Menyapih merupakan waktu menghentikan proses menyusu pada anak dari payudara ibu. Meskipun kedengarannya cukup sederhana, nyatanya menyapih bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Ibu dan anak membutuhkan kesiapan mental untuk melepas momen kebersamaan yang telah terbentuk selama proses menyusui. Sebelum proses penyapihan, ada baiknya ibu dan anak mempersiapkan diri . Ada beberapa hal yang menjadi pendukung keberhasilan menyapih anak. Yuk, simak baik-baik!
1. Temukan Support System
Kehadiran support system menjadi bagian cukup penting dalam proses penyapihan. Karena merekalah yang hadir dan secara sadar membantu keberhasilan proses penyapihan. Support systemlah yang memberikan dukungan bagi ibu dan anak supaya menyapih bisa dilakukan dengan bahagia.
Support system berperan untuk memberi semangat bagi ibu, bahwa momen penyapihan tidak hanya dijalani sendiri. Ada yang akan selalu menepuk pundaknya ketika ibu merasa tak mampu atau mellow di tengah perjalanan menyapih.
Selain itu, support system juga membantu anak untuk mengalihkan perhatian dari aktivitas menyusu. Kebiasaan untuk menyusu memang tidak mudah dihentikan begitu saja. Anak terbiasa mencari ASI jika merasa lapar atau kurang nyaman.
Di sinilah peran penting support system sebagai pendukung keberhasilan menyapih anak. Ia bisa mengajak anak melakukan berbagai kegiatan yang akan menyibukkan waktunya dan membuatnya perlahan lupa pada kegiatan menyusu. Lama kelamaan anak akan benar-benar menghentikan kebiasaan menyusu.
Artikel terkait: 5 Cara unik Sarwendah menyapih anaknya Thalia Putri Onsu
2. Pastikan Kondisi Emosi Anak Stabil
Ketika menyusui, akan tercipta bonding antara ibu dan anak. Jika merasa cemas, takut, atau gelisah, anak terbiasa mencari ketenangan dengan menyusu. Oleh karena itu, menyapih tidak sekedar menghentikan aktivitas menyusu bagi anak. Tapi, anak juga akan kehilangan kenyamanan yang diperolehnya ketika disapih.
Hal inilah yang menyebabkan perlunya kestabilan emosi anak. Dari beberapa pengalaman pengasuhan, ketika menginjak usia dua tahun sebagian anak mengalami masa terrible two. Di mana ego anak menjadi cukup dominan dan frekuensi tantrum pun bertambah. Sebaiknya hindari menyapih di masa ini supaya proses penyapihan bisa berjalan lancar.
Tunda juga menyapih ketika anak sedang merasa kehilangan orang terdekatnya. Misal, saat anak baru saja ditinggal ayah pergi bekerja keluar kota. Tentu akan lebih sulit menyapih ketika emosi anak sedang kurang stabil karena merasa ditinggal orang terdekatnya. Drama menangis atau tantrum biasanya akan lebih sering muncul.
3. Pastikan ibu dan anak dalam keadaan sehat
Menyapih membutuhkan tenaga ekstra ibu dan juga anak. Ibu berjuang untuk meredakan emosi anak ketika mencari ASI sebagai sumber kenyamanan. Menjadi hal yang lumrah jika tangisan akan muncul sebagai bentuk emosi sedih anak. Dan kemungkinan frekuensinya akan lebih sering di awal masa penyapihan.
Stamina yang kuat dan kebugaran tubuh diperlukan saat itu. Energi ibu akan terkuras untuk meredakan kesedihan anak. Ketika kondisi tubuh kurang fit, maka cukup menganggu kelancaran penyapihan.
Begitu pula dengan kondisi fisik anak. Sebisa mungkin tunda menyapih ketika anak sedang kurang sehat. Karena ketika tidak enak badan, ASI sebagai bentuk kenyamanan dan nutrisi masih dibutuhkan anak.
Pastikan ibu dan anak dalam keadaan sehat secara fisik ketika kita memutuskan untuk menghentikan aktivitas menyusu. Dalam kondisi yang sehat, kita akan bisa berpikir secara jernih dan bisa menerima hal yang kurang menyenangkan dengan lebih mudah. Begitu pula yang dirasakan anak ketika sedang disapih.
Artikel terkait: Kapan Waktu yang Tepat Untuk Menyapih Anak dari ASI?
4. Temukan alternatif pengganti ASI
Menemukan alternatif pengganti ASI sejak awal memutuskan menyapih akan mengurangi drama penyapihan. Kenalkan makanan dan minuman penganti ASI ketika kita mulai sounding tentang penyapihan. Anak akan terbiasa dengan apa yang kita sajikan sebagai ganti ASI.
Awalnya mungkin hanya berkenalan. Lama-kelamaan anak akan terbiasa mengonsumsinya untuk menggantikan posisi ASI. Misal, kita bisa menyajikan air putih atau susu kotak ketika malam hari anak ingin menyusu. Di siang hari, kita sediakan aneka cemilan dengan porsi lebih banyak.
Sejak jantung berdetak, ibu dan ASI merupakan satu kesatuan yang melengkapi hidup anak. ASI menjadi penyokong hidup sebelum anak mengenal makanan padat. Selain menjadi sumber kenyamanan, ASI juga menjadi jalan ninja anak ketika merasa lapar. Pembiasaan memberikan alternatif pengganti ASI tentu akan mempermudah proses penyapihan.
Artikel terkait: 7 Cara Menyapih Anak Tanpa Cabai atau Brotowali, Busui Wajib Tahu!
5. Siapkan mental ibu dan anak, pendukung keberhasilan menyapih anak
Untuk bisa menyapih dengan bahagia, mental ibu dan anak harus siap sejak sebelum hari H penyapihan. Sounding, briefing dan role playing bisa dilakukan beberapa bulan sebelum ibu memutuskan melepas aktivitas menyusu. Tujuan utamanya tentu saja agar ibu dan anak sama-sama siap.
Anak tidak kaget ketika tiba-tiba di usia tertentu harus melepas ASI. Ia pun sudah familiar dengan istilah ‘sapih’ dan perpisahan dengan aktivitas menyusu. Anak lebih mudah beradaptasi dengan banyak kegiatan pengganti yang diberikan.
Ibu pun terus memantapkan diri bersama anak ketika menjalani proses pra penyapihan. Ketika ibu melakukan briefing, sugesti penghentian ASI juga akan tertanam di alam bawah sadarnya. Sehingga kedua belah pihak sudah siap secara mental untuk saling melepaskan ketika menyapih.
Demikian beberapa hal yang perlu moms perhatikan ketika menyapih. Menyapih bukan hal yang mudah bagi ibu dan anak. Tapi, bukan berarti proses penyapihan harus berjalan dengan menyakitkan. Yuk, sama-sama kita siapkan diri!
Ditulis oleh Nurul Noviyanti, UGC Contributor theAsianparent.com
Artikel UGC lainnya:
Seni Memberi Hukuman Agar Anak Belajar dari Kesalahan
4 Cara Belajar Mengaji yang Aman untuk Anak-anak Kita
Menyiapkan Ibu Menjadi Eyang Digital
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.