Terduga pelaku pencabulan anak diringkus oleh polisi di Polsek Pademangan. Pelaku yang bernama Heri Setiawan ini ditangkap karena diduga telah melakukan pelecehan seksual terhadap anak laki-laki sejak 10 tahun lalu.
Hal ini dijelaskan oleh Kabid Humas Metro Jaya Kombes Yusri Yunus. Dilansir dari CNN Indonesia, Yusri mengatakan bahwa penangkapan Heri tersebut dimulai dari enam laporan korban yang telah diterima kepolisian. Setelah munculnya laporan tersebut, polisi pun melakukan penyelidikan dan menangkap Heri pada 27 Desember 2019.
Selain itu, polisi juga mengatakan bahwa pelaku sudah melakukan pelecehan seksual terhadap anak selama hampir 10 tahun. Lebih mengejutkan lagi, pelaku memulai aksi tidak senonoh tersebut saat ia juga masih di bawah umur.
Artikel terkait: Tragis! Guru lakukan pelecehan seksual pada muridnya hingga depresi
“Sudah dilakukan hampir 10 tahun. Umur pelaku sekarang sudah 19 tahun. Coba kita bayangkan, berarti 10 tahun yang lalu sejak umur 9 tahun dia sudah melakukan,” ungkap Yusri seperti yang dikutip dari laman CNN Indonesia.
Dalam menjalankan aksi, pelaku cenderung melakukan pendekatan dengan mengajak korban bermain gim video, serta memberikan permen atau jenis makanan lainnya. Setelah itu, Heri pun mengajak korban ke rumah kosong untuk melakukan aksi.
“Itu namanya modus operandi. Ada beberapa tempat, tetapi yang sering dilakukan adalah rumah kosong,” lanjut Yusri.
Untuk saat ini, pelaku masih diperiksa secara intensif oleh pihak kepolisian. Atas perbuatan tersebut, Heri dijerat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak. Apabila dinyatakan bersalah, ia akan terancam dengan hukuman 15 tahun penjara.
Anak di bawah umur bisa jadi pelaku pelecehan anak
Selayaknya kasus pelaku pencabulan anak tersebut, pelecehan seksual ternyata tidak hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa. Seorang anak di bawah umur juga bisa saja melakukan pelecehan seksual karena terdorong oleh faktor eksternal.
Hal ini selaras dengan yang dijelaskan oleh Psikolog Klinis Annelia Sari Sani dari Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, Jakarta. Dilansir dari laman Kompas, ia menjelaskan bahwa anak yang menjadi pelaku kekerasan seksual biasanya dipicu oleh lingkungan. Jadi, bukan berarti dia mengalami kerusakan otak atau sejenisnya. Faktor esksternal yang memicu tindakan tersebut biasanya berupa:
- Anak meniru apa pun yang ia lihat di lingkungan
- Memiliki pengalaman kekerasan seksual di masa lalu
- Paparan pornografi dan pornoaksi di lingkungan
Annelia juga menjelaskan, anak usia dini biasanya belum paham mengenai seksualitas, termasuk norma dan batasan mengenai hal tersebut. Kemampuan kognitif anak juga biasanya lebih lambat berkembang dibandingkan dengan kemampuan seksualnya.
“Ketika menjadi korban, anak umumnya tidak paham apa yang sebenarnya terjadi pada mereka. Saat menjadi pelaku kekerasan, anak juga merasa tidak bersalah karena mereka juga pernah diperlakukan sama oleh orang lain,” ungkapnya seperti yang dikutip dari Kompas.
Artikel terkait: Catat! Ini panduan memberikan pendidikan seks berdasarkan usia anak
Hal yang perlu dilakukan orangtua
Siapa pun bisa menjadi korban maupun pelaku pelecehan seksual. Oleh karena itu, lingkungan keluarga menjadi pilar paling utama untuk melindungi anak agar ia tidak menjadi korban maupun pelaku pelecehan seksual.
Pendidikan seks sejak dini bukanlah hal yang tabu untuk diajarkan pada si kecil. Malah, pendidikan seks berdasarkan usia akan membantu mencegah faktor risiko agar anak tidak menjadi korban atau pun pelaku pelecehan.
Untuk memudahkan, berikut theAsianparents rangkum beberapa hal yang bisa Parents lakukan agar si kecil tidak menjadi korban maupun pelaku pelecehan, yakni:
-
Tubuh anak adalah otoritas anak
Ajarkan anak mengenai batasan bagian tubuh mana yang boleh disentuh dan tidak oleh orang lain. Parents juga bisa mengajarkan anak mengenai konsep bahwa ia memiliki hak untuk melindungi tubuhnya sendiri. Artinya, anak bisa bebas memilih apabila ia tidak ingin dipeluk, dicium, atau pun digelitik oleh orang lain.
-
Ajarkan anak bagian tubuh dengan bahasa yang sebenarnya
Lakukan komunikasi yang terbuka dengan anak. Hindari mengajarkan anak mengenai bagian tubuh dengan bahasa perumpamaan. Pasalnya, pelaku pelecehan seksual cenderung menghindari anak-anak yang tahu nama bagian tubuh secara ilmiah karena membuat pelaku berisiko tertangkap basah jika anak mengadu.
Di sisi lain, anak juga jadi paham mengenai bagian tubuhnya yang bersifat pribadi dan tidak boleh disentuh oleh orang lain. Pemahaman tersebut juga menjadikan ia lebih menghormati atau lebih awas untuk tidak menyentuh bagian tubuh orang lain dengan sembarang.
- Selalu berikan pendampingan pada setiap hal yang ditonton, dibaca, atau dilihat si kecil agar ia tidak terpapar pornografi.
- Lakukan pemeriksaan latar belakang pada siapa pun yang menghabiskan waktunya bersama anak. Misalnya, guru di sekolah, guru les pribadi, hingga pengasuh.
- Ketahui pola pelaku pencabulan anak. Kapan dan di mana pelecehan seksual biasanya terjadi.
- Ajarkan pada anak mana orang asing yang berniat baik padanya, mana juga orang asing yang sekiranya perlu dihindari.
Artikel terkait: Psikolog: “Jangan ajarkan anak kalau semua orang asing itu berbahaya!”
Itulah yang bisa Parents lakukan agar anak tidak menjadi korban maupun pelaku kekerasan seksual. Semoga kejadian seperti ini tidak terulang kembali, ya, Parents.
***
Referensi: CNN Indonesia, Kompas, Working Mother
Baca juga:
"Bukan, ini bukan salahmu!” Surat terbuka untuk korban pelecehan seksual