“Seperti kebanyakan perempuan, saya tidak memeriksakan kondisi payudara saya. Saya menyepelekannya, ‘nggak akan mungkin terjadi kok,” ujar Liz O’Riordan, seorang ahli bedah kanker payudara yang kini menjadi pasien kanker payudara.
Ketika dokter bedah kanker payudara menjadi pasien kanker payudara
Liz O’Riordan sudah menempuh pendidikan selama 20 tahun, untuk menjadi seorang ahli bedah kanker payudara. Namun, pada tahun 2015 lalu, di usianya yang ke-40 tahun, ia harus melepaskan impian menjadi dokter bedah, setelah didiagnosis menderita kanker payudara.
O’Riordan membayangkan dirinya akan menekuni pekerjaan sebagai ahli bedah kanker payudara setidaknya selama 20 tahun. Namun sayangnya, ia hanya bisa bekerja pada bidang ia cintai itu selama dua tahun.
Hal ini dikarenakan efek radioterapi yang membuat kemampuan gerak di bahunya berkurang. Ia pun membuat keputusan yang ‘sangat sulit secara emosional’, harus berhenti dari pekerjaannya sebagai dokter bedah. Mengingat kondisi tersebut membuatnya tidak bisa lagi melakukan operasi pada pasien.
Sebelum didiagnosis, Dr O’Riordan telah menemukan benjolan berupa kista di sekitar payudara dan ketiaknya. Padahal dalam hasil mammogram enam bulan sebelumnya menunjukkan bahwa ia memiliki payudara yang sehat.
Namun tak lama setelah itu, benjolan lain mulai terbentuk dan sang ibu mendesaknya untuk memeriksakan diri. Sebagai seorang dokter yang telah belajar dan menjalani training untuk menjadi seorang spesialis, Liza segera tahu apa yang terjadi pada tubuhnya begitu melihat hasil pemeriksaan kesehatan payudaranya.
Dalam sepersekian detik setelah melihat hasil scan, Liza langsung tahu bahwa ia perlu melakukan mastektomi (pengangkatan payudara), kemoterapi, dan memiliki peluang hidup setidaknya 10 tahun lagi.
“Biasanya, seorang pasien akan diberikan semua informasi itu oleh dokter yang memeriksanya. Tapi saya melihat semua prognosis itu dalam sepersekian detik setelah melihat hasil scan,” ujarnya seperti dikutip dalam BBC.com.
Meskipun ia berprofesi sebagai ahli bedah kanker payudara. Namun, tetap saja rasa takut dan cemas akan kondisinya itu menghantui.
“Berapa banyak waktu lagi yang bisa saya habiskan dengan suami dan orangtua saya? Apakah saya mampu berhenti jadi dokter bedah kanker dan hanya menjadi seorang pasien?”
Meskipun ia tahu apa yang terjadi pada tubuhnya, namun ia tak pernah menyangka bahwa hal ini akan betul-betul membuat emosionalnya terpukul.
“Saya tahu bagaimana rasanya mengatakan kepada seseorang bahwa mereka menderita kanker payudara.
Namun saya tidak pernah tahu bahwa mendengar berita buruk ini bisa membuat bibir atasmu terasa kaku, air matamu tertahan, ketika meninggalkan klinik, melewati ruang tunggu, melewati koridor rumah sakit untuk sampai ke tempat parkir, dan kamu mulai menangis,” ungkapnya.
Setelah membicarakan kondisinya dengan suaminya Dermot, O’Riordan memutuskan untuk mengumumkan penyakitnya kepada 1.500 pengikut Twitter-nya yang sebagian besar mengenalnya melalui kecintaannya pada baking, triathlon, dan profesinya.
“Banyak pasien yang memberi tahu saya cara mengatasinya. Mereka bilang terkadang ada ‘seseorang’ yang datang dan mengajak mengobrol ketika mabuk steroid,” ujarnya.
Media sosial juga menghubungkan O’Riordan dengan profesional medis lainnya dengan kanker. Sejak itu ia membentuk kelompok WhatsApp untuk petugas medis dengan penyakit ini.
Pasien kanker payudara kembali bekerja setelah mendapatkan perawatan kanker
Setelah perawatan untuk serangan kanker pertamanya, Dr O’Riordan kembali bekerja sebagai ahli bedah di Rumah Sakit Ipswich. Namun ia tidak menyadari betapa menantangnya hal ini secara emosional.
“Saya menderita kanker. Saya pikir saya bisa membantu orang dengan cara yang berbeda. Tapi itu adalah salah satu hal tersulit yang pernah saya lakukan,” ungkapnya.
“Ketika Anda menyampaikan berita buruk dan memberi tahu seorang wanita bahwa mereka menderita kanker, itu benar-benar sulit. Saya bisa membayangkan kembali, melihat diri saya dan suami saya. Bagaimana jadinya kami ketika kami mendengar berita itu.
