Kisah pasangan muda mendidik di Papua ini sedang viral. Keputusan mereka meninggalkan gemerlap ibukota untuk pindah ke kota kecil di Papua dan mengajar anak-anak di sana membuat banyak orang heran. Apa alasan sesungguhnya mereka melakukan hal ini? Beginilah kisah mereka melansir BBC News Indonesia.
Kisah Pasangan Muda Mendidik di Papua Demi Generasi Anak Papua yang Cemerlang
Berawal dari Kegelisahan Adit
Adit (kiri) dan Putri (kanan) yang mendedikasikan dirinya untuk mendidik anak-anak di Kampung Kasorek, Papua. (Foto: Kawankasihtumbuh.com)
Adalah Zakharia Primaditya alias Adit dan Putri Kitnas Inesia sepasang suami istri yang sama-sama berusia 36 tahun memutuskan untuk meninggalkan kehidupannya di kota besar dan pergi ke Kampung Kosarek, Papua. Kampung Kosarek itu terletak di pelosok Kabupaten Yahukimo, di mana jarak tempuhnya saja mencapai 7 hari dari kota terdekat, Wamena. Jauh banget, ya!
Memang infrastruktur dan transportasi menuju kampung terpencil itu belum memadai, sehingga untuk sampai ke sana sampai butuh waktu beberapa hari. Lantas, apa yang membuat mereka terpikir untuk memilih Kampung Kosarek sebagai tempat pelabuhan mereka?
Di tahun 2015 ternyata Adit pernah bepergian ke Yahukimo –kabupaten yang ada di Papua. Di sana ia melihat masih banyak anak-anak yang belum merasakan pendidikan. Hatinya gelisah melihat kenyataan itu dan ia menceritakan kegelisahannya kepada istrinya.
Sebagai istri, Putri tentu tahu sedalam apa kerinduan yang dimiliki suaminya untuk bisa kembali ke Yahukimo dan memberikan pendidikan yang diperlukan bagi anak-anak di sana. Hingga kemudian, pasustri ini memutuskan untuk meninggalkan kehidupan mereka di kota dan pergi ke desa terpencil di Papua itu.
Artikel terkait: Kisah Fientje Maritje Suebu, Perempuan Pertama yang Menjadi Duta Besar dari Papua
Memilih Desa dengan Berjalan Kaki ke 26 Kampung Terpencil
Sebelum memutuskan untuk tinggal di Kampung Kosarek, Adit dan Putri berjalan kaki terlebih dahulu menyusuri 26 kampung yang ada di Kabupaten Yahukimo. Ini dilakukan agar mereka dapat melihat dengan mata kepala sendiri desa mana yang lebih membutuhkan bantuan mereka.
Petualangan tersebut mereka mulai di tahun 2017. “Kami ingin merasakan sendiri, melihat, dan mencari tahu kira-kira tempat mana yang Tuhan tunjuk kami untuk menyelenggarakan pendidikan,” kata Putri melansir BBC News Indonesia, (7/2/2022).
Selama berpetualang, mereka tidak mendapati akses jalan raya dan transportasi darat. Sehingga mereka harus berjalan kaki menyusuri hutan agar bisa sampai ke kampung-kampung yang ada di Yahukimo. Sebenarnya mereka bisa saja menyewa pesawat perintis, tapi terhalang biaya yang sangat mahal.
Untuk dapat menyelesaikan misi menyinggahi 26 kampung di Yahukimo, mereka menghabiskan waktu sekitar 42 hari.
Artikel terkait: Kisah Guru Honorer Alih Profesi, Gaji Rp250 Ribu Jadi Ratusan Juta Per Bulan
Alasan Memilih Kampung Kosarek
Pilihan mereka kemudian jatuh ke Kampung Kosarek. Di sana mereka menjumpai ada lebih banyak anak yang tidak bisa membaca, menulis, dan berhitung –salah satu penyebabnya adalah sekolah formal di distrik itu terakhir kali beroperasi tahun 2006.
Setelah memelajari situasi pendidikan anak di sana, Adit dan Putri yakin bahwa Kampung Kosarek adalah tempat yang ditunjuk Tuhan untuk mereka. Mereka pun segera menyampaikan tujuan kedatangan mereka kepada misionaris gereja.
“Waktu kami memperkenalkan diri dan menyampaikan visi kami untuk menggerakkan pendidikan di daerah terpencil, mereka [misionaris gereja] senang,” ujar Adit. “Bagi mereka, kami adalah pergumulan dan jawaban doa mereka, dan bagi kami mereka juga adalah jawaban dari doa-doa kami,” katanya lagi.
Mantap Meninggalkan Kehidupan Kota
Usai melakukan pencarian tempat dan proses ekspedisi yang panjang, Adit dan Putri memutuskan untuk memulai misi mereka di Kampung Kosarek pada Oktober 2018. Keputusan mereka sudah mantap dan bulat. Mereka sudah siap tinggal jauh dari keluarganya serta kehidupan mereka yang nyaman dan luar biasa di kota.
