Memberi hukuman pada anak yang paling tepat, bagaimana caranya? Mungkin tidak sedikit para orang tua yang memiliki pertanyaan ini. Apakah dengan menerapkan reward dan punishment?
Psikologi perkembangan anak mengenal parenting untuk membentuk anak melalui pemberian reward and punishment. Reward sendiri merupakan hadiah yang diberikan Ayah Bunda ketika anak mampu menunjukkan kebaikan, keberhasilan di aspek tertentu, dan boleh juga sebagai tanda kasih sayang.
Sedangkan punishment, ialah metode mendidik anak agar belajar dari kesalahan, dari hukuman yang Ayah Bunda terapkan.
Namun demikian, memberikan hukuman pada anak, memerlukan teknik khusus, bukan sekadar membuat anak jera, menakut-nakuti, berbohong dengan alasan agar anak mendengar orang tua, atau memberikan ancaman.
Memberi Hukuman pada Anak
Jika Ayah Bunda ingin anak belajar dari kesalahan, dan tidak mengulanginya, coba cara berikut ini:
1. Jangan reaktif terhadap perilaku anak
Anak-anak adalah manusia yang senang melakukan eksplorasi dalam segala hal. Kadangkala, yang mereka lakukan cukup membahayakan diri dan orang lain.
Anak ingin melihat reaksi sekitar ketika ia melakukan tindakan tertentu untuk mendapat perhatian sekeliling, atau agar ia mendapatkan jawaban dari hal yang membuatnya penasaran. Misal, jika ia menumpahkan susu ke lantai, Ayah Bunda jangan dulu langsung berteriak memarahi anak.
Ajak anak membersihkan lantainya bersama, dengan tujuan anak akan tahu, ketika ia mengotori lantai maka ia harus bertanggung jawab.
2. Memberi hukuman pada anak, tidak perlu memukul, atau cubit saat anak melakukan kenakalan
Memukul atau mencubit anak ketika ia sedang nakal, justru membuat anak tantrum. Anak yang dipukul oleh Ayah Bunda akan kehilangan kepercayaan diri, serta tidak lagi menghormati Ayah Bunda karena merasa terancam oleh orang tuanya.
Selain tantrum, hukuman dalam bentuk fisik, mendorong anak untuk memberontak pada Ayah Bunda.
3. Ajari anak menghadapi kenyataan dan rasa ketakutan
Anak-anak biasa merasakan kecemasan dan ketakutan, terutama dalam beradaptasi di lingkungan baru. Ketakutan yang terus dibiarkan, serta anak yang dilindungi untuk menghindari rasa takut, justru akan membawa rasa takut tersebut hingga dewasa.
Parahnya lagi, saat Ayah Bunda menghukum anak dengan cara menakut-nakuti anak, anak akan merasa trauma, sulit mencoba hal baru, dan cenderung menghindar ketika ia dihadapi dengan permasalahan.
4. Berani meminta maaf pada anak saat melakukan kesalahan
Kebanyakan dari kita, sulit meminta maaf pada anak meskipun melakukan kesalahan, karena mengatakan maaf dianggap Ayah Bunda menghilangkan harga diri dan tidak lagi menunjukkan otoritas sebagai orang tua. Padahal, jika Ayah Bunda ingin anak mengakui kesalahan dan meminta maaf saat melakukan tindakan yang kurang benar, Ayah Bunda perlu mencontohkan lebih dulu.
Anak adalah cetakan ulang dari Ayah dan Bundanya, sehingga sekadar berharap anak mampu mengakui kesalahan dengan berkata maaf di waktu yang tepat tanpa memberikan teladan, tidak akan mengubah perilaku anak.
5. Ajak anak memahami disiplin diri
Banyak kegiatan sederhana yang dapat dilakukan Ayah Bunda dalam belajar disiplin dengan anak. Alih-alih menghukum anak, mengimplementasikan sikap disiplin pada anak, bisa jadi pilihan supaya anak mengerti konsep salah dan benar, tepat atau tidak tepat, boleh serta tidak boleh, baik maupun tidak baik.
Misal, ketika waktu makan, Ayah Bunda perlu menerapkan jam makan. Jus buah harus diminum lebih dulu sebelum makanan utama, tidak ada camilan jika belum masuk waktu makan ringan. Ayah Bunda perlu tegas dan lugas dihadapan anak dalam membiasakan aturan, untuk membentuk perilaku disiplin anak.
6. Komunikasikan keinginan dan konsisten
Bicarakan apa yang Ayah Bunda inginkan dari anak, tapi tidak menuntut atau memaksanya. Melainkan berbicara pada anak, apa yang dapat dilakukan anak, dan bagaimana konsekuensinya kalau anak melanggar. Selain itu, jangan terlalu sering memberikan toleransi, sebab anak akan meremehkan serta menganggap kesepakatan yang dibuat, bisa saja tidak ditaati.
Memberi hukuman pada anak diperbolehkan dengan tujuan membentuk karakter positif bagi anak, bukan menciderai anak secara fisik maupun menanamkan trauma psikologis dalam diri anak. Ayah Bunda, yuk jadi orang tua yang mendorong anak untuk belajar dari pengalaman dan kesalahan, bukan jadi orang tua yang hanya menyalahkan tanpa mengarahkan.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.