Saya merasa sangat sakit setelah mastektomi. Saya sangat sadar bahwa saya mungkin memberi mereka rasa sakit yang sama dan saya tidak ingin melakukan itu. Itu sangat, sangat sulit,” tambahnya.
Dia mengatakan dia juga berjuang untuk duduk dalam pertemuan mingguan membahas prognosis pasien.
“Dalam pertemuan pertama saya, pasien ini dasarnya menderita kanker seperti saya. Pada usia yang sama dan diagnosa yang sama. Dia adalah saya di atas kertas. Ketika itu terjadi, saya mendengar semua rekan kerja saya mengatakan hal ini merupakan ide yang buruk.”
Kanker kembali menyerang Liz O’Riordan
Pada tahun 2018, kanker Dr O’Riordan kembali muncul ke ketiak yang sama. Itu ditemukan ketika dia sedang melakukan scan sebelum pengangkatan payudaranya yang direkonstruksi.
Ini membuatnya mendapatkan dosis kedua radioterapi di area yang sama, sebuah fenomena yang jarang terjadi.
Ia diperingatkan bahwa mungkin tidak bisa menggerakkan lengannya dengan benar setelah itu. Namun bila dia tidak menjalani operasi maka pandangannya akan buram.
Hasilnya adalah lebih banyak jaringan parut, fibrosis dan penambatan jaringan lunak yang mengurangi gerakan di bahunya. Ini membuat kekuatan di lengannya sedikit berkurang.
O’Riordan mengatakan bahwa rekan kerjanya mencoba melakukan yang terbaik membantunya melanjutkan karirnya untuk kedua kalinya. Namun, ia akhirnya memilih untuk berhenti.
“Hal yang telah saya habiskan selama 20 tahun dalam hidup saya, gelar PhD, ujian, dan kursus untuk menjadi ahli dalam hal yang saya cintai, saya tidak bisa melakukannya lagi. Saya bisa menjalani kehidupan sehari-hari, tetapi untuk dapat (melakukan) operasi dengan aman, itu tidak akan pernah terjadi,” katanya.
Pada saat itu, Dr. O’Riordan juga merasa kebutuhan psikologis untuk memiliki “waktu bebas kanker”, terutama mengingat bahwa kembali bekerja sebelum kekambuhan telah menimbulkan trauma untuknya.
Selain itu, risiko kekambuhan kankernya sekarang lebih tinggi dari sebelumnya. Itu juga bisa menyerang ke daerah lain.
“Itu pahit dan benar-benar sangat sulit untuk mengucapkan selamat tinggal,” akunya.
Kanker dan pekerjaan
Meskipun ia keluar dari pekerjaan yang dicintainya akibat kanker. Namun ironisnya, dia sekarang justru menyarankan orang-orang untuk kembali ke tempat kerja setelah didiagnosis kanker.
Dr O’Riordan yang kini menjadi pasien kanker payudara dan suaminya merupakan seorang konsultan bedah baru-baru ini mulai menjadi sukarelawan sebagai duta besar untuk perusahaan sosial, Working with Cancer.
Sebuah perusahaan yang telah menasihatinya tentang hak-hak pekerjanya setelah dia memutuskan untuk kembali bekerja pada tahun 2017, mengikuti perawatan untuk serangan kanker pertamanya.
“Saya tidak menyadari bahwa jika Anda menderita kanker, Anda diklasifikasikan sebagai cacat hukum berdasarkan Undang-Undang Kesetaraan dan rekan kerja Anda harus membuat penyesuaian yang wajar untuk memungkinkan Anda kembali bekerja.
Begitu banyak orang yang sangat ingin mendapatkan kehidupan mereka kembali ketika mereka menderita kanker, tetapi bisa sangat sulit untuk menemukan jalan Anda dan banyak pengusaha tidak tahu bagaimana cara membantu pasien kanker – atau apakah mereka harus melakukannya,” jelasnya.
“Kamu punya hak untuk meminta hal-hal menjadi lebih mudah bagimu. Mereka tidak bisa memecatmu karena itu merupakan tindakan diskriminatif,” tambahnya.
Mantan ahli bedah mengatakan pekerjaannya sebagai duta besar telah membantunya terhubung kembali dengan tujuan hidupnya.
“Sebagai konsultan ahli bedah, saya membantu 70, mungkin 100 wanita dalam setahun yang menderita kanker payudara. Namun, melalui buku saya, blogging, talkshow dan menjadi duta besar untuk Working with Cancer saya dapat membantu ratusan, ribuan wanita lainnya,” pungkasnya.
***
Ingin berbagi kisah dengan jutaan Parents lainnya? Yuk, download aplikasi theAsianparent dengan klik banner di bawah ini!
Baca juga
Anak 3 tahun menjadi penyintas kanker payudara termuda di dunia!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.