara-cara yang bisa Anda lakukan untuk melibatkan anak dalam seremonial tradisi keluarga.
1. Rutinitas
Ajaklah anak Anda untuk menghadiri acara arisan keluarga atau pertemuan tahunan dengan keluarga besar. Mulailah sedini mungkin, misalnya ketika ia sudah cukup besar untuk mengingat nama kakek atau neneknya.Ini dilakukan agar kita dapat menumbuhkan perasaan memiliki pada anak terhadap keluarga dan tradisinya.
2. Melahirkan kembali tradisi
Setiap keluarga maupun suku bangsa pasti memiliki tradisi sendiri, entah itu berkaitan dengan perayaan keagamaan, HUT proklamasi kemerdekaan, tahun baru, dll., dan sebagian dari tradisi mungkin telah punah. Belikan buku tentang tradisi keluarga/suku Anda untuk anak dan ajak mereka membacanya bersama-sama.
3. Menciptakan ‘keluarga’ baru
Anda yang tinggal di kota besar mungkin memiliki tetangga yang tak bisa mudik di hari raya keagamaan, entah karena mereka bekerja, kuliah atau karena memang tinggal berjauhan dengan keluarga besarnya.
Buatlah sebuah acara makan-makan yang sederhana di hari raya keagamaan dan minta anak mengundang para tetangga Anda ke acara itu. Ingatkah Anda pada sebuah pepatah, bahwa tetangga adalah keluarga yang paling dekat dengan kita?
4. Bantuan jejaring sosial
Saya harus berterima kasih pada Facebook karena berkat FB-lah saya bisa mengenalkan anak pada kakek, nenek, paman, bibi dan saudara-saudara sepupunya yang tinggal amat jauh.
Melalui FB anak-anak bisa melihat foto-foto keluarga dan mereka aktif bertanya tentang siapa saja yang ada di dalamnya.
Berkat FB jugalah saya bisa mengajarkan pada anak tentang perbedaan suku bangsa antara saya (Jawa) dan ayah mereka (Mentawai), sekaligus aneka macam tradisi berbeda yang dimiliki kedua keluarga besar kami.
Bagaimana Bunda, sudah siap merayakan kembali tradisi keluarga bersama anak Anda tahun ini?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.