Keduanya pergi tanpa sponsor dari siapapun. Semua biaya ditanggung sendiri dari uang tabungan pribadi. Uang tersebut digunakan untuk biaya perjalanan mereka ke Kosarek, membangun rumah pertama mereka di Kosarek, juga membeli kebutuhan pokok.
Di sana mereka tinggal dalam sebuah bangunan sangat sederhana berdinding kayu yang sudah belasan tahun tidak ditempati. Untuk mendapatkan kebutuhan pokok, mereka harus mendatangkannya dari kota dengan menggunakan pesawat berbiaya mahal. Sementara listrik, bergantung pada panel surya. Jadi jangan bayangkan di sana ada jaringan internet, ya –sekarang sudah ada- sehingga kehidupan mereka di sana sangat terbatas dan tertutup dari kehidupan luar.
“Kami benar-benar nekat. Kami tidak ada pengalaman misionaris, tidak ada pengalaman crowdfunding, cari dana atau apa pun. Kami hanya komitmen ke Tuhan,” Adit mengenang.
Artikel terkait: Kisah Rohana Abdullah, Gadis Indonesia yang Ditelantarkan Sejak Lahir di Malaysia
Mendirikan Rumah Belajar Kosarek
Foto: Kawankasihtumbuh.com
Pasangan muda mendidik di Papua ini awal-awalnya mengajar Sekolah Minggu dua kali seminggu, mengajar literasi dasar dan Alkitab untuk anak-anak usia dini, serta melatih pemuda setempat untuk menjadi tutor belajar bagi anak-anak yang lebih muda.
Seiring berjalannya waktu, di tahun 2019, mereka lalu mendirikan Rumah Belajar Kosarek yang dalam bahasa Mek (bahasa ibu penduduk sana) disebut Mome Lemnep Ae Kosarek. Rumah Belajar Kosarek awalnya dibangun pada sebuah bangunan sederhana berdinding kayu dan berlantaikan rumput. Rumah belajar ini, selama tiga tahun terakhir, sudah memiliki ruang kelas yang yang lebih layak dan menampung lebih dari 60 anak didik dari berbagai usia. Bersama-sama mereka mempelajari pelajaran agama, matematika, dan bahasa.
Masyarakat di sana tadinya tidak fasih berbahasa Indonesia, tapi itu tidak menjadi kendala bagi Adit dan Putri untuk mengajar. Dari yang tadinya banyak dari anak-anak ini yang tidak bisa membaca, menulis, dan berhitung, sekarang mereka sudah lebih jago-jago.
Kepada BBC News Indonesia, Adit dan Putri mengenalkan dua anak muridnya yang bernama Yanes dan Yuman yang usianya sudah belasan tahun. Oleh karena memang sejak dulu tidak pernah mengenyam pendidikan sekolah, kemampuan mereka masih setara dengan anak kelas 2 SD.
“Walaupun usia mereka sudah belasan tahun, tapi karena tidak pernah sekolah kami kasih materi kelas 2 SD untuk mereka,” terang Putri.
Siapa Sebenarnya Adit dan Putri?
Menurut BBC News Indonesia, Adit dan Putri adalah lulusan dari universitas ternama yang ada di Pulau Jawa. Putri bahkan, katanya, pernah menempuh pendidikan magister di Austria. Dengan background pendidikan yang seperti itu, tentu mudah bagi keduanya untuk memilih karier yang diinginkan kebanyakan orang berusia produktif seperti mereka.
“Kami punya pilihan lain, bisa kerja di Jakarta dengan gaji yang mumpuni dan karir yang lebih baik,” aku Adit yang sebelumnya bekerja sebagai kepala sekolah di sekolah Kristen di wilayah Bokondini, Papua. “[Namun keputusan ini] adalah panggilan kami. Dari dulu panggilan kami memang untuk kemanusiaan, untuk orang-orang yang termarjinalkan,” lanjut dia.
“Kami ingin memberikan hidup untuk anak-anak ini sehingga mereka bisa bertumbuh seperti anak-anak di daerah lain yang lebih beruntung,” kata Putri.
Terima kasih untuk pasangan muda mendidik di Papua ini. Semoga jerih payah dan ketulusan mereka menghasilkan lebih banyak lagi generasi bangsa yang cerdas dari Papua.
Foto: (Pribadi) Zakharia Primaditya, Putri Kitnas Inesia
Kisah pasangan muda tinggalkan kota demi mendidik di pelosok Papua, ‘Kami ingin mereka tumbuh seperti anak-anak lain yang lebih beruntung’
Baca juga:
Kisah Stefany Putri; Perjalanan panjang demi buah hati yang pergi terlalu dini
Kisah guru honorer di Banten yang tinggal di WC sekolah karena rumahnya rubuh
Kejadian Guru Dipukuli Orangtua Murid Ini Tuai Kemarahan Warga
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.